Wednesday, October 8, 2025
spot_img
HomeGagasanPolemik Plat BL-BK: Antara PAD, Identitas atau Kekuasaan

Polemik Plat BL-BK: Antara PAD, Identitas atau Kekuasaan

Terkadang yang menjadi hal sensitif di negara ini bukan lagi persoalan ideologi atau agama, melainkan sebuah huruf kecil juga bisa menjadi senjata yang paling ampuh untuk memicu konflik antar daerah. Seperti itulah kondisi yang menggambarkan tentang viralnya potongan Video Wali Kota Medan Bobby Nasution yang menghentikan sebuah mobil truk yang bernomor polisi atau Plat BL (Aceh) di jalan raya serta meminta perusahaan dan pengemudi untuk segera menggantikan ke plat BK (Sumatera Utara). Viralnya video tersebut menimbulkan reaksi yang beragam dari berbagai kalangan. Sebagian memuji atas tindakan tegas Bobby karena dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Sumatera Utara (Sumut), akan tetapi banyak juga yang menilai bahwa tindakan tersebut sebagai pamer kuasa yang melukai hati dan menyinggung antardaerah yang selama ini saling bergantungan antara Aceh dan Sumut.

Jika dilihat dari sisi regulasi, tindakan yang dilakukan Gubernur Sumut memang jelas dan berdasar, sudah sepatutnya setiap perusahaan yang beroperasi, menggunakan infrastruktur dan mencari keuntungan di wilayah Sumut untuk memberikan kontribusi mereka terhadap PAD, salah satunya melalui pajak kendaraan. Kutipan pajak ini menjadi salah satu sumber penting pemerintah daerah untuk pembangunan infratruktur. Namun fenomena ini tidak terjadi searah. Di Provinsi Aceh pun, banyak kendaraan motor dan truk bahkan alat berat yang beroperasi di wilayah Aceh menggunakan plat BK. Dalam artian bahwa praktik lintas plat ini terjadi dua arah yang menggambarkan hubungan ekonomi dan logistik saling bergantung antara Aceh dan Sumut.

Simbol dan Kekuasaan

Dalam memahami gejolak atas tindakan Bobby Nasution ini, akan sangat menarik jika menggunakan pemikiran dari Michel Foucault (1977) yang merupakan filsuf dari Prancis menjelaskan tentang “Discipline and Punish”, bahwa kekuasaan sering bekerja melalui simbol-simbol kecil dalam mengatur tindakan dan perilaku masyarakat di realitas kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, plat nomor bukan lagi hanya sekedar identitas atau kode secara administratif, akan tetapi juga menunjukkan atas power relation dalam hal ini menunjukkan hubungan kuasa antara “mereka” dan “kami” tanda siapa yang berhak atas kepemilikan mengutip iuran pajak dan siapa yang akan mengatur wilayah. Foucault menggambarkan mekanisme ini sebagai bentuk dari mikrofisika kekuasaan. Dimana kontrol tidak dilakukan melalui kekerasan akan tetapi dilakukan melalui simbol, aturan serta legitimasi moral. Maka saat Gubernur Sumut menghentikan truk berplat BL tersebut yang tampil bukan hanya aturan pajak, melainkan juga simbol kekuasaan.

Namun kekuasaan yang diperlihatkan tanpa kebijaksanaan akan menimbulkan penolakan atau resistensi. Aristoteles dalam pemikirannya tentang “Nicomachean Ethics” memperkenalkan tentang kebijakan praktis (phronesis) yang menjelaskan bahwa pemimpin ideal merupakan pemimpin yang selalu bertindak secara penuh kehati-hatian, melihat konteks serta menjaga hubungan baik atau harmoni sosial. Tindakan Bobby dinilai terlalu konfrontatif dengan memberhentikan di jalan dan disorot publik. Padahal selama ini hubungan antara Aceh dan Sumut saling menopang dan bergantung.

Plat Nomor Sebagai Ekonomi Politik dan Identitas 

Secara garis besar, plat nomor merupakan representasi dari identitas teritorial atau wilayah. Huruf-huruf yang ditetapkan sebagai simbol baik BK, BL maupun lainnya bukan hanya sekedar untuk menunjukkan kode wilayah secara geografis, akan tetapi juga menandakan otoritas secara fiskal. Dalam struktur ekonomi politik lokal, konflik kekuasaan dan perebutan plat antara Aceh dan Sumut merupakan perebutan sumber daya fiskal, karena setiap kendaraan yang tercatat otomatis membawa potensi pajak, dan setiap pajak yang dimutasikan akan terjadi pergeseran secara PAD-nya. Namun, seiring berjalannya sistem ekonomi yang terjalin lintas provinsi, dari batas wilayah kerap menjadi semu. Selama ini, jalur logistik Aceh dan Sumut sudah lama saling bergantung. Sehingga terkesan bahwa keputusan politik Bobby yang dianggap kecil ini, jika tidak diselaraskan dengan kearifan, maka dapat menimbulkan luka bagi identitas ataupun hubungan antar daerah.

Seharusnya permasalahan mengenai plat kendaraan ini diselesaikan dengan cara baik-baik melalui mekanisme antar daerah. Dalam hal ini, pemerintah provinsi dapat membuat kesepakatan bersama. Misalnya kendaraan yang sering beroperasi diluar daerah asal, wajib melakukan mutasi dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan atau dapat memberi insentif supaya tidak merasa terbebani secara mendadak bagi para pelaku usaha. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan edukasi terkait pentingnya membayar pajak di wilayah usaha sebagai bentuk dari tanggungjawab sosial terhadap pembangunan infrastruktur yang dilalui setiap harinya. Seperti yang dijelaskan oleh Foucault, kuasa selalu ada dimana hadir pengetahuan, dalam hal ini kesadaran terhadap pembayaran pajak adalah bentuk kontribusi atau kuasa untuk menyeimbangi otoritas negara.

Munculnya kasus ini menyadarkan kita kembali bahwa hal-hal yang dianggap sederhana dapat memicu perdebatan secara lokal maupun nasional. Dari satu plat nomor yang kita anggap remeh, nyatanya menjadi perdebatan serius terkait PAD, identitas dan kekuasaan. Tiga hal sering kali menjadi dinamika politik lokal antar daerah. Dalam kehidupan masyarakat yang kian sensitif pasca “perebutan” 4 pulau antara Aceh dan Sumut beberapa waktu lalu terhadap identitas, tindakan pemimpin sekecil apapun dapat menjadi sorotan dan simbol yang menyatukan atau membelah. Maka sebagaimana pesan Aristoteles, kebijaksanaan sejati bukan hanya pada keberanian dalam bertindak akan tetapi juga kemampuan dalam memahami tempat, waktu serta dampak dari suatu tindakan yang diambil. Plat BK dan BL memang hanya gabungan huruf dan angka, akan tetapi cara kita menafsirkan dapat menentukan apakah ia menjadi penghubung kepercayaan atau justru menjadi api kecil yang dapat membuat perpecahan.

AMINAH

Mahasiswa Doktoral FISIP Universitas Airlangga dan Dosen FISIP USK 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular