Friday, December 19, 2025
spot_img
HomeHukumJangan Asal Memfoto Atau Memvideo Orang Lain, Ini Dampaknya Menurut Pakar Hukum

Jangan Asal Memfoto Atau Memvideo Orang Lain, Ini Dampaknya Menurut Pakar Hukum

Ilustrasi. (foto: istimewa)

SURABAYA – Banyak bertebaran akun di media sosial yang menyebarkan atau mengunggah foto aib seseorang secara publik dengan tujuan tertentu. Instagram, WhatsApp, dan Twitter menjadi ladang bagi mereka melakukan perbuatan tersebut tanpa izin dari orang yang bersangkutan. Mirisnya, perbuatan tersebut banyak terjadi di kalangan anak muda yang seharusnya mengedepankan moral dan menghormati hak privasi seseorang.

Terkait hal tersebut, pakar hukum Masitoh Indriani mengatakan bahwa perbuatan tersebut dapat jatuh dalam ranah hukum. Jika setiap orang ingin memfoto orang lain dengan tujuan tertentu, pastikan dia memperoleh izin terlebih dahulu kepada orang yang bersangkutan.

“Terkait dengan seseorang atau media ingin mem-publish konten atau merekam, secara prinsip selama ada konsen atau persetujuan, maka tidak dianggap privasi lagi. Lain halnya kalau dilakukan dengan cara-cara di luar itu, tentunya ada pelanggaran,” jelas Masitoh pada media ini, Jumat (7/7/2023).

Masyarakat, lanjut Masitoh, perlu memahami batasan privasi setiap orang ketika ingin memfoto sesuatu. Secara hukum, privasi merupakan hak dari seorang individu untuk menentukan sesuatu tentang dirinya dapat disebarluaskan untuk kepentingan publik atau tidak. Masyarakat harus mematuhi Pasal 28G ayat 1 UUD 1945 yang menjadi dasar konstitusi terkait hak privasi seseorang.

“Lebih lanjut, dalam berbagai kajian norma, hak privasi ini termasuk hak yang dapat dikurangi dalam keadaan-keadaan tertentu (derogable rights, red.). Pengurangan ini tentunya harus berbasis pada peraturan UU,” lengkapnya.

Masitoh menambahkan bahwa di Indonesia ada beberapa peraturan yang mengatur tentang hak privasi seseorang. Salah satunya adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU yang telah direvisi pada tahun 2016 tersebut mengatur penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik, salah satunya hak privasi atau pribadi seseorang.

Pakar hukum Universitas Airlangga, Masitoh Indriani. (foto: istimewa)

“Ketentuan melanggar Pasal 26 juga jelas diatur bagaimana mekanisme hukumnya yaitu bagi mereka yang terlanggar, (pemilik data, red.) dapat mengajukan gugatan,” jelasnya.

Selanjutnya, tambah Masitoh, adalah Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang telah disahkan pada tahun 2022. Lebih spesifik undang-undang tersebut mengatur tentang perlindungan data pribadi seseorang. Untuk itu, terdapat banyak sanksi hukum terkait pelanggaran hak privasi seseorang dalam UU PDP.

“Sangat jelas ketentuan sanksinya ketika baik itu seseorang maupun Penyelenggara Sistem Elektronik, baik privat maupun publik. Mulai dari sanksi administrasi hingga sanksi pidananya,” ungkapannya.

Masitoh menegaskan bahwa penegakan hukum dan pemahaman masyarakat atas privasi menjadi tantangan bersama terkait penerapan kedua peraturan tersebut.

“Tentunya menjadi tugas kita bersama untuk tetap ‘membumikan’ apa itu privasi, bagaimana penghormatannya, dan di level penegakan hukumnya, termasuk juga peran media yang tentunya sangat besar,” harap Masitoh.

Selain itu, Masitoh juga memberikan contoh pedoman penghormatan hak privasi di Uni Eropa, yaitu Guidelines on Safeguarding Privacy in the Media. Pedoman yang dikeluarkan oleh Council of Europe itu menjadi pedoman dalam melindungi privasi tokoh publik dan individu pribadi di media.

“Indonesia, tentunya Dewan Pers telah memiliki standar etik pemberitaan berupa Kode Etik Jurnalistik,” pungkas dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya itu.

(mar/pkip/bus)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular