
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Di sudut timur Kota Surabaya, tepatnya di RT 9 RW 6 Kelurahan Mojo, ada denyut kehidupan warga yang tak sekadar tinggal, tapi tumbuh bersama, menjaga lingkungan, dan membangun harapan akan kota yang lebih hijau. Pada Minggu pagi yang cerah (27/7/2025), lorong Kadung Tarukan Baru IVB mendadak ramai oleh aktivitas kerja bakti massal.
Laki-laki, perempuan, hingga anak-anak muda bahu-membahu menata ulang pot bunga, memangkas ranting pohon yang menjulur, hingga membersihkan saluran got yang tersumbat lumpur. Tidak ada yang berdiam diri. Semua terlibat.
“Ini bukan sekadar rutinitas. Gotong royong seperti ini adalah cara kami menjaga kampung agar tetap nyaman dan sehat,” ujar M. Imron, Ketua RT 9, yang sejak pagi berdiri di tengah warganya, mengarahkan sambil ikut menyapu.

Kerja bakti ini rutin dilakukan dua kali dalam setahun. Namun, menurut warga, edisi kali ini terasa lebih istimewa. Selain karena skalanya yang lebih besar, hadir pula Ketua RW 6 Wido Hari dan Lurah Mojo, Widayati, S.Sos, yang secara langsung meninjau kegiatan.
Inovasi dari Dapur Rumah
Tak hanya kerja fisik yang membuat RT 9 mencuri perhatian. Salah satu warganya, Bu Siswanto, telah lama mengembangkan praktik urban farming di pekarangan rumahnya. Ia menanam sayuran seperti bayam, kangkung, hingga bawang merah. Tapi yang paling menarik, ia juga memproduksi pupuk kompos dari limbah kulit pisang, bahan yang ia kumpulkan sendiri dari sisa-sisa para pedagang yang berjualan di Pasar Karang Menjangan. Kebetulan rumahnya tak jauh dari pasar tersebut.

“Saya ingin keluarga saya makan sayur dari hasil kebun sendiri, yang sehat dan hemat,” ujar Bu Siswanto sambil menunjukkan ember komposter buatannya. “Kulit pisang itu berkat, bukan sampah.”
Inisiatif ini menuai pujian dari Lurah Widayati. “Bu Siswanto luar biasa. Kreativitas seperti ini perlu kita angkat. Saya sudah minta RT 9 untuk ikut serta dalam lomba Surabaya Berseri tahun 2026. Mereka punya potensi besar.”
Lebih dari Sekadar Bersih-Bersih
Di sela kegiatan fisik, ibu-ibu RT 9 juga tak tinggal diam. Mereka menyiapkan konsumsi bagi warga yang sedang bekerja seperti nasi, urap, tempe goreng, hingga minuman dingin pelepas dahaga termasuk aneka macam gorengan. Semua dihidangkan di atas meja-meja kecil yang membentang di bahu-bahu jalan sepanjang Kedung Tarukan Baru IVB.
Saat jarum jam mendekati tengah hari, kerja bakti pun ditutup dengan makan siang bersama. Tawa, canda, dan obrolan ringan mengalir di bawah pepohonan rindang yang baru saja dirapikan. Warga duduk berjejer, menyantap hasil olahan ibu-ibu dengan lahap. Momen sederhana, namun sarat makna.

“Rasanya beda kalau makan bareng setelah kerja keras. Ada rasa bangga, ada kebersamaan yang tak bisa dibeli,” ujar salah satu pemuda karang taruna sambil tersenyum lebar.
Kampung Hijau, Kota Sehat
Bagi Ketua RT M. Imron, kerja bakti dan urban farming bukan sekadar proyek sesaat. Ia percaya, kampung bisa menjadi garda depan perubahan kota. “Ini ikhtiar kecil kami dalam mendukung Surabaya menuju kota hijau yang nyaman untuk semua,” katanya.

Bu Lurah pun tak segan menyebut RT 9 sebagai contoh hidup kampung ideal yakni bersih, teratur, dan inovatif. Ia berharap apa yang dilakukan di RT 9 bisa menular ke kampung-kampung lainnya di Surabaya.
“Mojo ini kecil, tapi semangat warganya besar. Dan dari sinilah, mimpi kota hijau itu bisa kita bangun,” ujar Widayati sambil menepuk bahu Ketua RT Imron.
Dari kompos kulit pisang hingga lorong bersih yang nyaman, RT 9 membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari rumah. Dari tangan warga biasa, lahir gagasan luar biasa, untuk Surabaya yang lebih asri, sehat, dan berkelanjutan. (*)
Kontributor: Tommy
Editor: Abdel Rafi