Friday, March 29, 2024
HomeEkonomikaPremi BPJS Kelas 3 Naik, Bukti Jokowi Tidak Pro Rakyat Kecil

Premi BPJS Kelas 3 Naik, Bukti Jokowi Tidak Pro Rakyat Kecil

Aksi REKAN Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu. (foto: dokumen REKAN Indonesia)

 

JAKARTA – Dinaikannya premi BPJS kelas 3 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.500 sangat disesalkan oleh Relawan Kesehatan (Rekan Indonesia) Indonesia, karena kenaikan ini akan berdampak pada bertambahnya beban hidup rakyat kecil. Mengingat, kepesertaan mandiri kelas 3 didominasi oleh rakyat berpenghasilan sedang dan pas-pasan.

Pasal 34 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang diteken Jokowi menyebutkan, iuran BPJS Kesehatan kelas Mandiri III dengan manfaat pelayanan di ruang kelas perawatan kelas III naik Rp 16.500,-. Itu berarti pengeluaran rakyat kecil bertambah Rp 16.500,- dikali jumlah anggota keluarga yang tercantum dalam KK.

Hal ini disampaikan oleh Ervan Purwanto, Sekretaris Nasional Rekan Indonesia dalam siaran persnya yang disebar melalui media sosial, Kamis (31/10/2019).

“Jika satu keluarga terdapat 4 anggota keluarga yang tercantum dalam KK maka dalam sebulan rakyat kecil harus menambah pengeluarannya sebesar Rp 66.000 per bulan. Sementara yang memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih dari 4 jelas akan semakin besar tambahan pengeluaran yang harus dikeluarkan,” jelas Ervan biasa dia dipanggil.

Masih menurut Ervan, tambahan pengeluaran sebesar Rp 66.000 itu setara dengan 7,3 liter beras. Itu artinya mengurangi biaya pembelian beras untuk makan selama seminggu.

“Bayangkan jika rakyat yang berpenghasilan pas-pasan, itu berarti harus mengurangi jatah makannya selama seminggu setiap bulannya hanya untuk membayar premi BPJS,” jelas Ervan.

Keputusan Jokowi menaikan premi kelas 3 dalam Perpresnya nomor 75/2019 adalah keputusan yang menyengsarakan rakyat kecil, dan membuktikan Jokowi tidak berpihak pada rakyat kecil.

“Selama ini BPJS selalu membandingkan dengan harga rokok. Tapi BPJS jangan lupa kalau rakyat tidak merokok maka mati, tapi jika tidak makan seminggu apa jadinya bangsa ini,” kesal Ervan.

Ervan juga memaparkan hasil study Rekan Indonesia terhadap dampak kenaikan BPJS yang dilakukan oleh divisi litbang Rekan Indonesia.

Ada 2 poin krusial, pertama mengurangi kesejahteraan masyarakat secara langsung. Tadinya bisa nabung, tahu-tahu tidak bisa nabung. Kedua, Kenaikan iuran tersebut secara langsung juga pasti akan berpengaruh terhadap inflasi. Di mana, kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan mendorong administered price atau harga yang diatur pemerintah melonjak lebih tinggi dari sebelumnya. Ketiga, akan meningkatkan angka kemiskinan dan akan menjadi beban pemerintah daerah.

“Mereka semakin kesulitan membayar iuran. Mereka bisa turun kelas menjadi kategori miskin, iurannya kan semakin mahal. Kemiskinan makin meningkat,” keluh Ervan.

Jika peserta BPJS Mandiri sudah kesulitan membayar iuran, tidak menutup kemungkinan kepesertaannya di BPJS ditanggalkan. Capaian universal health coverage atau cakupan kesehatan semesta pun semakin menjauh dari 100 persen. Dengan demikian, target pemerintah tentang jaminan kesehatan tidak akan tercapai.

“Jika masyarakat miskin bertambah, saya yakin kewajiban pemerintah akan semakin berat. Karena pemerintah harus menyediakan berbagai jenis bantuan sosial,” tegas Ervan.

(an/bti)

RELATED ARTICLES

Most Popular