Wednesday, April 24, 2024
HomeGagasanRajawali Kepret, Rumah Perubahan dan Perubahan "Rumah": Catatan Soal Reklamasi

Rajawali Kepret, Rumah Perubahan dan Perubahan “Rumah”: Catatan Soal Reklamasi

images (3)

Senin (18/4/2016) Menko Maritim Rizal Ramli atau akrab dipanggil Rajawali Kepret sejak bergabung dengan Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-JK, muncul menghiasi televisi, didampingi Siti Nurbaya, menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Mereka mengumumkan moratorium reklamasi Teluk Jakarta dan pembentukan tim bersama inter departemen plus Pemda DKI untuk menyelaraskan dasar hukum bagi pelanjutan proyek reklamasi tersebut.

Meski Rizal Ramli menyampaikan bahwa kelanjutan reklamasi akan memperhitungkan kepentingan negara, rakyat dan komersial, jelas nyata dia tidak sama sekali meng”kepret” proyek reklamasi ini, dan juga pemiliknya.

“Kepret-mengkepret” ala Rajawali ini memang menarik untuk diselidiki. Ketika dia mengkepret proyek unggulan Jusuf Kalla (dan Jokowi?) terkait listrik 35.000 MW, rakyat hanya jadi penonton. Sebab, debat penting tidak pentingnya angka 35.000 MW itu tidak langsung berurusan dengan rakyat. Maksudnya, rakyat korban secara langsung. Begitu pula “kepretan” pada proyek Masela dan Freeport.

“Kepret” lainnya yang dilakukan Rizal Ramli, terkait Rini Soewandi, Menteri BUMN. Rizal mempersoalkan rencana pembelian puluhan pesawat Airbus (dan Boeing) oleh PT Garuda Indonesia. Selain itu, Rizal mengecam harga jual listrik token yang dinilainya tinggi. Begitu pula, dia mengecam Pelindo yang gagal memenuhi standar kecepatan pelayanan bongkar muat (dwelling time).

Dalam tampilannya, Rizal biasanya meng”kepret” lawannya dengan gagah. Jurus “Kepret” ini juga dilengkapi dengan pelibatan aktifis-aktifis pro Rizal yang mengeluarkan statement di media atau dengan tulisan yang mengutuk Jusuf Kalla, Kuntoro, Sudirman Said sebagai agen-agen neoliberal, mafia proyek dan harus dimusnahkan dari bumi ini. Rini Suwandi, yang sempat mengalami “kepretan”, memang sedikit jadi pertanyaan, kenapa “kepretannya” hanya sekejap saja jika dibandingkan pada JK.

Lalu, mengapa Rajawali “Kepret” tidak meng”kepret” Ahok atau pengembang atau proyek Reklamasi Jakarta ini?

Rajawali “Kepret” dan Rumah Perubahan

Rizal Ramli dan rumah perubahan merupakan satu koin dengan dua sisi. Berbeda dengan Rumah Perubahan versi Rhenald Kasali, Rumah Perubahan ini menghimpun para aktifis dari berbagai generasi, yang umumnya eks aktifis mahasiswa, khususnya angkatan 77/78. Hampir selama 10 tahun rezim SBY dari “rumah” ini, Rizal membangun pusat gerakan dengan tema Kedaulatan Rakyat. Gerakan-gerakan besar, dengan tema anti neoliberal dijalankan secara intelektual dan gerakan massa. Gerakan intelektual terkait dengan penolakan UU Migas, UU Sumberdaya Air, dan berbagai UU yang dianggap tidak pro rakyat. Sedangkan gerakan massa, Rizal memimpin sendiri gerakan massa mengutuk kenaikan harga BBM pada tahun 2008.

Alhasil, Rizal selama 10 tahun berhasil menancapkan klaim sebagai satu-satunya eks aktifis mahasiswa yang dipenjara Orde Baru sebagai pemimpin alternatif bagi perubahan. Perubahan bangsa dari penindasan kapitalis dan ketidakadilan yang disebabkannya, menjadi bangsa yang berdaulat, sesuai ajaran Bung Karno, Trisakti.

Reklamasi dan Perubahan “Rumah”

Puluhan lembaga swadaya masyarakat (LSM), ratusan tokoh lintas pergerakan, dan ribuan rakyat saat ini menentang keberadaan reklamasi Teluk Jakarta. Mengikuti klaim kerusakan yang digelar aktifis “Save Teluk Benoa”, gerakan anti reklamasi Teluk Jakarta juga mengeluarkan belasan argumen buruknya reklamasi tersebut. LBH Jakarta, misalnya, merilis 19 kerusakan atau keburukan dalam website resminya. Hal ini mencakup kerusakan lingkungan, kerakusan pengembang haus tanah, penggusuran ribuan keluarga nelayan miskin, penyebab banjir, dan menyerahkan hak eksklusif pantai bagi orang-orang kaya dan lainnya.

Kelompok Islam, mengklaim telah terjadi penggusuran simbolik masyarakat Islam dan sejarahnya di pinggiran pantai Jakarta. Kelompok anti imigran Cina, menilai bahayanya penguasaan pantai jika mayoritas pembeli datang dari RRC. Sebab, sebuah pengembang menawarkan promosi properti ini kepada mereka.

Heroisme LSM dan tokoh-tokoh perjuangan rakyat ini, salah satunya, dilakukan dengan aksi pendudukan Pulau G, beberapa hari yang lalu. Mereka berlayar dari pantai ke pulau tersebut sambil menancapkan bendera serta penyegelan.

Mengapa Rajawali “Kepret” berbeda dengan basis rakyat yang selama ini mengaguminya dan menjadikannya ikon perubahan? Bukankah mereka semua yang selama ini melihat musuh Rizal sebagai musuh mereka? Yakni kaum kapitalis.

Ada 3 hal penting yang mungkin perlu diselidiki, pertama, ada tekanan kuat bagi Rizal dalam isu reshuffle kabinet yang hangat saat ini. Dimana Rizal harus berkompromi dengan kekuatan-kekuatan strategis di sekitar Jokowi. Jika tidak berkompromi, bisa dikatakan membangun aliansi strategis. Kedua, Rizal mentransformasikan diri dari sosok radikal menjadi sosok kompromistis. Hal ini dilakukan untuk mengurangi keributan dalam rezim Jokowi, sekaligus menjalankan fungsinya sebagai Menteri Kordinasi. Ketiga, Rizal sudah menemukan “rumah” baru. “Rumah” ini adalah kekuasaan. Bukan lagi pusat gerakan (rumah perubahan). Dalam perjalanan psikologi, dia beradaptasi dengan “rumah” barunya setelah setahun meninggalkan “rumah” lamanya.

Perlu waktu sedikit lagi untuk melihat perubahan sikap Rajawali “Kepret” ini.

DR. SYAHGANDA

Asian Institute for Information and Development Studies

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular