
TULUNGAGUNG, CAKRAWARTA com – Di bawah langit cerah, hari ini, Minggu (1/6/2025) pagi, semangat kebangsaan menyala di jantung Desa Ngantru. Di Taman Pancasila yang berdiri megah di lingkungan Pondok Pesantren Albadru Alaina, ratusan warga dari berbagai latar belakang berdiri tegak, memberi hormat kepada Sang Saka Merah Putih dalam upacara memperingati 80 tahun lahirnya Pancasila.
Di hadapan para pelajar, santri, tokoh agama, dan pemangku kebijakan lokal, gema lagu kebangsaan tak hanya menggugah, tapi juga meneguhkan: bahwa di desa kecil ini, Pancasila hidup dan menyatu dalam denyut kehidupan sehari-hari.
Danramil Tipe B 0807/04 Ngantru, Kapten Inf Usmar Umar, bersama unsur Muspika Ngantru, tampak berdiri kokoh di barisan depan, bersatu bersama rakyat dalam penghormatan penuh makna. Upacara dipimpin langsung oleh Kepala Desa Ngantru, Suryani, yang menjadi Inspektur Upacara, disaksikan oleh Camat Ngantru Sumarji Kuswantoro, Kapolsek Ngantru AKP Eddy Santoso, Pasiter Kodim 0807, para Babinsa dan Bhabinkamtibmas, serta para santri asuhan KH. Abah Amu Sugito.
Dalam amanatnya, Suryani menyerukan pesan yang tak hanya menyentuh logika, tapi juga menyalakan api di dada.
“Pancasila bukan sekadar dokumen sejarah, bukan hanya butir-butir yang kita hafalkan di sekolah. Ia adalah denyut nadi bangsa. Tanpa Pancasila, kemajuan kehilangan arah. Tanpa Pancasila, Indonesia kehilangan jiwa,” ucapnya lantang, disambut anggukan haru para peserta upacara.

Tema peringatan tahun ini, “Memperkokoh Ideologi Pancasila, Menuju Indonesia Raya”, bukan sekadar slogan. Di Ngantru, tema itu menjelma nyata dalam semangat warga yang menjaga toleransi, merawat gotong royong, dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan sejak dini pada anak-anak mereka.
Desa Ngantru bukan desa biasa. Ia telah menjadi Kampung Pancasila percontohan dan menerima KASAD Award 2024 sebagai desa berprestasi dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Bukan tanpa sebab. Di sini, masjid dan gereja berdiri berdampingan, petani dan santri saling membantu, dan aparatur desa menyatu dalam pelayanan yang adil bagi semua golongan.
“Ini bukan hanya penghargaan bagi kami,” ujar Suryani, matanya berkaca. “Ini adalah tanggung jawab -untuk terus menjaga warisan para pendiri bangsa, mewariskannya kepada anak cucu kami, agar Indonesia tetap tegak berdiri dalam damai.”
Hari itu, di tanah Ngantru yang bersahaja, terasa betul bahwa Indonesia besar bukan karena kekayaan alamnya semata, melainkan karena rakyatnya yang setia pada nilai-nilai luhur. Di tengah tantangan zaman, Desa Ngantru menunjukkan bahwa Pancasila bukan hanya ada di buku teks, tapi hidup dalam tindakan nyata.(*)
(Arwang/Rafel)