Wednesday, May 7, 2025
spot_img
HomePendidikanPro-Kontra Pelajar Masuk Barak Militer, PII Jatim: Kami Siap Jadi Rumah Ketiga!

Pro-Kontra Pelajar Masuk Barak Militer, PII Jatim: Kami Siap Jadi Rumah Ketiga!

Pernyataan tegas Ketua Umum PII Jatim soal pelajar masuk barak militer. (gambar: tim Cakrawarta)

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Ada yang menarik—juga bikin gelisah—dari kebijakan terbaru Pemerintah Jawa Barat. Sejak 2 Mei 2025, ratusan pelajar yang tersandung kasus kenakalan remaja dikirim ke barak militer untuk “dibina” dalam program pendidikan karakter. Selama dua pekan, mereka akan hidup dalam ritme disiplin ala tentara. Tujuannya jelas: membentuk ulang mental dan perilaku yang dianggap sudah mulai melenceng.

Tapi seperti biasa, kebijakan semacam ini tak pernah sepi perdebatan. Di satu sisi, ada yang mendukung penuh. Salah satunya Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

“Program ini memberikan dampak positif terhadap peningkatan kedisiplinan pelajar,” kata Dedi saat meninjau langsung kegiatan di markas TNI Purwakarta, Sabtu (3/5/2025), dikutip dari Antara.

Namun, di sisi lain, ada suara lain yang tak kalah penting. Suara ini datang dari PII Jawa Timur. Lewat pesan singkat yang dikirimkan penuh empati, Ketua Umum PII Jatim, Chamid, menegaskan: masalah pelajar bukan cuma urusan seragam dan barak. Ini soal bangsa. Soal siapa yang bertanggung jawab menjaga api masa depan tetap menyala.

“Terlepas dari pro dan kontra soal pendidikan karakter di barak militer, masa depan pelajar adalah masa depan bangsa. Jadi, tanggung jawabnya juga tanggung jawab kita semua,” kata Chamid dalam keterangannya, Selasa (6/5/2025).

Menurut Chamid, pendekatan barak mungkin bisa jadi tamparan awal. Tapi setelah itu, pelajar butuh pelukan, bukan bentakan. Mereka butuh ruang aman untuk tumbuh, bukan sekadar tempat disiplin ketat. Di sinilah peran “lingkar ketiga” mulai bicara.

“Pendidikan keluarga dan sekolah saja tidak cukup. UU Sisdiknas Pasal 27 menegaskan pentingnya pendidikan informal. Dan kami di PII siap mengisi ruang itu. Kami siap hadir sebagai wadah pembinaan di luar sekolah, yang bisa mendampingi pelajar menemukan potensi terbaiknya,” tambahnya.

Chamid bicara bukan dengan nada menggurui. Justru penuh harap dan keyakinan. Baginya, pelajar yang hari ini dianggap bermasalah, sebenarnya sedang menjerit minta dituntun. Bukan dihukum, tapi dipeluk. Bukan dijauhi, tapi diajak bicara.

“Yang mereka butuhkan bukan cuma aturan, tapi arah. Dan kami siap jadi bagian dari arah itu.” pungkasnya.  (*)

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular