Saturday, April 27, 2024
HomeEkonomikaNasionalGuru Besar Unair: Fenomena Childfree Memang Ada Dampak Positifnya!

Guru Besar Unair: Fenomena Childfree Memang Ada Dampak Positifnya!

Gita Savitri Devi (30), influencer yang mendengungkan fenomena childfree di Indonesia. (foto: istimewa)
 
SURABAYA – Beberapa waktu belakangan, keputusan untuk tidak memiliki anak atas kesadaran sendiri atau childfree menjadi topik perbincangan di media sosial. Perkara tersebut akibat pernyataan kontroversial influencer Gita Savitri Devi.
Fenomena childfree sebenarnya bukan fenomena baru yang ada di dunia, hal tersebut sudah banyak menjakiti beberapa negara maju. Ternyata, childfree bukan hanya berdampak bagi permasalahan sosial saja, beberapa aspek, seperti ekonomi pun juga terkena.
Menurut guru besar ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair), Prof. Dyah Wulansari, mengatakan bahwa untuk konteks masyarakat Indonesia, fenomena childfree memang masih sangat tabu.
“Dengan budaya yang mengakar, memiliki anak masih dianggap sebuah kebutuhan, bahkan penarik berkah tersendiri. Bahkan di kita ini bela-belain ya untuk punya anak. Kalau sulit, bahkan bela-belain untuk menggunakan bayi tabung sampai ke luar negeri yang biayanya cukup mahal,” ujarnya pada media ini, Senin (13/2/2023)
 
Dalam perspektif ekonomi, menurut Dyah, fenomena childfree tidak selamanya buruk. Bahkan bagi beberapa pihak justru akan menguntungkan. Wanita yang memilih untuk tidak punya anak, akan bertambah keproduktifannya dalam bekerja. Tentu saya, hal tersebut akan menguntungkan perusahaan tempat ia bekerja.
 
“Bagi pengusaha itu seneng juga ya, karena si wanita tidak punya anak, dia bisa bekerja dan tidak cuti melahirkan. Itukan ada undang-undangnya, bahwa wanita yang bekerja, dan dia melahirkan, maka berhak mendapatkan cuti. Itu sisi pengusaha,” imbuh Dyah.
 
Namun, fenomena tersebut juga telah mempengaruhi demografi beberapa negara, sebut saja Jepang dan Korea Selatan. Kedua negara ini bahkan memberikan insentif untuk mendorong warganya agar memiliki anak karena tingkat kelahiran yang semakin turun. Tren angka kelahiran yang rendah dalam jangka panjang dapat menyebabkan krisis sumber daya manusia dan memengaruhi ekonomi sebuah negara.
 
“Kalau di luar, negara yang penduduknya sedikit, mungkin boleh dikatakan krisis sumber daya sehingga harga tenaga kerja mahal. Mereka akan diganti oleh mesin-mesin, itukan akan berkembang seperti itu,” tukasnya.
 
Sebenarnya, menurut Dyah, banyak hal yang bisa dilakukan dan menjadi solusi bagi wanita yang ingin tetap bekerja walaupun mempunyai anak, misalnya, dengan menitipkan anak di childcare hingga meminta bantuan kepada orang dekat. Selain itu, memiliki anak pun tidak bisa dibandingkan dan disetarakan dengan hal yang bersifat non materi.
 
“Kalau ingin bahagia itu tidak harus tidak punya anak, ya. Banyak sekali alternatif yang bisa dilakukan, seperti hidup sehat, bagaimana menyikapi diri, olahraga, makan yang teratur, dan keseimbangan dalam hidup,” pungkasnya.
(mar/pkip/bti)
RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular