Thursday, November 13, 2025
spot_img
HomeHukumDorong Reformasi Royalti Musik, Ahmad Dhani: LMK Perlu Audit dan Digitalisasi!

Dorong Reformasi Royalti Musik, Ahmad Dhani: LMK Perlu Audit dan Digitalisasi!

Musisi Ahmad Dhani (songkok hitam) saat menjadi salah satu pembicara dalam sebuah seminar nasional di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Senin (3/11/2025). (foto: Unair for Cakrawarta)

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Musisi sekaligus anggota DPR RI Ahmad Dhani Prasetyo menyerukan perlunya reformasi menyeluruh dalam sistem pengelolaan royalti musik di Indonesia. Ia menilai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) perlu segera bertransformasi ke sistem digital agar distribusi royalti bagi para pencipta lagu lebih transparan dan adil.

“Seharusnya sejak 2014 semua layanan sudah berbasis aplikasi digital. Tanpa sistem IT, banyak celah untuk kecurangan dalam pendistribusian royalti. Terbukti, hasil audit menunjukkan royalti untuk komposer sering dipotong sebelum diteruskan,” tegas Dhani dalam talkshow bertajuk “Kedudukan Blanket License dan Direct License dalam UU Hak Cipta”, yang digelar BEM Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR) di Surabaya, Senin (3/11/2025).

Acara tersebut menghadirkan sejumlah narasumber dari dunia hukum dan industri musik, di antaranya Mas Rahmah selaku Guru Besar Hak Kekayaan Intelektual FH UNAIR serta Candra Darusman, musisi senior yang juga dikenal sebagai tokoh pelindung hak cipta di Indonesia.

Dalam sesi diskusi, Ahmad Dhani menyoroti persoalan performing rights atau hak cipta pencipta lagu dalam pertunjukan langsung. Ia menilai perlindungan hak cipta di Indonesia masih terlalu terfokus pada platform digital, sementara hak royalti dari konser musik belum diatur secara proporsional.

“Saya ingin menekankan bahwa performing rights di konser harus menjadi fokus. Jangan hanya royalti dari streaming platform atau CD yang diperhatikan. Di Dewa19, saya sudah menerapkan sistem direct licensing, yaitu pembayaran langsung dari penyanyi kepada pencipta lagu di setiap konser,” papar Dhani.

Menurutnya, mekanisme direct license dapat menjadi langkah sementara untuk memastikan pencipta lagu memperoleh haknya secara layak, sembari menunggu sistem kolektif nasional yang benar-benar bersih dan transparan.

Menanggapi hal itu, Candra Darusman menjelaskan bahwa LMK dibentuk untuk mempermudah pengelolaan royalti di tengah kompleksitas industri musik Indonesia.
“Mengingat ada sekitar 700 radio, ribuan restoran, dan banyak panggung musik di seluruh Indonesia, LMK hadir untuk memfasilitasi distribusi royalti agar pencipta tidak perlu mengurus satu per satu pengguna karya,” ujarnya.

Namun, Candra mengakui tantangan besar masih ada di aspek transparansi dan akuntabilitas. Di sinilah gagasan Dhani soal digitalisasi dianggap relevan untuk memperkuat kepercayaan para musisi terhadap lembaga pengelola royalti.

Sementara itu, Mas Rahmah menegaskan bahwa perlindungan hak cipta harus diletakkan dalam kerangka hukum yang adil dan adaptif terhadap perubahan zaman. “LMK tidak boleh sekadar menjadi pihak pemungut royalti. Pengelolaan harus dilakukan secara terbuka dan profesional. Mekanisme opt-out perlu dipertimbangkan agar anggota LMK dapat menentukan lagu mana yang ingin dikelola secara kolektif,” jelasnya.

Diskusi yang berlangsung dinamis itu menegaskan bahwa perbaikan sistem royalti tidak hanya menyangkut aspek hukum, tetapi juga soal etika dan keadilan bagi para pencipta karya. Bagi Ahmad Dhani, perjuangan membenahi tata kelola royalti adalah bentuk nyata pembelaan terhadap hak-hak musisi Indonesia.

“Musik adalah karya intelektual. Kalau hak ciptanya tidak dijaga, sama saja kita membiarkan penciptanya kehilangan martabatnya,” pungkas Dhani.(*)

Kontributor: PKIP

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular