Monday, November 24, 2025
spot_img
HomeEkonomikaDBH Cukai 10 Persen Mubazir Jika Pemda Diam Hadapi Rokok Ilegal

DBH Cukai 10 Persen Mubazir Jika Pemda Diam Hadapi Rokok Ilegal

Sekretaris Jenderal Komnas Pengendalian Tembakau Tulus Abadi. (foto: istimewa)

JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Rencana pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Rokok Ilegal oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mendapatkan dukungan luas. Namun, sejumlah pihak mengingatkan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah agar kebijakan ini tidak sekadar menjadi formalitas.

Salah satu suara kritis datang dari Sekretaris Jenderal Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi. Ia menegaskan bahwa keberadaan Satgas akan mubazir jika tidak dibarengi dengan aksi nyata dari pemerintah daerah (Pemda), yang selama ini juga mendapatkan kucuran dana khusus dari pemerintah pusat.

“Pemda itu sudah mendapat alokasi 10 persen dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang khusus untuk penegakan hukum. Tapi kalau mereka diam saja terhadap rokok ilegal, lalu untuk apa dana itu dicairkan?” tegas Tulus dalam keterangannya, Senin (30/6/2025).

Berdasarkan data dari CISDI, angka prevalensi peredaran rokok ilegal di Indonesia kini mencapai 10,77%. Ironisnya, penegakan hukum terhadap produk ilegal ini justru mengalami penurunan hingga 13,5 persen pada pertengahan 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Tulus menyebut bahwa rokok ilegal memiliki “dosa ganda”, yakni merugikan negara dari sisi pendapatan cukai, serta merugikan konsumen karena produk tersebut tidak memenuhi standar dan regulasi.

Menurutnya, ada empat hal mendesak yang perlu menjadi perhatian dalam pembentukan Satgas:

  1. Satgas Harus Sinergis dengan Pemda
    Pemda memiliki tanggung jawab penegakan hukum di wilayah masing-masing karena telah menerima dana dari DBH CHT. “Satgas tidak boleh kerja sendiri, harus paralel dengan gerak Pemda,” tegas Tulus.
  2. Sanksi Tegas bagi Pemda Pasif
    Ia mengusulkan agar dana DBH CHT tidak dicairkan ke daerah yang penegakan hukumnya lemah. “Anggaran tidak seharusnya digelontorkan jika tidak digunakan sesuai mandat,” ujar pria yang juga Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) itu.
  3. Pelibatan Publik
    Satgas perlu menggandeng unsur masyarakat sipil, khususnya organisasi yang konsisten mengadvokasi isu pengendalian tembakau. “Dukungan publik sangat penting agar gerakan ini punya daya dorong kuat,” kata Tulus.
  4. Reformasi Sistem Layer Cukai
    Tulus menyoroti sistem tarif cukai yang terlalu kompleks, dengan 8-9 layer berbeda. Menurutnya, banyaknya lapisan justru membuka celah penyimpangan dan memicu peredaran rokok ilegal. “Idealnya cukup 3–5 layer saja, agar pengawasan lebih mudah dan tidak disalahgunakan,” pungkasnya.

Dengan maraknya rokok ilegal di pasaran dan lemahnya pengawasan di daerah, Tulus menegaskan pentingnya konsistensi kebijakan. Ia berharap Satgas yang dibentuk tidak hanya hadir sebagai simbol, melainkan menjadi alat kendali yang benar-benar mampu mengurangi peredaran rokok ilegal dan memastikan dana DBH CHT digunakan tepat sasaran.(*)

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular