JAKARTA – Tren menguatnya mata uang rupiah yang kembali pada kisaran 13.000an diharapkan tidak membuat pemerintah dan publik terlena. Penguatan rupiah yang lebih dikarenakan sentimen pasar jika tidak diantisipasi baik tidak akan berdampak apa-apa pada perekonomian riil Indonesia. Demikian pesan dari akademisi kenamaan Universitas Indonesia, Prof. Sri Edi Swasono.
“Jangan menipu-diri atau tertipu. Kalau rupiah menguat (apalagi kalau cuman beberapa strip) memangnya perekonomian rakyat bisa terangkat? Kemiskinan bisa anjlok, pengangguran bisa berkurang, kedaulatan ekonomi nasional yang terjual dan tergadai bisa kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi lagi khususnya pribumi?” ujar Sri Edi kepada Cakrawarta, Minggu (11/10).
Sri Edi menambahkan, kunjungan Presiden Joko Widodo ke Bukittinggi, Sumatera Barat tepatnya rumah tempat lahir Bung Hatta dan menyinggung soal koperasi harus dibaca secara strategis.
“Kemarin (9/10) di Bukittinggi ketika Presiden dan Ibu Negara mengunjungi rumah tempat lahir Bung Hatta 1902, Presiden bikin pernyataan stragegis bahwa koperasi harus direformasi total. Tentu yang dimasudkan reformasi total adalah back–to–basics, ke koperasi ala Hatta, artinya berdasar Pasal 33 UUD 45,” imbuh menantu Bung Hatta tersebut.
Oleh karena, bagi Sri Edi inilah saatnya pemerintah mengembalikan perekonomian Indonesia sebagaimana amanat UUD 1945. Karena menurutnya cita-cita TRISAKTI tidak bisa berjalan tatkala liberalisme merajalela seperti sekarang ini.
“Perekonomian nasional harus back–to–basics, nggak peduli dollar naik atau turun, back to Demokrasi Ekonomi — kembali ke Pasal 33 UUD 45. Mengapa? TRISAKTI tidak akan bisa dijalankan di alam liberalisme, alam yang diciptakan oleh “UUD 2002″ yang liberalistis. Jadi ayo amandemen lagi UUD 2002 dengan titik-tolaknya UUD 45 asli,” pungkasnya dengan tegas.
(ses/bti)