Wednesday, September 24, 2025
spot_img
HomePolitikaKapolri Bikin Tim Reformasi Sendiri, Prof Henri Unair: Tanda Mendahului atau Melawan...

Kapolri Bikin Tim Reformasi Sendiri, Prof Henri Unair: Tanda Mendahului atau Melawan Presiden?

Ilustrasi. (gambar: Cakrawarta)

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Ketegangan politik di tubuh kepolisian kembali memanas. Presiden Prabowo Subianto baru saja menunjuk Jenderal Polisi Kehormatan (Purn) Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Bidang Kamtibmas dan Reformasi Kepolisian pada 17 September 2025. Namun, pada hari yang sama, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga buru-buru membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri internal.

Langkah cepat Listyo inilah yang memunculkan pertanyaan yaitu siapa sebenarnya yang memimpin agenda reformasi polisi, presiden atau kapolri?

Pakar komunikasi politik Universitas Airlangga, Prof. Henri Subiakto, menilai situasi ini sarat dengan makna politik.
“Penunjukan Ahmad Dofiri adalah sinyal kuat bahwa Presiden Prabowo ingin mengendalikan langsung reformasi Polri dari Istana. Tapi, pembentukan tim internal oleh Kapolri sehari setelahnya bisa dibaca sebagai upaya defensif, bahkan tanda ‘melawan’ presiden,” tegas Henri, Selasa (23/9/2025).

Menurut Henri, keberadaan dua tim reformasi yang lahir di hari yang sama menimbulkan tafsir ganda. Di satu sisi, Polri terlihat proaktif ingin berbenah. Tapi di sisi lain, ada kesan Kapolri ingin melindungi struktur yang sudah dibangunnya agar tidak “diganggu” rekomendasi radikal dari tim bentukan Presiden.
“Ini bukan sekadar soal teknis reformasi, tapi soal siapa yang lebih berkuasa mengarahkan Polri, Presiden Prabowo atau Kapolri Listyo,” jelasnya.

Henri juga menyoroti langkah Presiden Prabowo yang memberi pangkat kehormatan bintang empat kepada Ahmad Dofiri sebelum resmi dilantik. “Ini politik simbolik. Dofiri bukan orang Listyo, ia lebih senior, tegas, dan punya rekam jejak bersih. Artinya, Prabowo sedang membangun barisan baru di luar loyalis Listyo,” katanya.

Kondisi ini, lanjut Henri, menjadi ujian awal soliditas pemerintahan Prabowo. “Kalau reformasi gagal atau hanya jadi omong kosong, citra Presiden Prabowo bisa jatuh. Sebaliknya, jika ia berhasil mendobrak resistensi internal Polri, dukungan publik akan makin kuat,” ujar mantan Staf Ahli Menkominfo itu.

Reformasi Polri memang menjadi isu besar pasca pemilu 2024 dan demonstrasi Agustus 2025. Publik menuntut perubahan menyeluruh karena citra polisi dinilai terlalu dekat dengan politik dan represif terhadap kebebasan berpendapat.
“Presiden Prabowo akan diukur dari kemampuannya membersihkan institusi ini. Tapi jelas, ada yang tidak suka dengan langkah presiden. Di sinilah tarik-menarik kekuatan berlangsung,” pungkas Henri.

Kini bola panas ada di tangan Presiden Prabowo dan Kapolri Listyo. Apakah kedua tim reformasi bisa bersinergi atau justru berjalan sendiri-sendiri, akan menentukan masa depan Polri dan legitimasi kekuasaan Presiden Prabowo Subianto hingga 2029. (*)

Editor: Tommy dan Abdel Rafi 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular