
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Di tengah kepulan asap dan aroma nasi goreng yang setiap malam memenuhi Sentra Kuliner depan Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, ada kisah yang meneduhkan hati. Nur Aziza Khoirun Nisa’, siswi kelas 9 MTs Masjid Al-Akbar (MAS), berhasil menghafal 7 juz Al-Qur’an. Sementara sang ayah, di waktu yang sama, tetap setia berdagang nasi goreng demi menghidupi keluarga.
Prestasi membanggakan itu diumumkan dalam kegiatan “Al-Qur’an Fest 2025” yang digelar di ruang utama Masjid Al-Akbar, Selasa (7/10/2025). Dalam ajang tersebut, tujuh siswa MTs MAS tampil menyetorkan hafalannya di hadapan para guru, orang tua, dan jamaah masjid.
Selain Aziza, dua siswi kembar MTs MAS, Zaynab Sabera Mardiya dan Fatimah Shakira Nayma, juga mencatat pencapaian luar biasa dengan hafalan 10 juz Al-Qur’an.
“Ketiga siswi ini menunjukkan ketekunan dan semangat luar biasa. Mereka menjadi teladan bagi teman-temannya,” kata Kepala MTs MAS, M. Jakfar, usai kegiatan tersebut. Ia menambahkan, selain mereka, empat siswa lain juga telah menyelesaikan hafalan 5 juz Al-Qur’an, yakni Kanaya Winka Zafirah, Afina Rahma Risalah Niko, Queenata Raisha Hakim, dan Bhimasena Alfatih Irawan.
Momen haru mewarnai acara ketika Tukiyem, ibu Nur Aziza, bercerita tentang perjuangan putrinya. Dengan mata berkaca-kaca, ia mengaku tidak menyangka anaknya bisa mencapai hafalan sejauh itu.
“Senang sekali, putri saya bisa menghafal Al-Qur’an. Sekarang 7 juz, insya Allah nanti bisa 10 atau 30 juz. Ayahnya nggak bisa ikut nonton karena masih jualan nasi goreng di depan Masjid Al-Akbar,” ujarnya lirih.
Perempuan asal Kediri yang kini tinggal di Pagesangan Agung, Surabaya, itu menceritakan bahwa Aziza menempuh pendidikan dari TK hingga MTs di lembaga pendidikan Masjid Al-Akbar.
“Dia mulai menghafal sejak kelas 3 MI, karena di sini memang ada program tahfidz. Kami hanya bisa mendukung sebisanya,” tutur Tukiyem.
Nur Aziza mengaku menghafal Al-Qur’an bukan karena dipaksa, melainkan karena lingkungan sekolahnya yang mendukung.
“Sekolah di sini memang lingkungannya Qur’ani, jadi saya ikut termotivasi. Saya biasanya target satu hari satu halaman, walau kadang lupa di ayat terakhir, tapi terus saya ulangi sampai hafal,” ujar Aziza sambil tersenyum malu.
Metode serupa juga dilakukan si kembar Zaynab dan Fatimah. Selama tiga tahun bersekolah di MTs MAS, keduanya konsisten menambah hafalan hingga mencapai 10 juz.
“Caranya sederhana saja, asal rutin. Sehari hafal satu halaman, meski kadang sulit kalau pas ujian. Tapi kalau istiqamah, ternyata bisa,” kata Zaynab, diiyakan oleh saudara kembarnya.
Kedua siswi kembar alumni SDI Raudlatul Jannah, Waru, Sidoarjo itu sepakat: semangat mereka datang dari keinginan untuk menghadiahkan “mahkota kemuliaan” bagi orang tua di surga.
Sang ayah, M. Habibi, yang merupakan dosen di STAIN An-Naja Indonesia Mandiri, mengaku bangga bukan main.
“Alhamdulillah, ini karunia Allah. Kami hanya bisa mendampingi dan memberi semangat. Saya tahu perjuangan mereka tidak mudah. Kadang hampir menyerah, lalu bangkit lagi. Sampai akhirnya mereka menemukan pola: satu hari satu lembar,” tuturnya.
Program tahfidz di MTs Masjid Al-Akbar dirancang bukan sekadar menambah hafalan, tapi juga membentuk karakter religius dan disiplin di tengah tantangan zaman.
“Kami ingin anak-anak tidak hanya cerdas secara akademik, tapi juga memiliki kekuatan ruhani dan cinta terhadap Al-Qur’an,” ujar Kepala MTs MAS, M. Jakfar.
Dari tangan-tangan kecil yang menggenggam mushaf itu, tumbuh harapan besar bahwa di balik panasnya wajan nasi goreng dan sibuknya kehidupan kota, masih menyala cahaya yang menuntun yakni cinta kepada Al-Qur’an dan keteguhan iman di usia muda. (*)
Editor: Abdel Rafi