
Jakarta, – Ketua Umum Asosiasi Pedagang dan Tani Tanaman Pangan dan Holtikultura Indonesia (APT2PHI), Rahman Sabon Nama mempertanyakan sikap melempem Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang tidak segera mencabut pagar laut sepanjang 30,16 km di pesisir utara Tangerang, Banten.
“Untuk kasus pemagaran laut secara ilegal yang berjarak hanya selemparan batu dari kantor KKP, Menteri KKP tidak berdaya mencabut dan memusnahkannya dalam kerangka pengawasan dan pengamanan. Bagaimana mungkin sang menteri mampu mengawasi dan mengamankan perairan di pulau besar lain, pun pulau-pulau kecil di seluruh Indonesia!?” kata Rahman pada media ini, Senin (20/1/2025).
Menurut Rahman, negara sudah menyediakan anggaran dan segala fasilitasnya, termasuk regulasi tentang pengawasan dan pengamanan teritori laut.
“Karena itu, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan Menteri KKP dalam kasus pemagaran laut di pesisir utara Tangerang memperlihatkan kelalaian serius Menteri KKP,” imbuh Rahman.
Sikap Menteri Sakti Wahyu Trenggono seperti itu menurut Rahman, sama halnya dengan ikut menggembosi langkah pemerintahan Prabowo Subianto dalam melaksanakan tugas pemerintahan maupun kenegaraan yang diembannya.
Ada dua faktor kelalaian Menteri KKP Sakti Trenggono dalam kasus pemagaran laut secara ilegal itu menurut Rahman. Pertama, tidak melaksanakan perintah Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil.
“Dalam hal ini adanya pemagaran dan pengkavlingan laut yang mematikan mata pencaharian para nelayan di pantai utara Jakarta dan Banten,” ungkapnya.
Kedua, tidak segera melaksanakan perintah presiden untuk segera mencabut pagar laut sepanjang 30,16 km yang dikavling dan dipagar oleh si pemagar, apalagi bergeming menangkap dalang tindak pidana pemagaran laut itu.
“Atas kelalaian yang dapat dikategorikan pembangkangan atas perintah Presiden ini, kami dari APT2PHI meminta Presiden Prabowo Subianto untuk segera menertibkan dan mengevaluasi ulang Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono sebagai anggota kabinet,” tegasnya.
Menurut Rahman, Menteri KKP lebih layak dan presisi dijabat oleh TNI AL. Menurutnya, terdapat sosok-sosok yang mumpuni seperti Laksdya TNI Purn Dr. Eko Djalmo, Dirjen KKP era Menteri KKP Susi Pujiastuti, layak menduduki jabatan Menteri KKP.
“Atau sosok mumpuni Laksamana TNI Muhammad Ali (sekarang KASAL, red.) ” ungkap alumnus Lemhanas RI itu.
Rahman mengatakan bahwa kesigapan KASAL Laksamana TNI Muhammad Ali mengerahkan Pasukan Katak TNI AL untuk membongkar pagar laut yang sesak kritik di ruang publik atas perintah Presiden Prabowo, menunjukkan sikap ketaatazasan, loyalitas dan integritas tinggi terhadap presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI.
“Selaku Panglima TNI AL, Muhammad Ali menyadari betul kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang mutlak perlu diawasi, diamankan dan dipertahankan sebagai wilayah kedaulatan negara,” tegasnya lagi.
Rahman menjelaskan bahwa kedaulatan negara meliputi kedaulatan atas wilayah, kedaulatan atas kepentingan nasional lainnya, serta kedaulatan atas pengawasan terhadap kegiatan dalam wilayah negara.

Ihwal pemagaran laut model pesisir utara Tangerang Banten, lanjut Rahman, boleh jadi dapat digunakan untuk membatasi akses pengawasan masyarakat nelayan dari upaya melindungi kejahatan penyelundupan di kawasan PIK seperti penyelundupan imigran gelap asal China daratan, perdagangan obat terlarang, narkoba, serta penyelundupan impor barang ilegal lainnya yang merugikan negara dan rakyat Indonesia.
“Negara memiliki hak dan wewenang untuk mengatur maupun membuat peraturan hukum mengawasi berlakunya peraturan serta menegakkan peraturan dan hukum yang berlaku demi kepentingan negara dan bangsa Indonesia,” tukas pria yang juga Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) itu.
Terkait penegakan aturan hukum tersebut, lanjut Rahman, diperlukan kesamaan persepsi tentang keamanan laut, khususnya, bagi komponen bangsa yang memiliki tugas fungsi dan wewenang di laut agar action plan yang akan dilaksanakan tepat sasaran, terarah dan terpadu dalam penegakan kedaulatan dan penegakan hukum di laut.
“Tugas dan fungsi itu dapat dijalankan dengan penuh tanggung jawab untuk menjaga perairan dan pulau pulau kecil di Indonesia. Dan, terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) di pantai utara laut Jawa harus segera dihentikan karena ditengarai kuat di ruang-ruang publik akan digunakan untuk membangun pemukiman imigran gelap asal China,” pungkas pria asal pulau Adonara, Nusa Tenggara Timur itu.
(bm/rafel)