SURABAYA – Bunuh diri menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi kedua setelah kecelakaan di kalangan remaja. Data pun mencatat bahwa suicidal ideation atau pikiran untuk bunuh diri angkanya lebih besar dari pada kasus bunuh diri itu sendiri. Sayangnya, saat menemukan seseorang yang mengalami masalah tersebut, kita seringkali tidak tahu bagaimana harus bersikap.
Menanggapi hal itu, pakar psikologi Universitas Airlangga (Unair) Valina Khiarin Nisa mengungkapkan setidaknya ada tiga langkah yang dapat dilakukan sebagai Psychological First Aid (PFA) atau pertolongan pertama psikologi untuk mencegah keinginan bunuh diri seseorang.
“Ada tiga prinsip utama yang harus kita pegang, yakni look, listen, dan link. Ketiganya memang bukan terapi atau diagnosis, tapi dapat menjadi langkah pencegahan sederhana yang bisa dilakukan oleh semua orang,” terangnya dalam webinar bertajuk Mental Health 101: How to Deal with Suicidal Ideation Among Teenagers pada Sabtu (5/6/2021).
Pertama, menurut Valina, kita harus aware dengan kondisi orang-orang di sekitar. Orang yang mengalami depresi umumnya akan menunjukkan tanda-tanda. Entah seperti memasang status bernada depresif atau menarik diri dari lingkungan sosial.
Jika mengetahui indikasi tersebut, kita harus secepat mungkin membangun komunikasi, dalam bentuk apapun, untuk mengalihkan perhatiannya dari tindakan bunuh diri. Namun Valina lebih menganjurkan komunikasi dibangun secara face to face agar pesan dan perhatian kita dirasakan langsung oleh mereka.
Hal kedua menurut Valina adalah apabila kita menyadari orang terdekat Anda depresi, maka harus mendekatinya dan membangun kedekatan atau emotional building yang aktif, reflektif, dan empati. Mendengarkan keluh kesah dapat menjadi pertolongan pertama yang sangat membantu.
Namun perlu diingat, kita harus hadir sebagai pendengar yang baik dengan tidak menggurui, memimpin, maupun menghakimi mereka. Biarkan dia bebas bercerita dengan nyaman. Oleh karena itu, jika dia ingin tetap diam, jangan pernah memaksanya untuk berbicara.
“Setiap orang punya coping strategy berbeda-beda. Satu masalah yang kita anggap sepele belum tentu sepele bagi orang lain. Oleh karenanya, perilaku judgmental yang meremehkan atau menasihati bahwa bunuh diri itu dosa, harus sangat dihindari. Cukup beri gestur dan nada yang mendukung. Tunjukkan bahwa dia masih sangat berharga dan semua masalah pasti akan ada solusinya,” imbuh Valina.
Seperti yang telah ditekankan di atas, FPA hanyalah upaya P3 dan bukan diagnosis atau terapi. Sehingga, bantuan kita sifatnya sangat terbatas dan tidak bisa menampung semua permasalahan orang lain. Maka dari itu, apabila depresi telah berapa di tahap yang kritis, kita harus mengarahkannya ke profesional untuk memperoleh penanganan tepat dan solusi yang lebih obyektif.
“Selain menghubungkan mereka dengan psikolog atau psikiater, kita juga harus menghubungkannya dengan keluarga untuk mendapat support yang lebih,” ujar Valina.
Selain melakukan ketiga langkah tersebut, kita harus juga memperhatikan beberapa hal lain. Pertama, kita harus memastikan keamanan mereka. Pastikan individu yang depresi tidak sendirian dan jauh dari barang-barang yang berpotensi mengancam hidupnya.
Kedua, perhatikan prinsip mendengarkan aktif dengan melontarkan pertanyaan terbuka, merefleksikan emosi, tunjukkan perhatian penuh dan rasa hormat, memberi respon verbal dan non-verbal, hindari memotong berita, serta berikan waktu seluang mungkin bagi penyintas untuk mengungkapkan perasaannya.
Terakhir, sebelum memberikan pertolongan dan keamanan bagi orang lain, kita juga harus memastikan bahwa kita sendiri aman dan dalam kondisi mental yang sehat. “Keinginan bunuh diri sangat bisa dicegah dengan beberapa langkah sederhana. Oleh karenanya, kita harus lebih aware dan peka terhadap situasi orang-orang di sekitar kita,” pungkas Valina.
(pkip/bti)