Tuesday, April 22, 2025
spot_img
HomeSudut PandangPeran TNI Dalam Memperkuat Ketahanan Nasional, Bukan Mengembalikan Dwi Fungsi ABRI

Peran TNI Dalam Memperkuat Ketahanan Nasional, Bukan Mengembalikan Dwi Fungsi ABRI

Ketahanan nasional Indonesia merupakan fondasi utama dalam menjaga stabilitas, kedaulatan, dan pembangunan. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan keamanan yang kompleks, mulai dari bencana alam, ancaman ideologi, hingga serangan siber. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan multidimensional yang mengintegrasikan peran lembaga sipil dan militer dalam menjaga stabilitas nasional.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) memiliki peran strategis dalam memperkuat ketahanan nasional. Selain tugas utamanya dalam pertahanan negara, TNI juga terlibat dalam penugasan-penugasan yang membutuhkan kecepatan reaksi untuk keselamatan orang banyak, misalnya penanggulangan bencana, pemberantasan terorisme, dan pengamanan perbatasan. Namun, keterlibatan TNI dalam berbagai lembaga pemerintah sering kali menimbulkan perdebatan, dengan sebagian pihak yang mengkhawatirkan kembalinya Dwi Fungsi ABRI —kebijakan masa lalu yang memberikan militer peran dominan dalam politik dan pemerintahan.

Ketahanan Nasional Indonesia: Tantangan Multidimensional

Ketahanan nasional Indonesia diuji oleh berbagai ancaman militer dan nir-militer yang terus berkembang. Selain menjaga pertahanan konvensional, strategi keamanan nasional harus menghadapi:

• Ancaman geopolitik – Perlindungan kedaulatan di perbatasan dan wilayah laut
Indonesia.

• Bencana alam – Respons cepat terhadap gempa bumi, tsunami, dan bencana iklim lainnya.

• Keamanan siber – Menangkal serangan digital terhadap infrastruktur nasional.

• Ancaman ideologi dan radikalisme –Menjaga nilai-nilai Pancasila dari infiltrasi ekstremisme.

Ketahanan nasional tidak dapat hanya dibebankan pada lembaga sipil. Dibutuhkan sinergi antara sipil dan militer untuk memastikan kesiapan menghadapi ancaman serta merespons krisis dengan cepat dan efektif.

Penempatan TNI di Kementerian: Profesionalisme, Bukan Dwi Fungsi ABRI

Sebagian pihak mengkhawatirkan bahwa kehadiran personel TNI di beberapa kementerian menandakan kembalinya Dwi Fungsi ABRI. Namun, penting untuk memahami bahwa situasi saat ini sangat berbeda dengan masa Orde Baru.

Pada era Dwi Fungsi ABRI, militer memiliki peran ganda, yaitu:

• Sebagai kekuatan pertahanan negara, menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia.

• Sebagai kekuatan sosial-politik, dengan personel militer aktif yang menduduki jabatan politik dan pemerintahan tanpa pemilihan umum. Peran politik ini diwujudkan dalam bentuk Fraksi ABRI di DPR/MPR, serta penunjukan perwira aktif sebagai gubernur, bupati, atau wali kota tanpa harus melalui pemilu atau mengundurkan diri dari dinas militer.

Pada era Dwifungsi ABRI, militer tidak hanya berperan dalam pertahanan, tetapi juga mengontrol aspek politik dan pemerintahan. ABRI memiliki kursi tetap di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta menduduki posisi di pemerintahan pusat dan daerah.

Setelah reformasi 1998, terjadi perubahan mendasar yang memastikan TNI tetap profesional dan tidak lagi terlibat dalam politik, antara lain:

• Dihapusnya Fraksi ABRI di DPR/MPR – Sejak reformasi, TNI tidak lagi memiliki perwakilan politik di parlemen.

• Larangan bagi TNI aktif untuk menjadi kepala daerah – Jika seorang anggota TNI ingin mencalonkan diri dalam pilkada, ia harus mengundurkan diri dari dinas militer terlebih dahulu.

• Pemisahan Polri dari ABRI – Kepolisian kini menjadi institusi independen, sehingga tugas keamanan dalam negeri tidak lagi berada di bawah kendali militer.

Saat ini, TNI beroperasi dalam kerangka yang direformasi, dengan perbedaan mendasar sebagai berikut:

• Tidak ada keterlibatan langsung dalam pemerintahan – TNI tidak lagi memiliki kursi di badan legislatif atau pengaruh dalam pembuatan kebijakan politik. Tidak Ada Peran Politik – Berbeda dengan masa lalu, TNI saat ini tidak memiliki hak politik atau kursi di legislatif. Tidak Bisa Menjadi Kepala Daerah Tanpa Mengundurkan Diri – Seorang anggota TNI yang ingin menjadi gubernur atau bupati harus keluar dari dinas militer.

• Fokus pada Ketahanan Nasional –Penempatan personel TNI di lembaga sipil hanya bertujuan untuk menghadapi ancaman nir-militer, bukan untuk mengontrol pemerintahan.

• Keahlian teknis, bukan kekuasaan politik – Personel militer ditugaskan berdasarkan kompetensi dalam keamanan dan manajemen krisis, bukan karena kepentingan politik.

• Jaminan hukum dan institusional – Reformasi militer pasca-1998 menetapkan batasan tegas untuk mencegah keterlibatan TNI dalam politik.

• Kepemimpinan sipil tetap utama – Peran TNI sebatas pendukung operasional, memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi negara demokratis yang dipimpin oleh pemerintahan sipil.

Perbedaan ini memberikan batasan tegas bahwa keterlibatan TNI dalam lembaga pemerintahan saat ini adalah sebuah kebutuhan fungsional, bukan kembalinya peran militer dalam politik.

Untuk menghadapi tantangan keamanan modern, personel aktif TNI ditempatkan di lembaga-lembaga strategis yang memerlukan keahlian dalam logistik, intelijen, dan manajemen krisis. Saat ini, penempatan TNI di beberapa lembaga negara hanya terbatas pada kementerian dan badan yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan nasional, seperti:

• Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan – Mendukung kebijakan keamanan nasional.

• Badan Intelijen Negara (BIN) – Memperkuat operasi intelijen terhadap ancaman dalam dan luar negeri.

• Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) – Membantu strategi deradikalisasi.

• Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) – Mendukung kecepatan reaksi dalam memberikan bantuan kemanusiaan saat terjadi bencana. Dan menhubungkan respons militer dan sipil dalam situasi bencana.

• Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) – Mengerahkan tim tanggap darurat dalam operasi penyelamatan.

• Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) – Melindungi integritas wilayah Indonesia dan menjaga perbatasan negara dari ancaman transnasional.

• Badan Intelijen Negara (BIN) – Memperkuat intelijen dalam menghadapi ancaman siber dan terorisme.

• Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) – Mengembangkan strategi deradikalisasi.

Penugasan ini bersifat teknis dan operasional, bukan politis. Berbeda dengan masa lalu ketika militer memiliki kursi di badan legislatif dan pengaruh besar dalam kebijakan pemerintahan, personel TNI saat ini ditempatkan berdasarkan keahlian profesional, bukan kepentingan politik.

TNI dalam Penanggulangan Bencana: Pilar Ketahanan Nasional

Salah satu bentuk kontribusi nyata TNI dalam ketahanan nasional adalah dalam respons terhadap bencana. Indonesia yang terletak di Ring of Fire sangat rentan terhadap gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi. Dalam situasi ini, koordinasi sipil-militer yang kuat menjadi kunci keberhasilan penanggulangan bencana.

TNI memainkan peran penting dalam respons bencana melalui doktrin “Operasi Militer Selain Perang” (OMSP), yang memastikan bahwa keterlibatan militer melengkapi, bukan menggantikan, upaya sipil. Bukan menjadi manja kepada TNI, namun menyadari bahwa dalam kondisi darurat, TNI adalah institusi yang memiliki sumber daya peralatan dan perlangkapan yang siap deploy, serta sumberdaya manusia terlatih dan berada di seluruh wilayah NKRI sehingga lebih cepat menjangkau lokasi kejadian bencana.

Sudah saatnya kita berhenti membanding-l bandingkan dalam setiap tanggap darurat siapa yang lebih berperan, sipil atau militer. Cara pandang kita perlu diubah menjadi cara pandang koordinasi dan kerjasama sipil-militer untuk pertahanan negara dan untuk keselamatan rakyat. Kita kembali pada posisi pikir bahwa Republik ini dipimpin oleh sipil dan TNI (militer) memberikan dukungan strategik dan keahliannya untuk pertahanan negara dan keselamatan rakyat berdasarkan keahlian profesional, bukan kepentingan politik.

Peran koordinasi sipil-militer dalam respons darurat bencana tidak hanya digunakan oleh Indonesia, namun juga oleh banyak negara, yang paling dekat saja adalah negara-negara ASEAN. Di level ASEAN dengan pertimbangan militer setiap negara memiliki sumberdaya terpasang dan mobilisasi sumber daya yang cepat. Militer di masing-masing negara memiliki kemampuan untuk segera mengirim bantuan, membangun tempat penampungan darurat, dan memulihkan komunikasi. Dengan pemahaman pada konteks tersebut, ASEAN telah menginstitusionalisasikan pendekatan regional dalam manajemen bencana melalui berbagai kerangka kerja, seperti ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER) dan inisiatif One ASEAN, One Response. Mekanisme ini bertujuan untuk meningkatkan kolaborasi antara aktor sipil dan militer dalam merespons bencana di seluruh negara anggota. Di tingkat regional terdapat Interoperabilitas antar Aktor – Struktur seperti Humanitarian-Military Operation Coordination Centre (HuMOCC) memastikan sinergi antara militer, badan sipil, dan organisasi kemanusiaan.

Selain itu, ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre) memainkan peran penting dalam koordinasi regional. Pusat ini memfasilitasi kesiapsiagaan dan respons bencana dengan mengerahkan ASEAN Emergency Response and Assessment Team (ASEAN-ERAT) serta ASEAN Military Ready Group (AMRG) untuk Humanitarian Assistance and Disaster Relief (HADR). Selain itu, Joint Operations and Coordination Centre of ASEAN (JOCCA) berfungsi sebagai platform koordinasi di lokasi bencana, menghubungkan tim tanggap ASEAN dengan negara yang terdampak.

ASEAN juga menyelenggarakan berbagai program pelatihan bersama, seperti ASEAN CivilMilitary Coordination Course, untuk memperkuat interoperabilitas antara militer ASEAN dan aktor sipil. Selain itu, latihan seperti ASEAN Regional Disaster Emergency Response Simulation Exercise (ARDEX) dan ASEAN Defence Ministers’ Meeting (ADMM) Plus Experts Working Group on HADR untuk meningkatkan kesiapan regional dalam menghadapi bencana.

Menjaga Tata Kelola

Peran TNI dalam memperkuat ketahanan nasional Indonesia bukanlah kembalinya Dwi Fungsi ABRI, tetapi merupakan bentuk adaptasi terhadap tantangan modern. Reformasi telah memastikan bahwa militer tidak lagi terlibat dalam politik, dan kehadiran TNI di beberapa kementerian bertujuan untuk memperkuat keamanan nasional dalam menghadapi ancaman nir militer. Keberadaannya dalam lembaga lembaga sipil adalah strategi yang diperlukan, memastikan bahwa Indonesia dapat merespons bencana, ancaman siber, ekstremisme ideologi, dan keamanan perbatasan dengan lebih efektif.

Peran TNI dalam ketahanan nasional saat ini bersifat profesional dan terbatas pada bidang teknis. Berbeda dengan era sebelum reformasi, di mana militer memiliki Partai ABRI dan peran dalam pemerintahan daerah, kini TNI tidak lagi memiliki kekuatan politik formal. Dengan adanya reformasi militer, peran TNI saat ini benar-benar difokuskan untuk dukungan strategis dan keahlian, bukan keterlibatan politik.

Penting untuk terus menjaga pengawasan sipil dan tata kelola demokratis, sehingga TNI tetap berperan sebagai penjaga ketahanan nasional tanpa mengorbankan prinsip demokrasi Indonesia. Selama tetap dalam koridor profesionalisme, supremasi sipil, dan demokrasi, kehadiran TNI dalam lembaga-lembaga keamanan nasional adalah elemen kunci dalam menjaga stabilitas Indonesia.

 

TANTY S THAMRIN

Perempuan Kepala Rumah Tangga dan Pemerhati Isu Pertahanan dan Keamanan

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular