JAKARTA – Baru saja publik disuguhi tontonan reality show tidak etis antara Menko Maritim Rizal Ramli (RR) dengan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) yang sangat memalukan dan menunjukkan bahwa negara ini sedang berada di titik rusak kepemimpinan nasional.
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean menilai apa yang dilakukan oleh RR dan JK adalah bukti sahih bahwa slogan “Kerja, Kerja, Kerja” dari Presiden Joko Widodo masih diacuhkan oleh tim kerjanya.
“Sibuk berbantah lisan entah untuk apa, padahal kita sangat yakin bahwa RR dan JK tidak paham tentang 35GW ini. JK mungkin melihat ini sebagai peluang usaha dan RR hanya tau ini duitnya tidak ada, sementara realita masalah yang menjadi hambatan proyek 35 GW ini tidak dipahami makanya tidak terselesaikan hingga sekarang,” ujar Ferdinand kepada Cakrawarta di Jakarta, Kamis (20/8).
Menurut Ferdinand, Presiden Joko Widodo saat di JCC (19/8) menyampaikan agar memprioritaskan panas bumi sebagai sumber energi listrik. Hal itu dikarenakan Indonesia punya potensi besar panas bumi (geothermal) hingga lebih dari 29 GW, tapi sayangnya masih banyak masalah yang harus dicarikan solusinya supaya geothermal bisa dimaksimalkan. Hal ini menurutnya, membuat pemerintah tidak perlu membentuk BUMN khusus untuk geothermal, karena justru dinilainya memperumit permasalahan yang ada.
“Jika ingin bentuk BUMN lebih baik pemerintah bentuk BUMN kelautan supaya laut kita yang luas bisa kita manfaatkan untuk kesejahteraan bangsa. Kita dorong pemerintah untuk memprioritaskan geothermal dalam proyek 35 GW saat ini, dan segera Presiden RI keluarkan payung hukumnya supaya program tersebut bisa berjalan. Idealnya dari 35 GW itu, porsi Geothermal minimal 10GW,” imbuh Ferdinand.
Ferdinand yakin, program besar 35 GW ini akan gagal jika cara pemerintah mengelolanya seperti saat ini dan tanpa terobosan kebijakan.
“Kami siap memberikan masukan pada pemerintah terutama kepada RR dan JK tentang masalah nyata dalam proyek ini supaya bisa dicarikan solusinya dan tidak sibuk berbantah lisan,” pungkasnya.
(fh/bti)