Wednesday, October 8, 2025
spot_img
HomePolitikaHeboh Donasi Rp1.000 Per Hari Gubernur Jabar, Tulus Abadi FKBI: Bisa Langgar...

Heboh Donasi Rp1.000 Per Hari Gubernur Jabar, Tulus Abadi FKBI: Bisa Langgar UU!

Ilustrasi. (gambar: Cakrawarta)

JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tentang gerakan donasi Rp1.000 per hari bagi ASN dan masyarakat menuai sorotan publik. Meski diklaim berlandaskan semangat gotong royong dan nilai silih asih, silih asah, silih asuh, kebijakan itu dinilai berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (UU PUB).

Surat Edaran Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tertanggal 1 Oktober 2025 tersebut mengatur tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu). Dalam edaran itu, Gubernur Dedi Mulyadi mengajak ASN dan warga Jabar menyisihkan Rp 1.000 per hari untuk kegiatan sosial.

Namun, Tulus Abadi, Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), mengingatkan bahwa kebijakan tersebut tidak bisa dijalankan begitu saja tanpa dasar hukum yang jelas.
“Secara sosial budaya semangatnya positif, tapi secara hukum, kebijakan itu bisa melanggar UU PUB,” ujar Tulus dalam keterangannya, Selasa (7/10/2025).

Menurut Tulus, UU PUB mewajibkan setiap pihak yang ingin menggalang dana publik untuk terlebih dahulu memperoleh izin dari Kementerian Sosial RI. “Pertanyaannya, apakah Surat Edaran Gubernur itu sudah mendapat izin dari Kemensos? Berdasarkan informasi yang saya peroleh, belum ada izin resmi,” tegasnya.

Selain itu, secara kelembagaan, Pemprov Jabar tidak memiliki kewenangan untuk menjadi pelaksana pengumpulan dana publik. “Pemerintah provinsi seharusnya bertindak sebagai regulator yang memberi izin, bukan sebagai pengumpul dana,” lanjutnya.

Tulus menilai, jika penggalangan dana dilakukan langsung oleh Pemprov, maka akan muncul potensi conflict of interest. Ia menyarankan agar Pemprov Jabar membentuk lembaga independen khusus yang bertugas mengelola dana tersebut secara transparan dan akuntabel.

“Gubernur Dedi Mulyadi sebaiknya segera berkoordinasi dengan Kemensos RI terkait izin dan mekanisme pengumpulan dana publik. Jika tidak, kebijakan itu bisa dikategorikan sebagai pungutan liar,” ujarnya.

Lebih jauh, Tulus juga mengingatkan bahwa masyarakat sebagai donatur memiliki hak untuk mengetahui penggunaan dana serta laporan perkembangan secara berkala. “Prinsip transparansi dan akuntabilitas mutlak. Jangan sampai niat baik gotong royong justru menimbulkan masalah hukum,” pungkasnya.

Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum memberikan penjelasan resmi terkait izin dan mekanisme pelaksanaan gerakan donasi tersebut. (*)

Editor: Abdel Rafi 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular