
Ketika malam turun perlahan di Jepang dan jalanan mulai sepi, ada cahaya lembut yang tampak bergerak di antara gang-gang perumahan. Bukan lampu toko yang belum tutup, bukan pula kendaraan patroli. Cahaya itu datang dari sebuah bus yang di dalamnya, bukan penumpang biasa yang duduk, melainkan para remaja yang tekun belajar.
Bus itu disebut night study bus, ruang belajar keliling yang kini menjadi simbol baru kepedulian sosial di Negeri Matahari Terbit itu. Setiap malam, bus-bus ini berkeliling ke kawasan yang jauh dari perpustakaan atau pusat bimbingan belajar. Mereka berhenti di lokasi-lokasi publik seperti lapangan kecil, halaman balai warga, atau tempat parkir umum dan menghadirkan ruang belajar di tengah masyarakat yang selama ini kurang terlayani.
Begitu pintu bus terbuka, remaja-remaja datang membawa buku dan ransel. Di dalam, mereka disambut suasana hangat yakni meja kecil berderet rapi, kursi empuk, pencahayaan yang nyaman, serta rak berisi buku-buku sumbangan. Wi-Fi tersedia untuk mengakses sumber belajar daring, sementara alat tulis dan kertas tersedia gratis. Tidak ada papan tulis besar atau nilai ujian yang menekan. Yang ada hanya ruang tenang, tawa kecil, dan semangat belajar.
Para tutor yang menemani berasal dari berbagai kalangan mulai dari mahasiswa universitas, pensiunan guru, bahkan pekerja kantoran yang ingin berbagi waktu selepas kerja. Mereka mengajarkan matematika, bahasa, sains, atau sekadar membantu mengerjakan PR. “Yang kami lakukan bukan hanya mengajar,” kata salah satu relawan. “Kami hadir agar anak-anak ini tahu, mereka tidak sendiri.”
Bagi banyak remaja, bus belajar malam ini lebih dari sekadar tempat mengerjakan tugas sekolah. Ia menjadi oase di tengah rutinitas yang padat dan rumah yang kadang tak menyediakan ruang tenang untuk belajar. Beberapa siswa datang karena orang tuanya bekerja hingga larut malam. Ada pula yang sekadar ingin merasakan suasana belajar bersama teman-teman sebaya.
Di dalam bus, tidak ada tekanan atau penilaian. Satu pertanyaan sederhana dari siswa bisa berubah menjadi diskusi hangat. Banyak yang datang hanya untuk duduk dan belajar dalam diam, menikmati suasana fokus yang sulit ditemukan di rumah. Semua berjalan alami, penuh empati.
Program ini menjadi bukti bahwa pendidikan tak selalu membutuhkan gedung megah atau anggaran besar. Dengan bus sederhana, meja belajar, dan orang-orang yang peduli, Jepang membuktikan bahwa akses terhadap ilmu bisa dihadirkan di mana saja, bahkan di atas roda yang bergerak menembus malam.
Cahaya dari dalam bus-bus itu bukan hanya penerangan bagi buku pelajaran, tapi juga simbol harapan. Harapan bahwa setiap anak, di mana pun mereka berada, berhak atas ruang untuk bermimpi dan belajar tanpa batas. Di tengah sepinya malam Jepang, bus-bus belajar itu terus melaju, membawa sinar kecil yang perlahan mengubah masa depan.(*)
Editor: Abdel Rafi



