Thursday, May 2, 2024
HomeSains TeknologiKesehatanBenarkah Sakit Kepala Merupakan Gejala Pecahnya Pembuluh Darah? Begini Faktanya

Benarkah Sakit Kepala Merupakan Gejala Pecahnya Pembuluh Darah? Begini Faktanya

ilustrasi. (foto: keck medicine of usc)

SURABAYA – Pecahnya pembuluh darah di kepala akan menyebabkan terganggunya suplai oksigen dan nutrisi pada otak dan proses desak ruang kepala yang mengganggu otak.

Menurut Pakar Kedokteran Vaskular, Dr. dr. Andrianto, SpJP(K) FIHA FAsCC, gejala yang sering terjadi pada seseorang yang berisiko mengalami pecah pembuluh darah di kepala adalah sakit kepala dan mirip dengan gejala penyakit lainnya sehingga banyak orang yang tidak sadar kalau ada masalah yang berpotensi pembuluh darah pecah di kepala.

“Keluhan sakit kepala dapat terjadi secara berulang. Rasa sakit yang dirasa akan meningkat seiring berjalannya waktu dan ketika diberi obat berupa anti nyeri yang umum digunakan tidak ada perbaikan. Kalau sampai tekanan yang ada di dalam kepala meningkat bisa terjadi mual dan muntah,” ujar Dokter Andrianto pada media ini, Senin (2/1/2023).

Selain itu, menurut dokter Andrianto, vertigo, kesulitan bicara, pingsan dan kelemahan otot tangan dan kaki juga menjadi gejala yang harus diwaspadai.

“Berbagai gejala tersebut perlu diwaspadai apalagi disertai faktor risiko seperti  usia lanjut, tekanan darah tinggi atau hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi, riwayat merokok, dan sebagainya. Oleh karenanya harus ada pemeriksaan lanjutan,” imbuhnya.

Dokter Andrianto menegaskan bahwa pecahnya pembuluh darah di kepala sangat erat kaitannya dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi. Sementara itu hipertensi berhubungan dengan tingginya kadar kolesterol, obesitas, diabetes, stres, dan merokok.

“Yang harus dilakukan untuk mencegahnya adalah perubahan gaya hidup sejak muda. Hipertensi yang tidak terkontrol berisiko tinggi menimbulkan terjadinya komplikasi, salah satunya pecah pembuluh darah di kepala,” papar pria yang juga dosen pada Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga itu.

Namun, menurut dokter Andrianto, penderita hipertensi tidak perlu risau akan hal ini karena mereka dapat melakukan pencegahan terjadinya komplikasi dengan cara mengontrol tekanan darah dalam batas normal.

“Sudah terbukti kalau tekanan darah bisa mencapai target normal maka akan menurunkan risiko komplikasi,” tukasnya.

Dokter murah senyum ini memaparkan bahwa ada strategi pengobatan yang bisa dilakukan penderita hipertensi baik non-farmakologis dan farmakologis. Pengobatan tipe non-farmakologi bisa dilakukan dengan cara mengubah gaya hidup seperti diet rendah lemak dan garam serta faktor risiko penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah dikontrol seperti kolesterol dan diabetes, tidak merokok, obesitas dikontrol, olahraga rutin, dan pengendalian stres.

“Terapi non-farmakologis ini merupakan hal yang penting sebelum menuju pada pengobatan farmakologis,” pesannya.

Sementara itu, terkait pengobatan farmakologis akan berbeda pada setiap individu. Pilihan obat yang digunakan disesuaikan dengan target tekanan darah yang harus dicapai. Evaluasi bertahap turut dilakukan dalam hal ini.

“Penderita hipertensi saya sarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara rutin agar risiko pecah pembuluh darah di kepala bisa dicegah. Target tekanan darah yang harus dicapai jika tidak ada faktor risiko penyakit lain seperti diabetes dan penyakit ginjal maka harus kurang dari 140/90 mmHg,” tandasnya mengakhiri keterangan.

(mar/pkip/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular