Saturday, April 20, 2024
HomeSudut PandangLelang Film Tombolotutu Ala Buddy Ace

Lelang Film Tombolotutu Ala Buddy Ace

Kalau ditanya, kota mana yang identik dengan lapau-lapau di Pariaman dalam berdiskusi, Palu adalah jawabannya. Setiap kali ke Kota Palu, hampir tak ada waktu untuk istirahat, apalagi tidur. Tawaran berdiskusi datang dari segala arah. Setelah Pariaman dan Palu, terdapat Palopo, Banda Aceh, dan Ternate. Tentu, kota-kota ini saya sebut, setelah melakukan lawatan.

Tak heran pula, Palu menyediakan banyak sekali lapisan aktivis. Ketika Idrus Hadado menyampaikan undangan kegiatan Presentasi Pembuatan Film Layar Lebar tentang Perjuangan Tombolotutu mengusir Penjajahan di Sulawesi Tengah, saya langsung menanyakan apakah bisa mendapatkan undangan. Dua nomor telepon diberikan Idrus, yakni Buddy Ace dan Andi Mulhanan.

“Dato’nya Kak Mulhanan,” tulis Idrus.

Saya hubungi keduanya. Yang langsung menjawab, Buddy Ace, kakak kandung Bimbim Slank. Tak lama, satu undangan saya dapat. Setelah itu, saya langsung forward undangan ke Ichan Loulembah, M Ridha Saleh, Puang Tajio, dan Chalid Muhammad. Entah mengapa, nomor ponsel Yusuf Lakaseng dan Achmad Ali tak bersua. Tentu, saya punya nama dan nomor telepon sejumlah tokoh asal Sulawesi Tengah lain. Namun, sampai maghrib tiba, saya sudah cat cit cut dengan nama-nama tadi.

Tanggapan mereka sangat hangat. Bahasa yang digunakan, tentu bertenaga. Soalnya, hubungan saya dengan sosok-sosok itu bukan sehari-dua hari, sebulan-dua bulan, atau setahun-dua tahun. Hubungan dengan Idrus Hadado dan Ridha saleh, misalnya, sudah terjalin selama 26 tahun lebih. Kami bertemu di Universitas Mulawarman, Banjarmasin, pada tahun 1996.Waktu itu, saya hadir sebagai Ketua Delegasi Senat Mahasiswa Universitas Indonesia dalam Pertemuan Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi se-Indonesia.

Sulawesi Tengah termasuk berhasil menyumbangkan para aktivis, jurnalis, cendekiawan, hingga politisi yang berkarakter di tingkat nasional. Tentu di luar grup musik atau penyanyi yang jenius. Yang belum nampak, aktor film, atau komika. Tentu beralasan, kalau Buddy Ace berupaya menutupi celah kosong itu. Presentasi pembuatan film yang dihelat atas undangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah ini menjadi langkah kuda menapak ke depan.

*

Tombolotutu sudah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional sejak tahun 2021. Tombolotutu lahir dua puluh tahun setelah Tuanku Imam Bonjol ditangkap dan diasingkan ke Manado. Bersamaan dengan pengasingan itu, terdapat sejumlah pengikut Tuanku Imam yang bertebaran di Sulawesi. Makam Karomah yang terdapat di Palu adalah salah satu tempat yang wajib saya ziarahi, ketika datang ke kota yang menyatukan lanskap laut, teluk, pantai, muara, sungai, lembah, dan gunung itu. Konon, makam itu dihuni oleh tuanku-tuanku asal Sumatera Barat yang menyebarkan agama Islam di Sulawesi Tengah. Mereka berasal dari Tarekat Syatariyah, seperti juga Tuanku Imam Bonjol yang berhulu ke Ulakan, Padang Pariaman.

Berbeda dengan perjuangan pahlawan-pahlawan nasional dalam era kolonial lain, jejak perlawanan Tombolotutu jelas, yakni melindungi tambang-tambang emas tradisional milik rakyat. Perang Paderi di Sumatera Barat lebih berlatar perang antara kaum adat melawan kaum paderi yang ditunggali oleh Belanda. Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro beraltar tanah, manakala Belanda membangun jalur transportasi yang melindas tanah rakyat.

Yang paling menarik, Tombolotutu berperang di darat dan laut, termasuk di gunung-gunung dan pulau-pulau. Buddy Ace menyebut, terdapat sejenis perahu perang yang digunakan oleh Tombolotutu. Bentuk fisik perahu itu masih ditelusuri. Ombak yang dihadang perahu-perahu itu tentu berbeda antara yang berada di sebelah barat dengan sebelah timur Sulawesi Tengah. Sebagaimana berbedanya perahu payang bercadik yang digunakan nelayan-nelayan di pantai Pariaman dan Kepulauan Mentawai dengan perahu yang digunakan di pantai utara Pulau Jawa.

Upaya Buddy Ace sebagai produser film guna menemukan bentuk perahu itu bisa dimulai lewat buku Adrian B Lapian, Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX terbitan Komunitas Bambu. Saya sendiri, samai kini, masih berusaha menemukan bentuk dari Kapal Phinisi yang digunakan oleh Malin Kundang, hingga mampu mengalahkan kedigdayaan saudagar-saudagar asal Eropa dalam berniaga di pantai Barat Sumatera, pantai Selatan Jawa, hingga terus ke perairan Nusa Tenggara, Maluku, dan Sulawesi.

Yang saya yakini, sudah pasti teknologi perperahuan dan perkapalan yang ditemukan bangsa Eropa di bumi Nusantara, sudah pasti mereka hilangkan. Selain nama-nama tokohnya dimunculkan sehitam mungkin – seperti Malin Kundang yang dituduh durhaka kepada ibunya –, begitu juga peralatan atau teknologi yang mereka gunakan. Kesulitan Buddy Ace menemukan bentuk perahu perang yang dipakai Tombolotutu berasal dari pemusnahan yang dilakukan pihak kolonial ini.

Keberhasilan – dan tentu kegagalan – film tentang Tombolotutu ini dalam menemukan cerita yang otentik, perang yang objektif, dialog yang membumi, sampai teknologi yang faktual, bakal memberi pengaruh kepada film-film lainnya. Pilihan Buddy Ace untuk tak membuat film rekonstruktif, sebagaimana film-film pahlawan nasional lain, juga membuka jalan bagi film-film lain yang tetap berlatar belakang Tombolotutu. Begitu juga film pahlawan nasional lainnya di seluruh Indonesia.

*

Seyogianya, undangan yang diberikan bertajuk “Presentasi Pembuatan Film Layar Lebar”. Tetapi yang terjadi justru sesuatu yang jarang saya lihat, yakni semacam Lelang Film. Kalau Lelang Kue, sudah biasa di Pariaman. Setiap kali ada acara reuni, atau pembangunan mesjid dan sarana umum lain, selalu saja diadakan Lelang Kue, terutama kalau acara dilakukan pada waktu lebaran Idul Fitri. Kue atau Singgang Ayam, dihadirkan di atas pentas, lalu dilelang. Yang memenangkan, bisa perseorangan, atau perwakilan angkatan untuk reuni sekolah, atau nama ikatan keluarga di perantauan.

Buddy Ace dengan gamblang menyebut, dana pembuatan film itu seharga Rp 7,5 Milyar. Semula, Gubernur Sulawesi Tengah sudah menyanggupi guna memberikan dana hibah sebesar Rp 10 Milyar. Namun, Buddy Ace menolak. Alasan yang digunakan, sebagai film layar lebar, tentu dana yang digunakan sedapat mungkin berasal dari publik. Semakin banyak stakeholders yang menyumbangkan dana, tentu semakin luas shareholders yang berperan. Nah, pada saat daftar harga disebarkan, saya minta izin untuk kembali ke markas gerilyawan.

Model Lelang Film sebelum film dibuat, sama sekali baru. Saya pernah menjadi Manajer Program Yayasan Sains, Estetika, dan Teknologi (SET) yang dipimpin oleh Garin Nugroho. Bersama Yayasan SET, saya terlibat dalam pembuatan sejumlah film, antara lain Pustaka Tokoh Bangsa yang memfilmkan Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Syahrir. Coba cek saja via youtube film “Kesunyian Yang Berbisik” yang menokohkan Bung Hatta. Namun, tak pernah film itu dilelang sebelum difilmkan.

Kerelaan hati dari keturunan Tombolotutu guna menjadikan sosok pahlawan nasional ini sebagai milik publik Sulawesi Tengah, patut dipuji. Tak ada sama sekali usaha memonopoli betapa Tombolotutu adalah “hak waris” keluarga. Gaya santai Andi Mulhanan sebagai cicit dari Tombolotutu sangat sesuai dengan bentuk acara yang dihelat. Sebagai pahlawan nasional, Tombolotutu tentu sudah bukan milik keluarga lagi, dan tak terbatas hanya kebanggaan masyarakat Sulawesi Tengah saja.

Andai saja ada Lelang Film Tombolotutu yang kedua kalinya, saya kira bukan Pemerintahan Provinsi Sulawesi Tengah yang menjadi pihak pengundang, melainkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Bukankah Kementerian ini sudah sering mengadakan kegiatan yang membutuhkan anggaran bernilai trilyunan, ketimbang hanya sebuah film tentang pahlawan nasional yang berharga dibawah sepuluh milyar rupiah? Atau, bisa diserahkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hanya saja, upaya ini sepertinya bakal dilawan oleh para pengusaha asal Sulawesi Tengah, tentu bersama para aktivis dari sana.

Apapun itu, langkah yang dilakukan Buddy Ace, Andi Mulhanan, dan lain-lain ini layak disebut tonggak baru dalam memaknai kehadiran seorang pahlawan nasional. Tinggal tonggak-tonggak keberhasilan berikut, hendaknya mampu diraih lewat film ini. Semoga.

Jakarta, Rabu, 15 Maret 2023

INDRA J PILIANG

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular