Friday, March 29, 2024
HomeGagasanDPRD Jatim "Lemah Syahwat" Berhadapan Dengan Eksekutif

DPRD Jatim “Lemah Syahwat” Berhadapan Dengan Eksekutif

 

Betapa “mandul”nya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Timur (DPRD Jatim) saat ini ketika berhadapan dengan pihak eksekutif.

Yah, ini adalah preseden buruk dan jeleknya tata kelola pemerintahan yang dijalankan oleh Pemprov Jawa Timur, terutama dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan anggaran yang luar biasa menunjukkan komunikasi politik dan politik anggaran yang tidak baik, jauh dari istilah good governance, tata kelola pemerintahan yang baik.

Selama ini, Pemerintah Provinsi Jawa Timur selalu tepat waktu mengesahkan dan menetapkan APBD di tanggal 10 Nopember sebagai tonggak bersejarah dengan semangat Hari Pahlawan, namun sayangnya dalam dua tahun terakhir hal tersebut terabaikan.

Alih-alih tepat waktu pengesahan, proses pengajuan pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) saja sudah menyalahi aturan. Seharusnya dokumen dimaksud sudah diserahkan paling lambat minggu kedua bulan Juli 2021 kepada DPRD, yang terjadi di Jawa Timur justru baru diserahkan pada 5 Oktober 2021.

Polemik yang memunculkan kegaduhan di DPRD Jawa Timur saat pembahasan P-APBD 2021 karena keterlambatan yang disebabkan oleh pihak eksekutif, memaksa DPRD untuk kejar tayang dan kebut-kebutan pembahasan selama delapan hari dan diwarnai dengan aksi protes dari beberapa anggota DPRD mewakili beberapa fraksi mulai dari wakil Partai Gerindra,  Demokrat, PAN,  PKB dan PKS, PBB dan Hanura. Bahkan Komisi C tidak membuat laporan akhir terkait pembahasan P-APBD 2021 sebagai bentuk protes.

Eksekutif berhasil “mengendalikan” pimpinan DPRD bahkan hak dan wewenang keseluruhan anggota DPRD dalam fungsi kontrol dan budgeting-nya. Ini pembiaran dan kesalahan fatal pertama.

Kesalahan dan preseden buruk kedua adalah tahapan pembahasan Rancangan APBD 2022, dimana dokumen KUA PPAS diserahkan ke kantor DPRD pada tanggal 8 Nopember 2021.

Dokumen KUA PPAS yang biasanya setiap anggota DPRD memperoleh satu salinan, kali ini hanya diserahkan satu dokumen di masing-masing fraksi. Hard copy terbatas, soft copy juga tak kunjung diberikan. Dokumen ini jadi pertanyaan besar dan menjadi dokumen langka bagi anggota DPRD Jatim untuk dibaca dan dicermati secara seksama dan teliti.

Kamis, 25 Nopember 2021, diagendakan rapat badan musyawarah (bamus) yang salah satu agenda pentingnya adalah jadwal pembahasan KUA PPAS dan RAPBD 2022. Rapat dihadiri oleh tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) mulai dari pelaksana harian Sekretaris Daerah Provinsi (Plh Sekda), Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda) dan Kepala Biro Hukum Provinsi. Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kusnadi dan Wakil Ketua Sahat Tua P Simanjuntak dan Anwar Sadad.

Presentasi dari TAPD yang disampaikan oleh Plh Sekda terlihat sangat tidak masuk akal dan terkesan memaksakan kehendak dengan mengajukan pengesahan APBD 2022 pada 30 Nopember 2021. Menurut kami, ini usulan “terkonyol” sepanjang sejarah perjalanan Pemerintahan di Pemprov Jawa Timur.

Perdebatan panjang di rapat internal Bamus antara membahas RAPBD 2022 atau tidak membahas sama sekali dengan mempertimbangkan konsekuensinya.

Menurut regulasi yang ada, jika keterlambatan pengesahan dan penetapan APBD 2022 maka sanksinya transfer pusat akan terlambat dan berakibat tertahannya hak keuangan Anggota DPRD, Gubernur dan Wakil Gubernur termasuk seluruh pegawai negeri sipil (PNS) dibawah naungan Pemprov Jatim.

Pada pasal 312  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ayat (2) dikatakan, DPRD dan Kepala Daerah yang tidak menyetujui bersama Rancangan Perda tentang APBD sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun, sebagaimana dimaksud ayat 1, dikenai sanksi administrasi berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan Perundang-undangan selama 6 bulan. Tetapi dalam ayat 3 disebutkan jika keterlambatan disebabkan kelalaian pihak eksekutif maka Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dikenakan kepada anggota DPRD.

Jika melihat Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2022 dan dikomparasikan dengan agenda atau jadwal pembahasan APBD Jawa Timur, maka bisa ditemui, “bahwa penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh Kepala Daerah kepada  DPRD paling lambat minggu II bulan Juli dan Kesepakatan antara Kepala Daerah dan DPRD atas Rancangan KUA dan Rancangan PPAS paling lambat minggu II bulan Agustus, tetapi faktanya nota kesepakatan tersebut baru digelar pada 27 November 2021 ini”.

Sedangkan untuk Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD oleh Kepala Daerah kepada DPRD Paling lambat Minggu IV bulan September bagi daerah yang menerapkan 6 (enam) hari kerja per minggu. Sedangkan persetujuan bersama DPRD dan Kepala Daerah terhadap APBD Paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran berkenaan.

Anehnya, jadwal untuk pengambilan keputusan atas persetujuan bersama APBD 2022 di Jawa Timur justru baru diagendakan pada 4 Desember 2021 mendatang.

Melihat dinamika pembahasan APBD 2022 ini, kami menilai ada ketidakseriusan dari pihak eksekutif untuk melakukan pembahasan APBD bersama pihak legislatif. Bahkan ini bisa menjadi jebakan untuk legislatif karena waktu yang diberikan juga sangat terbatas, sehingga legislatif seolah hanya diminta jadi “tukang stempel” saja. Hal ini dikarenakan prosesnya tidak melalui mekanisme pembahasan sebagaimana amanah yang tertuang dalam Permendagri 27/2021 dan tentu ini sangat mengibiri hak-hak legislatif. Entah kenapa ini seolah memperlihatkan betapa “lemah syahwat”nya teman-teman di DPRD Jatim berhadapan dengan “keperkasaan” pihak eksekutif.

 

MATHUR HUSYAIRI

Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular