Thursday, July 10, 2025
spot_img
HomeGagasanTugas Berat Sopir Mengantar Kyai : Etika, Khidmah, Tanggung Jawab dan Keselamatan

Tugas Berat Sopir Mengantar Kyai : Etika, Khidmah, Tanggung Jawab dan Keselamatan

Dalam beberapa waktu terakhir, kita disuguhi kabar duka dari jalanan, wafatnya para kiai dan gus dalam perjalanan dakwah. Bukan karena medan konflik, bukan pula bencana besar, tetapi karena kecelakaan lalu lintas yang acap kali terjadi dalam proses menuju lokasi tujuan. Ironisnya, musibah ini seringkali bukan disebabkan oleh tujuan perjalanan itu sendiri, melainkan oleh sikap kita yang kerap menganggap perjalanan sebagai sesuatu yang sepele atau biasa.

Dalam praktiknya, banyak kiai dan dai yang melakukan perjalanan jauh untuk memenuhi banyak undangan dakwah. Mereka membawa ilmu, pesan moral, dan harapan umat. Namun di balik kemudi kendaraan mereka, seringkali duduk para santri muda yang dijadikan sopir. Enerjik, responsif, tetapi tidak jarang terlalu bersemangat dan kurang menyadari besarnya tanggung jawab yang mereka emban.

Padahal, sopir kiai bukan sekadar pengemudi. Ia adalah pengawal keselamatan ulama yang ditunggu oleh ratusan bahkan ribuan jamaah di tempat tujuan. Ia memegang amanah berat, bukan hanya nyawa seseorang, tetapi juga keberlangsungan ilmu, santri dan pesantren, bahkan harapan keluarga sang kiai. Maka dari itu, keselamatan dalam perjalanan adalah bagian integral dari misi dakwah itu sendiri.

Micro Sleep adalah Perampok Nyawa Tanpa Peringatan

Banyak kecelakaan maut yang menimpa para kiai, dai, gus dan sopir bukan terjadi karena ban pecah atau rem blong, melainkan karena satu musuh sunyi yang sering tak disadari bernama micro sleep.

Micro sleep adalah kondisi dimana otak “tertidur” selama 1 hingga 30 detik tanpa disadari. Seseorang yang mengalami micro sleep tetap membuka mata, tetap duduk di belakang kemudi, tetapi otaknya kosong seperti mati sejenak. Dalam detik-detik itulah, mobil bisa meluncur tanpa kendali, menabrak pembatas jalan, menyeberang jalur, atau menubruk kendaraan lain, tanpa ada reaksi rem, tanpa sempat menghindar.

Menurut data badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) dan lembaga keselamatan jalan raya di berbagai negara, micro sleep adalah penyebab utama kecelakaan fatal dalam perjalanan jarak jauh, terutama di malam hari atau setelah aktivitas padat tanpa tidur cukup.

Sebuah studi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dilakukan oleh Rani Rahmadiyani dan Ari Widyanti pada tahun 2023 menegaskan temuan ini. Dalam riset tersebut, 79% responden mengaku pernah menyetir dalam keadaan mengantuk, dan dari jumlah itu, sekitar 32% di antaranya nyaris mengalami kecelakaan serius akibat kondisi micro sleep.

Yang perlu digaris bawahi micro sleep tidak bisa dicegah dengan kopi atau musik keras. Hanya bisa dicegah dengan tidur yang cukup dan istirahat yang layak. Maka penting bagi para kiai dan panitia acara untuk mulai membangun budaya keselamatan yang ketat.

Kelelahan adalah musuh yang tak berbunyi, dan micro sleep adalah perampok nyawa tanpa peringatan.

Menempatkan Etika Berkendara Sebagai Fikih Khidmah

Etika berkendara dalam konteks dakwah tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai tanggung jawab sosial dan spiritual. “Khidmah” kepada kiai bukan hanya soal membungkuk di depan kyai, mencium tangan, membawa tas atau menemani ke podium, tetapi juga memastikan perjalanan berjalan lancar, aman, dan tidak membahayakan siapa pun di jalan. Dalam perspektif fikih sosial, menjaga nyawa adalah bagian dari maqashid al-syari’ah (tujuan syariat), dan oleh karenanya menjaga keselamatan dalam perjalanan termasuk amal ibadah.

Jika sopir mulai ngebut, bergaya seperti pembalap Formula 1 atau Street Racing di jalan tol, maka penting untuk segera diingatkan. Bukan dengan amarah, tetapi dengan kalimat yang menohok namun sopan: “Mas, kita mau ngaji, bukan balapan. Santai saja, kita gak sedang dikejar-kejar orang gila.”

Teguran semacam ini bukan sekadar guyonan, tetapi bagian dari adab perjalanan dengan mengingatkan, menasihati, dan menjaga sesama dalam bingkai tanggung jawab kolektif.

Berangkat Lebih Awal, Datang dengan Waktu Luang

Budaya “last minute” dalam menghadiri undangan pengajian seringkali menjadi potensi pemicu kecelakaan. Terburu-buru karena takut terlambat, membuat sopir terpaksa mengemudi secara agresif. Padahal, dengan perencanaan waktu yang lebih longgar, banyak hal baik yang bisa dilakukan mulai waktu silaturahmi, bisa istirahat sebelum naik podium, bahkan bisa muthala‘ah materi di mobil.

Lebih dari itu, kendaraan para kiai sejatinya adalah ruang ibadah berjalan. Di sinilah zikir dipanjatkan, doa safar dibaca, kitab dibuka, catatan ditulis, dan renungan disusun. Namun semua itu hanya mungkin jika perjalanan berjalan dengan tenang, nyaman, dan tidak menguras adrenalin.

Hubungan Humble dan Egaliter antara Kiai dan Sopir

Seringkali relasi antara kiai dan sopir bersifat hirarkis dan kaku. Padahal, hubungan yang manusiawi dan setara jauh lebih menyelamatkan. Sopir yang ngantuk tidak akan bilang terus terang kalau relasi dengan kiai terlalu kaku. Ia sungkan. Takut dianggap lemah. Tak enak kalau harus minta tidur. Maka mereka memilih diam, lalu menyetir dengan kepala berat

Biarkan sopir menyampaikan jika dirinya lelah atau mengantuk. Jika memang dibutuhkan sangat mendesak, kiai pun tak tabu untuk mengambil alih kemudi. Sikap rendah hati semacam ini bukan hanya mencerminkan akhlak mulia, tetapi juga menjadi contoh adab perjalanan yang penuh tanggung jawab.

Memberi ruang kepada sopir untuk memutar lagu favorit (selama dalam batas wajar) atau rehat sejenak di rest area merupakan bentuk penghargaan terhadap hak-haknya sebagai manusia. Sopir tidak bosan dengan suasana yang monoton. Karena, sekali lagi sopir bukan robot. Ia juga punya kebutuhan jasmani dan mental untuk tetap waspada.

Sediakan Hak Istirahat Bagi Sopir di Lokasi Acara

Saat tiba di lokasi pengajian, panitia hendaknya diinformasikan bahwa kiai membawa sopir. Maka seyogianya panitia juga menyediakan ruang istirahat atau setidaknya tempat nyaman bagi sang sopir untuk beristirahat. Tidak sedikit kasus di mana sopir malah disuruh menjaga parkir atau dibiarkan keluyuran tanpa kejelasan, padahal tenaganya akan sangat dibutuhkan untuk perjalanan pulang dalam kondisi fit.

Komunitas informal seperti Sopir Kiai (SK) sering kali memiliki kebiasaan berkumpul saat atau selepas acara untuk merokok atau bercengkerama. Tidak dilarang, tapi harus dibatasi. Sebab pada titik itulah kelelahan memuncak, kantuk datang, dan risiko meningkat. Maka peran sang kiai atau pemilik kendaraan sangat sentral, pastikan sopir beristirahat cukup sebelum kembali berkendara. Komunitas Sopir Kyai (SK) hendaknya membangun budaya atau standar operasional prosedur (SOP) tentang bagaimana menjadi sopir kyai yang baik dan benar. Dan jaringan SK yang ada di banyak daerah bisa saling membantu tempat untuk sopir Kyai istirahat.

Jika keselamatan adalah bagian dari dakwah, maka mengistirahatkan sopir sebelum pulang adalah bagian dari menjaga amanah dakwah itu sendiri.

Langkah Teknis dan Spiritualitas Perjalanan

Beberapa langkah preventif teknis lain juga perlu diperhatikan, diantaranya :
– Bawalah dua sopir untuk perjalanan jauh,
– Hindari perjalanan malam jika tidak mendesak.
– Pastikan kondisi kendaraan layak jalan: ban, rem, oli, lampu
– Sediakan bantal leher, minyak kayu putih, air hangat, dan camilan
– Baca doa sebagai perlindungan spiritual

Jika doa adalah sabuk pengaman spiritual. Namun sabuk pengaman teknis jangan sampak dilupakan. Keduanya adalah ikhtiar yang tidak boleh dipisahkan.

Penutup: Dakwah Harus Sampai, Tapi Jangan Tergelincir di Jalan

Dakwah adalah misi mulia. Tapi jangan biarkan kemuliaan itu pupus hanya karena kelalaian teknis di perjalanan. Seorang ulama pernah berkata “Ilmu itu cahaya. Tapi ia tidak akan sampai jika pembawanya tergelincir di jalan.”

Mari kita bangun budaya perjalanan dakwah yang lebih manusiawi, penuh etika, dan mengedepankan keselamatan. Sebab, menjaga nyawa bukan hanya perintah medis, tapi juga perintah agama.

Mari kita jaga para kyai sebagai lentera ilmu dalam misi dakwah umat dan sopir kyai yang tulus ikhlas membersamai perjuangan dengan menunjung tinggi prinsip-prinsip keselamatan berkendara.

Kita doakan para kiai, dai dan gus yang telah wafat dalam perjalanan dakwah, semoga diterima sebagai syuhada ilmu, dan semoga para sopir yang setia menemani diberi kekuatan, keikhlasan, dan keberkahan hidup.

Al-Fatihah.

GUS MAHATHIR MUHAMMAD

Santri sekaligus Wakil Bendahara IKA PMII

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular