Tuesday, October 14, 2025
spot_img
HomeGagasanPajak Bukan Zakat, Apalagi Wakaf

Pajak Bukan Zakat, Apalagi Wakaf

 

Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa pajak sama dengan zakat dan wakaf. Pernyataan ini memantik perdebatan publik. Ada yang menerima begitu saja, ada pula yang langsung mengernyitkan dahi. Bagi yang memahami konsep dasar ketiganya, penyamaan tersebut terasa tidak tepat, bahkan menyesatkan secara terminologi, hukum, dan teologi.

Tiga Kewajiban, Tiga Dunia Berbeda

Pajak adalah kewajiban warga negara kepada pemerintah yang diatur oleh undang-undang dan bersifat memaksa. Zakat adalah kewajiban agama bagi Muslim yang memenuhi syarat nisab dan haul, dengan tujuan membersihkan harta dan membantu delapan golongan penerima (fakir, miskin, amil, mualaf, budak, orang berutang, fi sabilillah, dan ibnu sabil). Wakaf adalah amal jariyah sukarela, di mana harta pokok dipisahkan untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan demi kemaslahatan umum.

Mencampuradukkan ketiganya sama saja mengaburkan perbedaan mendasar bahwa pajak lahir dari otoritas politik, zakat dari perintah ilahi, wakaf dari kerelaan hati. Pajak berlaku untuk semua warga tanpa memandang agama. Zakat hanya berlaku untuk Muslim, sementara wakaf berlaku bagi siapa saja yang ingin mewakafkan harta, tapi orientasinya ibadah.

Tujuan dan Penggunaan yang Berbeda

Pajak digunakan untuk membiayai seluruh fungsi negara, mulai dari pembangunan infrastruktur, gaji pejabat, subsidi, hingga pembayaran utang. Tidak semua pos penggunaan pajak selaras dengan prinsip syariah.

Zakat punya aturan ketat yaitu hanya untuk delapan golongan mustahik, tidak boleh keluar dari kerangka ini. Wakaf mengharuskan aset pokok tetap utuh, sementara manfaatnya disalurkan terus-menerus. Dalam zakat dan wakaf, transparansi dan akuntabilitas adalah amanah religius, bukan sekadar prosedur administratif.

Bahaya Menyamakan Pajak dengan Zakat dan Wakaf

Jika pernyataan ini dibiarkan tanpa koreksi, publik bisa salah paham. Orang bisa mengira membayar pajak otomatis menunaikan zakat, padahal menurut hukum Indonesia, zakat tidak menggantikan pajak. Zakat hanya dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak bila disalurkan melalui BAZNAS atau Lembaga Amil Zakat resmi.

Lebih dari itu, penyamaan ini berpotensi mereduksi nilai ibadah zakat dan wakaf menjadi sekadar kewajiban fiskal. Ibadah yang sakral berubah menjadi pungutan negara. Dalam sejarah Islam, zakat adalah instrumen sosial-ekonomi yang langsung menyentuh masyarakat, sedangkan pajak modern adalah instrumen negara yang penggunaannya sangat luas, termasuk untuk hal-hal yang secara agama bisa diperdebatkan.

Landasan Hukum yang Tegas Memisahkan

Hukum Indonesia jelas membedakan ketiganya dimana terkait Pajak dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP; lalu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib, bersifat memaksa, tanpa imbalan langsung, digunakan untuk membiayai negara.

Sementara itu, terkait zakat dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat lalu pada PP Nomor 14 Tahun 2014. Dalam pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 misalnya menyebut zakat yang disalurkan melalui BAZNAS/LAZ resmi dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak, bukan pengganti pajak.

Untuk konteks wakaf maka dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan PP Nomor 42 Tahun 2006. Dimana wakaf adalah pemisahan harta untuk dimanfaatkan demi ibadah atau kesejahteraan umum sesuai syariah, sifatnya sukarela.

Setelah melihat aturan tersebut, jelas bahwa tidak ada satupun pasal yang menyatakan pajak sama dengan zakat ataupun sama dengan wakaf.

Menjaga Ketepatan Makna di Ruang Publik

Kita boleh saja berdebat soal reformasi perpajakan atau sinergi pajak dan zakat, tapi membaurkan makna ketiganya demi retorika politik adalah langkah yang keliru. Di ruang publik, ketepatan istilah bukan sekadar urusan akademis, ia membentuk persepsi rakyat dan memengaruhi legitimasi kebijakan.

Masyarakat perlu mengerti bahwa pajak adalah kewajiban hukum negara yang jika tidak dibayar bisa berujung sanksi pidana. Zakat adalah ibadah yang jika diabaikan berdampak pada dimensi spiritual dan sosial. Wakaf adalah amal jariyah yang pahalanya mengalir sepanjang masa.

Karena itu, mari berhenti menyederhanakan sesuatu yang kompleks demi kalimat manis di podium. Pajak ya pajak, zakat ya zakat, wakaf ya wakaf. Masing-masing punya akar sejarah, tujuan, dan aturan yang tidak bisa dipertukarkan.

 

AGUNG NUGROHO 

Direktur Jakarta Institut

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular