Saturday, October 25, 2025
spot_img
HomePendidikan30 Penulis Muda Berkumpul di Tebuireng, Siap Abadikan Kisah Kiai NU dalam...

30 Penulis Muda Berkumpul di Tebuireng, Siap Abadikan Kisah Kiai NU dalam Buku

Para pembicara dan mentor saat menyampaikan materi mereka dalam workshop bertema Menulis Kiai, Merawat Tradisi Ilmu” Aula Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, Sabtu (25/10/2025). (foto: Hari Prasetia)

JOMBANG, CAKRAWARTA.com – Aula Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, Sabtu (25/10/2025), tampak lebih hidup dari biasanya. Tiga puluh penulis muda dari berbagai daerah duduk berhadap-hadapan, membawa naskah terbaik mereka. Mereka datang dengan satu tekad yaitu menulis dan mengabadikan kisah para kiai Nahdlatul Ulama (NU) dalam bentuk buku.

Workshop kepenulisan bertema Menulis Kiai, Merawat Tradisi Ilmu ini digagas oleh Lembaga Ta’lif wan Nasyr (LTN) PCNU Jombang. Dari total 116 naskah yang dikirimkan, hanya 30 peserta terpilih yang berkesempatan mengikuti pelatihan eksklusif ini.

“Workshop ini menjadi langkah awal penerbitan buku tentang kiprah para kiai NU yang selama ini belum banyak dibukukan,” ujar Muhammad Fatih, ketua panitia kegiatan. Menurutnya, setelah mendapat pembekalan dari para pemateri, peserta akan melakukan revisi akhir sebelum karya mereka diterbitkan.

Para peserta datang dari berbagai daerah mulai dari Ponorogo, Bojonegoro, Yogyakarta, hingga santri internal Tebuireng sendiri.

Ketua PCNU Jombang KH Fahmi Amrullah Hadzik atau Gus Fahmi, yang membuka acara, menegaskan bahwa menulis bukan perkara rumit, asal tekadnya kuat.

“Menulis itu sebenarnya mudah, yang sulit itu malas kita,” ujarnya, disambut tawa peserta.

Pengasuh Pesantren Tebuireng Putri itu menambahkan, tradisi menulis sejatinya telah mendarah daging dalam sejarah NU.

“KH Hasyim Asy’ari menulis Tanbihat wal Wajibat juga bermula dari hal ringan, mulai dari kegelisahan melihat peringatan Maulid Nabi yang disertai kemungkaran. Dari kegelisahan lahir karya,” tuturnya memberi teladan.

Menghidupkan Kembali Warisan Literasi Ulama

Salah satu pemateri, Mukani, pengurus LTN PWNU Jawa Timur sekaligus dosen STAI Darussalam Nganjuk, menekankan pentingnya menulis sebagai bentuk pengabdian dan pembuktian kader NU.

“Menjadi anggota NU atau alumni Tebuireng itu biasa. Tapi menjadi penulis yang meneladani KH Hasyim Asy’ari, itu luar biasa,” tegas penulis 39 buku ini.

Mukani juga memaparkan hasil risetnya bahwa KH Hasyim Asy’ari sepanjang hidupnya menulis 23 kitab dan risalah. Namun, tradisi literasi semacam itu, menurutnya, kini mulai jarang ditiru.

“Padahal di situlah jejak pemikiran dan keteladanan kiai kita bisa terus hidup,” katanya.

Penerima Anugerah Tokoh Literasi Kementerian Agama Jawa Timur 2024 itu mengingatkan agar para penulis muda tidak takut dikritik.

“Jangan mudah masuk angin kalau tulisan dikritik. Itu bagian dari proses belajar. Penulis hebat pun ditempa dari banyak revisi,” ujarnya sambil tersenyum.

Bagi Mukani, menulis tentang tokoh NU bukan sekadar kerja intelektual, tetapi juga tindakan spiritual, bentuk penghormatan kepada guru bangsa.

“Ada nilai-nilai luhur yang harus diwariskan lewat tulisan, agar generasi penerus tak kehilangan keteladanan,” pungkasnya.

Workshop ini menjadi salah satu upaya nyata LTN PCNU Jombang dalam menghidupkan kembali semangat literasi di kalangan santri dan kader muda NU. Dari Tebuireng, semangat itu menyala yakni ketika pena santri menulis, maka sejarah kiai kembali hidup dalam kata.(*)

Kontributor: Hari Prasetia

Editor: Abdel Rafi 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular