
Pariwisata telah menjadi industri ekonomi kreatif yang mampu mendorong identitas suatu wilayah sebagai tempat ‘healing’ atau sekadar melepas rutinitas sehari-hari. Pariwisata memberikan dampak yang sangat baik terhadap kemajuan daerah sepanjang dapat dikelola oleh masyarakat sekitar yang berkoordinasi dengan pemerintah setempat.
Indonesia sejatinya memiliki banyak objek pariwisata dengan berbagai potensi guna mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif. Apalagi, banyaknya wisatawan lokal atau mancanegara kian meminati objek-objek pariwisata di berbagai wilayah di Indonesia. Seperti contoh IndiGo, maskapai dari India yang membuka rute Bengaluru-Denpasar (24/2/2024), ataupun Jeju Air, maskapai dari Korea Selatan yang membuka rute Seoul-Batam (17/10/2024). Adanya rute-rute penerbangan internasional tersebut menjadi potensi yang sangat baik akan wilayah tersebut dalam mengembangkan industri pariwisata. Dalam tulisan ini, penulis berupaya memfokuskan pengembangan pariwisata di kota Surabaya.
Surabaya: Kota Hiburan, Kebudayaan atau Sekedar Tempat Singgah?
Kerap dijumpai di Bandara Juanda –yang menjadi bandara belahan timur Pulau Jawa- mulai memadati para wisatawan mancanegara yang hanya sekadar datang untuk singgah sejenak lalu pergi ke wilayah lain seperti Gunung Bromo, Kota Malang, atau Kawah Ijen. Mayoritas berasal dari Tiongkok, India, maupun beberapa negara di Asia Tenggara cenderung pergi ke wilayah selain Surabaya. Kota Surabaya seharusnya mampu membuka peluang bisnis pariwisata bagi investor untuk mendatangkan wisatawan domestik atau mancanegara.
Di sisi lain, sudah menjadi hal umum bahwa dahulu Surabaya memiliki lokalisasi dan bersifat ikonik. Harus kita akui, bahwa terlepas dari citra buruk yang ada, ia mendorong perekonomian di Surabaya. Selain itu, banyak Amusement Park di Surabaya yang dahulu sangat terkenal seperti Taman Remaja Surabaya ataupun Surabaya Night Carnival yang dikenal oleh kalangan muda masyarakat Surabaya. Contoh lain yang tidak kalah Alun-Alun Surabaya, Kebun Binatang Kota Surabaya, Jalan Tunjungan, hingga Kota Lama dan Kya-Kya yang dapat menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun internasional untuk mengambil foto ataupun mencicipi kuliner.
Apalagi, Surabaya memiliki kebudayaan teater yang cukup terkenal yakni kesenian ludruk. Ludruk menjadi aset tak benda bagi Kota Surabaya sebagai identitas, pun ludruk menggambarkan seni drama yang dipentaskan melalui punchline khas dengan bahasa Jawa Arek-an menjadikan Surabaya memiliki identitas budaya dalam segi bahasa. Kesenian teatrikal tersebut apabila dikelola sedemikian rupa dan tidak hanya tenggat waktu tertentu sejatinya mampu mendongkrak ekonomi kreatif dalam aspek pariwisata di Kota Surabaya. Hal tersebut sebagai objek yang mampu menjadi potensi besar dan berkembang bagi pariwisata Surabaya, sehingga kota pejuang yang penuh akan kebudayaan ini tidak hanya sebagai “tempat singgah sejenak”.
Hambatan Surabaya dalam Aset Pariwisata
Nyatanya, hambatan yang dialami Surabaya menyebabkan kurangnya pertumbuhan pariwisata. Tidak hanya lemahnya kehadiran negara atau pemerintah setempat dalam mengawasi aset-aset tersebut, tetapi juga masyarakat sekitar yang terkadang masih memiliki cara pandang ‘aji mumpung’ apabila terdapat sesuatu yang dapat menguntungkan diri sendiri. Hal tersebut menyebabkan pengembangan yang tidak berkelanjutan.
