
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Bagi banyak pekerja di Indonesia, masa pensiun sejahtera tampaknya masih menjadi impian yang sulit diwujudkan. Meski kerap dibayangkan sebagai fase hidup yang tenang dan bahagia, kenyataannya banyak pensiunan justru menghadapi ketidakpastian ekonomi di hari tua.
Data menunjukkan, satu dari dua pensiunan di Indonesia kini mengandalkan kiriman uang dari anak-anak mereka untuk biaya hidup, bahkan 80% di antaranya sepenuhnya bergantung secara finansial pada keluarga. Kondisi ini menggambarkan jurang antara harapan dan kenyataan yang lebar dalam persiapan pensiun di kalangan pekerja.
“Pensiun sejahtera sering kali hanya dikagumi dalam imajinasi, tetapi ditakuti dalam realitas,” ujar Syarifudin Yunus, Humas Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) sekaligus edukator LSP Dana Pensiun dalam keterangannya, Kamis (13/11/2025). Menurutnya, banyak pekerja yang menganggap masa pensiun sebagai waktu untuk beristirahat dan menikmati hidup, tetapi sedikit yang benar-benar menyiapkan diri secara finansial.
Ia menilai, paradoks itu muncul karena sebagian besar pekerja lebih sibuk membayangkan masa pensiun yang ideal ketimbang merencanakannya secara konkret. “Ketika hari itu tiba, dan tabungan belum cukup, pensiun bukan lagi simbol kebebasan, tapi fase penuh kecemasan,” ujarnya.
Syarifudin menekankan, kesejahteraan di masa pensiun bukan hasil dari mimpi, melainkan hasil dari perencanaan yang matang. Menurutnya, masyarakat perlu mulai menabung dan berinvestasi melalui program dana pensiun sejak dini agar tidak terjebak dalam ketergantungan di hari tua.
“Pensiun sejahtera adalah hasil dari aksi nyata, bukan sekadar niat baik,” tegasnya.
Ia menutup dengan refleksi, “Pensiun itu seperti perempuan cantik yang penuh misteri, sering dikagumi dalam imajinasi, tetapi menuntut pembuktian dalam kenyataan.” (*)
Editor: Abdel Rafi



