
JAYAPURA, CAKRAWARTA.com – Kamis (15/5/2025) pagi, Kantor Gubernur Papua di Jayapura menjadi saksi bisu dari kesepakatan penting. Di balik meja rapat, Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk menandatangani dokumen yang mungkin tak terdengar dramatis: Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Namun di dalamnya, termuat janji bahwa demokrasi di Papua tidak akan berjalan setengah hati.
“Kalau NPHD sudah diteken, artinya tidak ada lagi keraguan. Ini jalan konstitusional yang wajib kita tempuh,” ujar Ribka, lugas.
Anggaran senilai Rp 160,95 miliar digelontorkan dari APBD Papua. Bukan hanya untuk logistik, tapi juga untuk menjaga kepercayaan rakyat. KPU, Bawaslu, TNI, dan Polri menjadi bagian dari skema besar yang bertujuan satu: memastikan PSU pada 6 Agustus 2025 mendatang, berjalan jujur dan damai.
Penjabat Gubernur Papua Ramses Limbong menyebut bahwa administrasi tinggal soal waktu. “Kami sudah sepakat. Dana siap, komitmen jalan.”
Di ruang rapat itu, hadir tokoh-tokoh penting: Ketua DPR Papua, Pangdam, Kapolda, dan para penyelenggara pemilu. Tak sekadar formalitas, pertemuan itu adalah refleksi: bahwa demokrasi, terutama di tanah dengan sejarah panjang seperti Papua, menuntut lebih dari sekadar pemungutan suara.
Di tengah dinamika politik nasional, Papua memberi pengingat penting: demokrasi harus dibayar lunas—dengan anggaran, komitmen, dan keberanian moral.
(Ferdio/Rafel)