Saturday, April 27, 2024
HomeEkonomikaYLKI Nilai Naiknya Iuran BPJS Kontraproduktif

YLKI Nilai Naiknya Iuran BPJS Kontraproduktif

images (1)
ilustrasi. (Foto: istimewa)

JAKARTA – BerdasarkanPerpres Nomor 19 Tahun 2016, Pemerintah menetapkan kenaikan iuran BPJS, yang akan diberlakukan per 1 April 2016. Alasan kenaikan yang dikemukakan ke publik adalah demi menutup defisit operasional yang mencapai lebih dari Rp 7 triliun, sejak 2014. Terlepas dari soal defisit, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kebijakan menaikkan tarif iuran BPJS tidak tepat.

“Kenaikan iuran BPJS untuk peserta mandiri adalah kebijakan yang kontra produktif dan tidak mempunyai empati, di saat sedang lesunya pertumbuhan ekonomi dan menurunnya daya beli masyarakat,” ujar Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi di Jakarta, Minggu (13/3/2016) malam.

Menurut Tulus, sampai detik ini, BPJS belum mempunyai standar pelayanan minimal yang jelas, sehingga hampir di semua lini pelayanan BPJS masih sangat mengecewakan masyarakat. Masih banyak pasien yang ditolak opname di rumah sakit tanpa alasan yang jelas. Sekalipun diterima rumah sakit, tapi service rumah sakit terhadap peserta BPJS sangat timpang dibanding dengan peserta non-BPJS. Ada lagi kekecewaan seperti obat tertentu yang tidak ditanggung, dan antrian panjang, hingga pasien menjemput ajal karena belum ada tindakan medis.

Kenaikan tarif BPJS juga merupakan pelanggaran prinsip kegotongroyongan yang menjadi “jiwa” asuransi sosial dalam BPJS.

“Jika tarif BPJS terus dinaikkan, apa bedanya BPJS dengan asuransi komersial? Kenaikan iuran BPJS bisa dikategorikan melanggar NAWACITA,” tegas Tulus.

Pihak YLKI menyarankan jika Pemerintah ingin menaikkan iuran BPJS, seharusnya yang dinaikkan adalah peserta PBI, yang menjadi tanggungan negara. Pemerintah harus menambah besaran iuran PBI, sebagai tanggungjawab konstitusional negara, bahwa kesehatan adalah hak asasi warga negara. Tulus menambahkan, seharusnya pemerintah justru berterima kasih pada peserta BPJS mandiri, bukan malah mengeskploitasinya dengan menaikkan tarifnya.

“Pemerintah bisa menggunakan separuh dari dana cukai rokok yang diperolehnya untuk menambah besaran iuran PBI,” ujar tokoh yang juga pejuang antitobacco itu.

YLKI menyatakan pihak manajemen BPJS dan tentunya Pemerintah jangan beranggapan bahwa setelah ada BPJS tidak serta merta masyarakat tidak mengeluarkan belanja kesehatan, selain BPJS. “Justru yang terjadi sebaliknya, masyarakat lebih banyak mengeluarkan budget kesehatan (fee for service), sebagai akibat masih buruknya pelayanan BPJS,” kata Tulus.

Sebenarnya, menurut Tulus, berapapun iuran yang diberikan BPJS, maka finansial BPJS akan tetap defisit, bahkan jebol jika belum ada perbaikan fundamental dari sisi hulu, yakni memperbaiki perilaku hidup sehat masyarakat (dengan tindakan preventif promotif), dan mengembalikan distrust (ketidakpercayaan) masyarakat pada pelayanan kesehatan tingkat dasar.

“Karenanya YLKI mendesak pemerintah untuk membatalkan kenaikan iuran BPJS, dengan pertimbangan-pertimbangan yang kami berikan ini,” pungkasnya.

(ta/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular