Friday, April 26, 2024
HomePendidikanAnak SD Bunuh Diri Karena Di-Bully, Begini Kata Pakar Psikologi

Anak SD Bunuh Diri Karena Di-Bully, Begini Kata Pakar Psikologi

ilustrasi perundungan (bullying) di sekolah. (gambar: scoonews)

SURABAYA – Berita duka datang dari Banyuwangi, Jawa Timur. Seorang anak kelas IV SD ditemukan tewas gantung diri di rumahnya. Pihak kepolisian setempat menduga korban bunuh diri karena depresi akibat sering di-bully tidak memiliki ayah oleh teman-temannya.

Pakar Psikologi Dr. Wiwin Hendriani, S.Psi., M.Si., mengatakan sekalipun peristiwa tersebut tidak jamak terjadi di masyarakat, tetapi merepresentasikan bagaimana tekanan kondisi psikologis anak bisa mengarah pada keputusan perilaku yang berisiko tinggi dan fatal.

“Ini menjadi refleksi pula bagi pihak orangtua, guru, dan para pendamping tumbuh kembang anak yang lain untuk melakukan langkah-langkah preventif agar kasus serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari,” ujarnya pada media ini.

Wiwin melanjutkan bahwa kasus tersebut bukan hanya menyoal perundungan, tetapi juga bagaimana orangtua dan guru mampu memberikan pengasuhan dan pendidikan. Di mana kedua hal itu dapat menguatkan berbagai keterampilan psikologis anak ketika menghadapi situasi yang tidak diharapkan.

Kemudian, pakar psikologi perkembangan itu mengatakan bahwa perundungan dapat berdampak buruk terhadap kondisi psikologis anak.

“Semakin sering frekuensi perundungan yang anak alami, maka makin tinggi pula intensitas dan variasi tipe perundungannya. Sebab itu, dampak yang ditimbulkan akan makin besar,” tegasnya.

Wiwin menuturkan bahwa ada beberapa dampak perundungan yang mungkin terjadi pada anak. Pertama, stres dan cemas. Anak yang mengalami perundungan akan merasa tertekan dan cemas setiap hari.

“Hal itu karena mereka merasa tidak aman dan tidak tahu kapan atau dimana serangan berikutnya akan terjadi,” imbuhnya.

Kedua, stres terus-menerus dan tidak tertangani yang mengarah pada depresi.

“Anak yang mengalami perundungan akan merasakan kesedihan yang sangat dalam, kehilangan minat pada hal-hal yang biasanya mereka sukai, merasa putus asa, dan kehilangan harapan akan masa depan,” paparnya.

Ketiga, anak yang mengalami perundungan cenderung merasa rendah diri dan tidak berharga. Terlebih jika mereka merasa tidak bisa melakukan apa pun untuk mengubah situasi.

“Tidak sedikit dari korban perundungan yang kemudian mengalami isolasi sosial. Mereka merasa terisolasi dari teman-teman, sulit untuk bergaul dan merasa tidak ada yang bisa mereka percayai atau ajak berbicara. Ini dapat terjadi jika teman-teman yang lain di luar pelaku perundungan juga tidak ada yang berusaha membantu atau memberikan dukungan yang menguatkan secara mental,” jelas ketua Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI) itu.

Keempat, riset juga menunjukkan bahwa sebagian korban perundungan memunculkan perilaku kekerasan dan agresi karena emosi yang begitu kuat, kesal, marah, dan frustasi yang sangat. Desakan emosi negatif tersebut dapat mendorong mereka merespons tekanan dengan kekerasan dan agresi, baik pada diri sendiri maupun orang lain.

“Terakhir, berbagai gangguan perilaku yang lain, seperti gangguan pola makan dan tidur yang diakibatkan oleh kondisi pikiran dan emosi yang dipenuhi oleh kecemasan dan ketidaknyamanan yang lain juga bisa terjadi,” pungkas dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga tersebut.

(mar/pkip/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular