Tuesday, September 17, 2024
spot_img
HomeSains TeknologiPeluang dan Prospek Science Journalism, Pakar: di Indonesia Ada Beberapa Kendala!

Peluang dan Prospek Science Journalism, Pakar: di Indonesia Ada Beberapa Kendala!

ilustrasi. (foto: ksj mit)

Surabaya,Science journalism dinilai semakin mendapat tempat di era informasi digital yang serba cepat saat ini. Kecepatan informasi yang  memunculkan masalah baru berupa disinformasi dan misinformasi di berbagai kanal sosial media, memberi peluang baru kepada Science journalism untuk bersinar.

Meski sering dianggap sebagai cabang dari jurnalisme, science journalism memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan ‘genre’ jurnalisme lainnya. Pakar kebijakan kesehatan, Ilham Akhsanu Ridlo, menjelaskan bahwa science journalism tidak hanya mengikuti kode etik umum jurnalisme. Menurutnya, science journalism berperan penting dalam menyederhanakan literasi ilmiah agar mudah dipahami oleh masyarakat umum. Ia juga menyebutkan bahwa ekosistem komunikasi sains harus mengkaji proses ilmiah di balik fenomena sosial. Hal ini melibatkan eksperimen riset, manfaat yang dihasilkan, hingga dampak yang dirasakan oleh masyarakat.

“Science journalism harus mematuhi prinsip melayani publik, dengan tujuan memberikan informasi yang bermanfaat. Misalnya, selama pandemi, science journalism berperan penting dalam menyajikan panduan informasi yang akurat dan tidak bias kepada masyarakat,” ujar Ilham dalam keterangannya, Senin (19/8/2024).

Ilham mengaku bahwa dirinya sendiri tertarik dan menekuni riset mengenai science journalism karena pengalamannya sebagai akademisi selama pandemi. Saat menyusun proposal disertasinya, ia menyadari pentingnya kajian mendalam untuk meningkatkan efektivitas advokasi kebijakan kesehatan di masa krisis.

“Saya melihat science journalism sebagai cara efektif untuk mengangkat riset agar mendukung kebijakan berbasis bukti. Ini juga merupakan cara untuk mempopulerkan sains kepada masyarakat luas, termasuk pembuat kebijakan dan publik awam,” jelasnya.

Ilham menilai science journalism berpotensi besar untuk mengisi gap antara proses ilmiah dengan proses kebijakan kesehatan. Ia juga menekankan pentingnya kontribusi science journalism khususnya untuk isu global seperti kesehatan planet.

“Sebagai dosen dan peneliti, kami dituntut untuk menemukan area kajian baru. Saya melihat ada ruang yang belum banyak dikerjakan oleh orang lain (peneliti, red.). Maka dari itu, saya memutuskan untuk mengkaji tentang science journalism,” ungkapnya.

Ilham melihat prospek science journalism cukup menjanjikan di masa depan. Misalnya, negara Australia dan Singapura menawarkan posisi komunikator dan jurnalis sains di lembaga riset dan humas universitas. Di Eropa, tempat Ilham saat ini belajar, banyak proyek riset yang membuka peluang di bidang sains, teknologi, dan kesehatan. Namun, lanjutnya, pekerjaan di bidang ini masih sangat bergantung pada iklim ilmiah, industri media, dan ekosistem digital di masing-masing negara.

Pakar Kebijakan Kesehatan Universitas Airlangga, Ilham Akhsanu Ridlo. (foto: Facebook/Ilham Akhsanu Ridlo)

Iklim media kita sangat mempengaruhi jangkauan konten berbasis sains. Di Indonesia, ada beberapa kendala yang menghambat perkembangan science journalism. Sedangkan di Eropa dan Amerika, profesi ini telah berkembang pesat,” ungkap Ilham.

Ilham menambahkan, jurnalis sains dapat berperan sebagai peneliti dalam memahami publik tentang sains. Selain itu, mereka juga dapat meniti karir sebagai komunikator sains independen.

“Meskipun prospek ini menghadapi tantangan dari perkembangan media sosial dan ekosistem digital. Namun, sains akan tetap menjadi topik yang relevan dan penting di masa depan,” tegas Ilham.

Karena itu, Ilham menekankan pentingnya kolaborasi antara jurnalis dan ilmuwan untuk memastikan kualitas informasi yang diterima publik. Tidak hanya penguasaan konsep ilmiah dan keterampilan jurnalistik, Ilham menyebutkan bahwa persiapan yang matang dan mengikuti perkembangan global adalah kunci sukses di science journalism.

Jurnalis sains perlu memverifikasi laporan mereka dengan ilmuwan karena ilmu pengetahuan seringkali spesifik dan rumit. Di sisi lain, ilmuwan mendapat manfaat dari jurnalis yang mampu menyederhanakan jargon ilmiah untuk menjangkau publik,” pungkas pria yang merupakan dosen Universitas Airlangga itu.

(khefti/rafel)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Berita Terbaru

Most Popular