JAKARTA – Kebijakan pemerintahan Jokowi melalui Jasa Raharja untuk menaikkan tarif 9 ruas tol dinilai bisa memicu pelemahan ekonomi saat pandemi yang kini belum pulih.
“Seharusnya kenaikan tarif bisa ditunda sembari menunggu pemulihan ekonomi akibat hantaman pandemi Covid-19,” ujar Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi dalam keterangan persnya, Selasa (19/1/2021).
Menurut Tulus, pemerintahan Jokowi dan operator tol tidak bisa serta merta beralasan bahwa kenaikan tarif tol sudah diatur dalam regulasi. Argumentasi Tulus bahwasanya kebijakan menaikkan tarif tol dalam kondisi normal memang cukup absah, tetapi dalam kondisi pandemi, pemerintah dan operator tol dinilai justru seharusnya melakukan relaksasi terhadap kenaikan tarif.
“Jika kenaikan itu dilakukan pada jenis kendaraan logistik dan angkutan umum, bisa berdampak terhadap kenaikan harga barang pada kalangan end user,” tegasnya.
Selain itu, Tulus menekankan bahwasanya kenaikan tarif seharusnya diimbangi dengan kenaikan Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol, yang audited oleh lembaga independen.
“Selama ini kemampuan operator jalan tol dalam memenuhi SPM hanyalah klaim sepihak saja. Tanpa pemenuhan SPM yang handal, maka kenaikan tarif tol tidak bisa dilakukan oleh pemerintah dan operator tol,” pungkasnya.
(bm/bti)