Friday, April 26, 2024
HomeGagasanGolkar Pasca Penetapan Tersangka Setya Novanto

Golkar Pasca Penetapan Tersangka Setya Novanto

setya novanto

Korupsi adalah extraordinary crime, salah satu bentuk kejahatan yang disetarakan dengan kejahatan kemanusiaan (against humanity) karena dampaknya luas terhadap sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Korupsi juga selalu dilakukan dengan berkelompok, atau melibatkan lebih dari satu pihak. Karena itu perbuatan korupsi selalu terencana, sehingga tidak tepat disebut sebagai musibah jika tertangkap oleh aparat penegak hukum.

Kasus Setya Novanto (SN) dan sejumlah pihak yang terkait dalam dugaan persekongkolan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara ditaksir sekitar 2,3 trilliun rupiah itu telah lama menjadi perhatian publik. Tarik ulur Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menetapkan tersangka dalam kasus ini sempat menimbulkan kecurigaan bahwa KPK telah diintervensi oleh istana, terutama karena pernyataan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) pada saat menyampaikan materi Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar di Kalimantan Timur beberapa waktu lalu. LBP menyampaikan kepada peserta Rapimnas Golkar agar tidak usah memikirkan persoalan Setya Novanto di KPK. “Sudah ada yang urus,” kata LBP kala itu.

Tentu saja dengan kapasitas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar SN memiliki power politics yang “besar” untuk bargaining politik dengan Pemerintah. Publik pun berspekulasi bahwa SN dilindungi oleh Istana. Spekulasi opini itu begitu kuat, dan menjadi isu politik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai kesempatan membantah spekulasi politik itu. Jokowi maupun KPK tentu saja dirugikan oleh spekulasi opini politik yang membesar tersebut. Momen pun nampaknya bersambut, hanya berselang dua hari setelah diperiksa KPK, SN bertemu Presiden. SN memberikan keyakinan kepada Jokowi bahwa Pansus KPK tidak untuk melemahkan KPK, bahwa DPR siapa mengamankan PERPPU Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas, dan tentu kembali memegaskan bahwa Partai Golkar tetap solid mendukung pencapresan kembali Jokowi pada 2019 mendatang, sehingga mendukung penuh keinginan Pemerintah menetapkan Presidential Treshold hingga 20%.

Hanya berselang beberapa jam setelah SN diterima Presiden, di bilangan Kuningan Jakarta Selatan, Ketua KPK Agus Rahardjo mengumumkan penetapan SN sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan KTP elektronik.

Golkar Konsolidasi

Golkar, partai dengan cadangan politisi yang banyak. Dari yang banyak itu terdapat sejumlah kelompok-kelompok politik atau kubu yang tidak bersifat permanen, tapi biasanya terbentuk secara ad hoc secara insidental di saat ada momen-momen internal di Golkar. Kubu SN tentu saja yang sedang berkuasa di DPP Golkar saat ini. Sesaat setelah SN ditetapkan sebagai tersangka, “orang dekat” SN bertemu di kediaman SN, diantaranya Nurdin Halid dan Idrus Marham hadir dalam pertemuan itu. Nurdin Halid selaku Ketua Harian, sesaat setelah pertemuan menyampaikan bahwa mereka menolak ide Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk menggantikan SN dan tetap mempertahankan SN sebagai Ketum Golkar maupun Ketua DPR.

Tentu saja yang berbeda pandangan atas keputusan “tidak resmi” itu menolak. Pandangan lain seperti yang disampaikan politisi senior yang juga mantan Ketum Partai Golkar Akbar Tandjung, menilai bahwa jalan keluar yang terbaik untuk atasi krisis politik internal di Golkar adalah dengan Munaslub.

Perdebatan kedua cara pandang inilah yang sedang menghangat di Golkar saat ini. Jika saja kubu SN tetap ngotot tidak ingin Munaslub, dipastikan bahwa partai itu akan menuai krisis politik yang berkepanjangan akibat konflik internal. Namun jika semua pihak setuju Munaslub, forum tersebut akan melahirkan sejumlah “kejutan-kejutan” politik baru dalam kancah politik nasional. Resonansinya tentu akan mempengaruhi kebijakan pemerintah sehingga pihak istana diduga kuat akan terus memantau perkembangan politik di Golkar.

Saya kira Golkar memerlukan tokoh baru yang relatif muda, bersih, dan berkarakter nasionalis dari kalangan muslim modernis. Tapi harus dipastikan tidak memiliki ambisi jadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) sehingga bisa fokus mengurus konsolidasi internal Golkar.

HASANUDDIN

Sekretaris Lembaga Pengelola Kaderisasi DPP Partai Golkar periode 2010-2015

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular