Kasus rabies di Indonesia kembali mencuat. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, terdapat 31.113 kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) yang mana baru sebanyak 23.211 kasus gigitan yang sudah mendapatkan vaksin anti rabies, dan ditemukan 11 kasus kematian di Indonesia terhitung sampai April 2023.
Pemerintah Indonesia sendiri telah melakukan upaya-upaya pengendalian kasus rabies melalui pengadaan vaksin sebanyak 241.700 vial bersama dengan serum sebesar 1.650 vial pada tahun 2023 saja.
Tidak hanya itu, sejatinya berbagai konsep strategi telah disusun dari hulu ke hilir secara sistematis sejak beberapa tahun silam. Misalnya, melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 522/Kpts/Um/6/1978, Nomor 279/A/Menkes/SK/.VIII/1978 dan Nomor 143 Tahun 1978 tentang Peningkatan Pemberantasan Penanggulangan Rabies, telah mengisyaratkan bahwa pemerintah sudah sejak dini mewaspadai ancaman penyakit tersebut.
Antisipasi lainnya, pun sudah dilakukan melalui kerjasama lintas sektoral terdiri dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah, dan lain sebagainya, sedangkan sektor eksternal telah melibatkan United States Agency for International Development (USAID), Food and Agricultural Organization of the United Nation (FAO), dan sektor ketiga lainnya. Strategi tersebut sudah tertuang dalam ‘Masterplan Nasional Pemberantasan Rabies di Indonesia’ mencakup strategi umum hingga teknis melalui Program Pemberantasan Rabies Bertahap Seluruh Indonesia (PrestasIndonesia) yang ditargetkan status Indonesia bebas Rabies pada 2030 mendatang.
Rabies atau biasa disebut anjing gila merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem saraf. Tumbuh berkembang melalui air liur dengan tingkat kematian nyaris 100%. Tidak heran jika kebiasaan orang tua terdahulu ketika melihat seekor anjing sebagaimana kita lakukan saat ini, yakni harus segera menjauh melarikan diri, karena gigitannya berpotensi menularkan berbagai penyakit.
Namun ada hal-hal menarik dibalik kasus rabies, pertama, tidak semua anjing membawa rabies. Seekor anjing juga bisa mengalami kematian karena penyakit rabies itu sendiri. Anjing yang mengidap rabies menunjukkan gejala sangat agresif, sensitif terhadap gerakan atau keadaan, dan mati dalam periode tertentu.
Kedua, personil di bidang kesehatan memiliki Standard Operating Procedure (SOP) dengan melakukan observasi terhadap anjing suspek selama 14 hari paska gigitan kepada manusia. Apakah dalam durasi waktu tersebut anjing tersebut mati, atau masih dalam keadaan sehat, hasil observasi ini yang nantinya dipakai sebagai acuan tindakan oleh dokter dan dokter hewan. Apabila anjing tersebut hilang maka diasumsikan bahwa hewan tersebut tertular rabies sebagaimana dinyatakan oleh Massachusetts Department of Public Health, Division of Epidemiology and Immunization dalam artikel Stay Away From Strays: Stray Pets And Wild Animals Can Give You Rabies (2002).
Ketiga, apabila tergigit atau tercakar (tidak bisa dipastikan apakah air liur juga terkena di kuku), pastikan dengan segera langsung dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat untuk diberikan Serum Anti Rabies (SAR) dan Vaksin Anti Rabies (VAR).
Jangan pernah mau diiming-imingi oleh paranormal atau orang yang berkedok mampu menyembuhkan segala macam penyakit. Fasilitas kesehatan terdekat yang sangat mudah diakses adalah Puskesmas dan penanganannya dapat dijamin oleh pemerintah alias gratis. Tidak hanya gigitan dan cakar, termasuk diantaranya apabila ada luka terbuka sebelumnya di tubuh kita akibat goresan dan melakukan kontak langsung dengan bulu anjing (dengan asumsi seekor anjing menjilati bulu dan bagian tubuhnya).
Paska gigitan dengan respon tubuh terhadap timbulnya gejala sangat bervariatif tergantung perjalanan virus untuk masuk kedalam sistem saraf di otak. Sebut saja antara 3 hari s/d 12 hari paska gigitan, namun bisa terjadi 1-3 hari.
Seperti halnya tergigit di daerah kepala dan leher, maka transmisi menuju otak akan jauh lebih cepat karena berada pada posisi yang sangat dekat. Hal ini belum bisa dipastikan secara pasti, namun sebaiknya membawa ke fasilitas kesehatan terdekat secepat mungkin paska gigitan.
Keempat, mencegah lebih baik daripada mengobati. Tidak semua penyakit ada obatnya, sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh virus dan komponen berbahaya lainnya hanya dengan menggunakan pengobatan suportif seperti suplemen atau vitamin dan dengan menghilangkan gejalanya seperti demam atau flu.
Kelima, menurut data tingkat fatality dari manusia yang terkena rabies adalah 99%. Sehingga sangat perlu untuk meningkatkan kewaspadaan, serta tetap menjaga daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat.
Untuk masyarakat, cara terbaik selain dengan mawas diri dan ikut membagikan konten-konten edukasi kepada masyarakat, salah satunya dengan mendukung program vaksinasi rabies yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Apabila diketahui di wilayah terdekat terdapat anjing liar berkeliaran tanpa atau dengan pemilik, maka segera hubungi dokter hewan, dinas yang membidangi kesehatan hewan, pihak RT/RW, atau pihak yang berwenang.
drh. WAHYU HIDAYAT, M.Sc.
Dokter Hewan dan Peneliti di Microbiology Laboratory, Department of Veterinary Science, Faculty of Agriculture, University of Miyazaki, Jepang




