Wednesday, October 8, 2025
spot_img
HomePolitikaSolidaritas atau Pemalakan? Pungutan Wajib Berkedok Amal Dibongkar di Jakarta

Solidaritas atau Pemalakan? Pungutan Wajib Berkedok Amal Dibongkar di Jakarta

Bukti percakapan terkait iuran wajib yang dinilai berkedok amal. (foto: agung n)

JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Program Bulan Dana PMI di DKI Jakarta yang seharusnya menjadi momentum solidaritas kemanusiaan, justru menuai sorotan tajam. Ketua Umum Rekan Indonesia, Agung Nugroho, menuding kegiatan itu telah berubah arah: dari donasi sukarela menjadi pungutan wajib.

“Ini sudah menyimpang jauh. Donasi kok jadi kewajiban? Itu bukan amal, tapi pemalakan berkedok kemanusiaan. Dan ini sangat memalukan!” tegas Agung, Jumat (3/10/2025).

Agung memaparkan, pemaksaan terjadi di berbagai lini. Di sekolah, siswa diwajibkan menyetor lewat aturan resmi. Di lingkungan warga, RT/RW ditekan oleh kelurahan hingga rela memakai dana operasional untuk menutupi setoran. Lebih ironis, pekerja PJLP (Penyedia Jasa Lainnya Perorangan) dipatok iuran sesuai jabatan mereka.

Bukti itu terkuak dari percakapan grup WhatsApp PJLP Duren Sawit, Jakarta Timur. Instruksi Sudin LH menyebut semua PJLP harus menyumbang dengan nominal tertentu: Rp55 ribu untuk kru 3R/CS, Rp60 ribu untuk sopir lintas, Rp70 ribu untuk sopir truk besar, Rp75 ribu untuk montir, hingga Rp105 ribu untuk operator alat berat.

Hanya dari 1.357 PJLP di Jakarta Timur, dana yang terkumpul mencapai Rp82,93 juta. Angka fantastis ini menunjukkan pungutan bukan lagi sukarela, melainkan sistematis dan terstruktur.

Kekecewaan para pekerja pun tumpah di grup WA. Salah seorang PJLP menulis getir, Naik ya iurannya pak kasan… Di Timur doank ini kaya gini.” Ungkapan sederhana yang menggambarkan tekanan tanpa pilihan.

Agung menegaskan, jika praktik ini terus dibiarkan, maka citra PMI sebagai lembaga penolong bencana akan tercoreng. “Kalau begini, rakyat bisa melihat PMI bukan lagi datang membawa bantuan, tapi sekadar tukang tagih iuran. Kepercayaan publik bisa hancur,” ujarnya.

Karena itu, Agung mendesak Gubernur DKI turun tangan menghentikan segala bentuk pemaksaan berkedok donasi. “Kalau Gubernur diam, berarti Pemprov ikut membiarkan rakyat dipalak. Donasi hanya bernilai kalau lahir dari hati, bukan dari ketakutan,” tutupnya. (*)

Editor: Abdel Rafi 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular