Friday, March 29, 2024
HomeGagasanSelamat Jalan Kanda Mu'tamimul Ula

Selamat Jalan Kanda Mu’tamimul Ula

Kami biasa memanggilnya Mas Tamim. Ketua Umum Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia tahun 1983-1986. Ketika beliau masih menjabat Anggota DPR-RI dan kami masih aktif di PII, tidak sulit untuk menemuinya. Cukup menghubungi lewat SMS saja. Perkenalkan diri kamu siapa dan katakan kamu mau silaturahim. Maka dia akan membalas nya langsung tanpa lewat staff. Dia akan menyebutkan waktu dan tempat untuk bertemu. Biasanya kami bertemu di rumah dinas. Kadang di ruangannya di senayan di DPR.

Hanya saja kalau bertemu dengan Mas Tamim, satu hal yang mesti diingat. Jangan berpikir bisa membicarakan proyek atau anggaran negara. Meski beliau adalah anggota DPR yang mempunyai kekuasaan mengatur anggaran negara. Dia hanya akan bertanya bagaimana kabar kita, ada kegiatan apa dan menanyakan apa yang bisa dia bantu sebagai Anggota DPR. Meski beliau juga sudah membantu kami secara regular. Lalu sebagai seorang Kakak, dia pasti tidak akan lupa mengingatkan kita akan banyak hal. Selanjutnya bila kita bilang mau pamit pulang, dan ini yang sering membuat teman-teman tersenyum senang malu-malu, tanpa diminta dia pasti tidak lupa menyodorkan amplop. Bilangnya untuk ongkos pulang naik taksi. Padahal dipakai rame-rame buat makan siang dan sore pun masih cukup.

Beberapa bulan lalu, seorang teman yang sedang menyusun tugas akhir program doktor tiba-tiba menghubungi saya. Entah darimana dia tahu kalau saya mengenal Mas Tamim. Padahal saya tidak pernah cerita tentang Mas Tamim. Namun intinya dia minta tolong. Katanya dia butuh beberapa informasi dan konfirmasi dari Mas Tamim sebagai mantan Anggota DPR dan ini berkaitan dengan disertasinya. Konfirmasi dan informasi itu cukup lewat telepon atau WA saja.

Waktu itu, saya tidak menanyakan lebih detail disertasinya tentang apa dan bagaimana. Saya mengatakan bila saya tidak bisa membantu. Karena Mas Tamim sedang sakit dan tidak bisa kemana-mana. Jadi menggali informasi dan komunikasi nya mesti langsung ke rumahnya. Tidak lupa saya ingatkan. Meski Mas Tamim mantan Anggota DPR-RI dan masih mempunyai posisi strategis di Partai, rumahnya itu bukan di pusat Jakarta atau kompleks mewah. Rumahnya sederhana di Tapos, Depok.

Saya tidak tahu bagaimana kelanjutan wawancara disertasi teman saya itu. Namun beberapa bulan lalu, saya berkesempatan bertemu kembali dengan teman saya tadi. Di sebuah Restuaran di bilangan Cikini, bersama dengan beberapa teman, kami ngobrol ngalor ngidul membicarakan banyak hal. Mulai membicarakan aktivitas masing-masing, kabar keluarga masing-masing, tentunya juga membicarakan situasi nasional. Pada kesempatan itulah teman saya tadi menceritakan disertasinya yang sudah diberi nilai A oleh para penguji.

Katanya, disertasi dia itu membahas proses pembuatan UU No 7 Tahun 2004 tentang privatisasi sumber daya air. Dari penelusuran dia terhadap proses legislasi terhadap UU ini, baik itu dengan mengkaji bahan pustaka, menelaah risalah rapat juga wawancara berbagai pihak, World Bank dan perusahaan air dunia terlibat untuk meloloskan Draft UU ini untuk disahkan DPR. Lobbyist World Bank dan perusahaan air dunia tidak hanya mendatangi senayan, tapi juga istana. World Bank menyalurkan berbagai dana hibah juga pinjaman untuk memuluskan UU ini. Begitu juga dengan perusahaan air dunia. Berbagai macam pendekatan dan dana dikucurkan supaya UU ini disyahkan senayan. Sebagaiman diketahui, upaya World Bank dan perusahaan air dunia ini berhasil.

Saya tidak menanyakan lebih detail seperti apa lobby da persuasi yang dilakukan World Bank dan perusahaan air dunia. Selain karena saat itu kami juga banyak membicarakan hal lain, teman saya tadi mengatakan bahwa sudah ada penerbit yang tertarik menerbitkan disertasinya menjadi buku. Karenanya saya tinggal membeli bukunya saja kalau sudah terbit.

Lalu apa hubungannya dengan Mas Tamim?

Saya tidak tahu apakah cerita teman saya ini masuk didalam buku itu atau tidak. Hanya saja pada kesempatan itu, teman saya tadi bercerita. Menurut dia, Mas Tamim adalah anggota DPR yang menolak keras privatisasi sumber daya air. Dia menolak segala macam bentuk persuasi dan lobby baik yang dilakukan oleh World Bank maupun perusahaan air dunia. Mu’tamimul Ula susah disuap. Vokal menyatakan penolakan terhadap pasal-pasal privatisasi dalam UU sumber daya air. Karena itu hanya menguntungkan perusahaan air dunia dan merugikan masyarakat Indonesia.

Menurut teman saya tadi, selain Mutamimmul Ula, adalagi satu anggota DPR yang juga vokal menyatakan penolakan terhadap privatisasi sumber daya air. Susah didekati dan disuap World Bank dan perusahaan air dunia. Namanya Abdul Hakam Naja. Juniornya di PII yang berbeda partai. Perbedaannya, Mutamimmul Ula berhasil membawa sikap penolakannya terhadap privatisasi sumber daya air menjadi suara resmi partai.

Perihal politik dan politisi dan sikap mas Tamim ini, saya selalu teringat ucapan Mahatma Gandhi. Menurut Gandhi ada tujuh dosa sosial yang kerap terjadi. Ketujuh dosa sosial itu adalah politik tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja keras, perniagaan tanpa moralitas, kesenangan tanpa nurani, pendidikan tanpa karakter, ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, dan peribadatan tanpa pengorbanan.

Khusus dalam hal politik, Gandhi tidak menyebutkan warna atau pandangan politik sebagai sebuah kesalahan. Tapi mengingatkan, bahwa berprinsip dalam politik itulah yang penting. Karena itu masalahnya bukan apakah kamu politisi pro rakyat atau politisi pro nilai agama. Tapi apakah prinsip pro rakyat atau pro nilai agama itu menjadi pegangan atau tidak. Masalahnya bukan kamu politisi merah atau politisi hijau, tapi apakah kamu mencuri atau tidak ketika berpolitik. Prinsip politik merah atau hijau apa yang dituangkan dalam aktivitas politik kamu. Itu yang menjadi hal penting.

Sepanjang pergaulan saya dengan Mas Tamim, sebagai politisi almarhum bukanlah jenis politis yang disebut Gandhi memiliki dosa sosial akut, yaitu politisi tanpa prinsip. Almarhum adalah jenis politisi yang teguh memegang prinsip. Karena itu banyak yang tetap menghormatinya meski berbeda pandangan dan aliran politik. Apalagi cuma berbeda partai.

Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun
Allahummagfirlahu warhamhu waafihi wa’fu anhu

Salam Ta’dzim

 

DELIANUR
Ketua Umum PB Pelajar Islam Indonesia (PII) 2006

RELATED ARTICLES

Most Popular