Kita bisa liat dari kasus “pencurian” aset Kota Lama ataupun kasus parkir di Kebun Binatang Surabaya yang menarik biaya parkir dengan harga yang tidak wajar dan seolah lepas dari perhatian pemerintah kota. Kasus lainnya ialah lemahnya kebersihan yang ada di Surabaya pada beberapa titik pariwisata, sehingga kurang diminati wisatawan asing. Seperti contohnya Pantai Kenjeran, dimana bahkan banyak masyarakat Surabaya sendiri kurang merekomendasikan. Miris tapi nyata. Lebih miris lagi, apabila aset yang memiliki potensi besar menjadi terhambat akibat kurangnya kesadaran masyarakat secara jangka panjang terhadap pariwisata Kota Surabaya.
Integrasi Kebudayaan dalam Pariwisata Surabaya
“Sparkling Surabaya” menjadi ikon informasi kegiatan pariwisata yang telah dikembangkan sejak tahun 1999, misalnya, ternyata mampu mendongkrak dunia pariwisata di Surabaya menjadi lebih dikenal serta diakses melalui beberapa transportasi umum. Kehadiran Sparkling Surabaya telah menjadi identitas pariwisata Kota untuk membantu para pelancong memberikan akses aset-aset pariwisata. Beberapa titik yang sangat melekat di Surabaya akan kebudayaan maupun situs religi terdapat di daerah Surabaya Pusat dan Utara. Drama teatrikal pun kerap ditayangkan pada masyarakat Surabaya khususnya sebelum peringatan Hari Pahlawan yakni 10 November setiap tahunnya.
Akan tetapi, terasa kurang ketika tidak ada pengembangan kebudayaan dari segi teatrikal non musiman. Tentu kita masih kalah dengan Kota Yogyakarta dengan adanya orkestra perpaduan teatrikal adat Jawa dari Keraton maupun Bali dengan tarian-tarian ataupun drama teatrikal perpaduan adat Bali. Kedua kota tersebut memiliki tupoksi pengembangan pariwisata secara sustain karena mampu bekerja sama antara Pemerintah Kota dengan masyarakat setempat.
Identitas Surabaya saat ini penuh dengan pusat perbelanjaan. Maraknya pusat perbelanjaan dengan berbagai kelas menjadikan banyak wisatawan merasa bosan terhadap aset-aset pariwisata yang itu-itu saja. Terkesan seolah kurang memahami bagaimana tupoksi serta kesadaran tanggung jawab akan pengembangan pariwisata secara berkelanjutan.
Prospek Pariwisata Surabaya ke Depan
Surabaya sebagai Kota Pahlawan yang kaya akan aset kebudayaan ataupun nilai sejarah, harusnya mampu mengembangkan potensi pariwisata secara optimal. Surabaya bukan hanya kota bisnis dengan banyak tempat perbelanjaan, tetapi juga beragam masyarakatnya yang dapat mendatangkan wisatawan untuk mampu hadir ke Kota Surabaya. Ke depan, diharapkan pemerintah kota Surabaya mampu mendongkrak lagi identitas kebudayaannya melalui seni teatrikal maupun titik-titik kuliner UMKM setempat sehingga investor juga berinvestasi pada aspek pariwisata. Jika dulu, pejuang Surabaya mampu memperjuangkan kemerdekaan, seharusnya generasi penerusnya saat ini juga harus mampu menjadikan kota tercinta ini dengan budaya Arekan untuk diperkenalkan kepada wisatawan (mancanegara) dengan mengembangkan sektor pariwisatanya. Semoga.
RUMI AZOLLA LADIQI
Pemerhati Pariwisata dan saat ini merupakan mahasiswa S2 Graduate School of Business, Universiti Kebangsaan Malaysia