
CHICAGO, CAKRAWARTA.com – Tokoh nasional dan ekonom senior Indonesia, Kwik Kian Gie, meninggal dunia setelah menempuh perjalanan hidup panjang yang penuh perjuangan dan pengabdian. Kabar duka ini juga datang dari sahabat lamanya, Jeffrey A. Winters, akademisi dari Northwestern University, Chicago, Amerika Serikat, yang mengenang Kwik sebagai sosok nasionalis sejati yang hidup untuk rakyat Indonesia—bukan untuk simbol atau panggung politik.
“Kwik Kian Gie adalah sahabat dan kolega saya. Ia menjalani hidup yang penuh perjuangan untuk orang-orang yang bahkan tidak pernah ia kenal, dan yang mungkin tak sempat mengucapkan terima kasih padanya,” tulis Winters dalam pernyataan tertulisnya kepada publik Indonesia dalam bahasa Inggris, pada Selasa (29/7/2025).
Menurut Winters, nasionalisme yang diperjuangkan Kwik bukanlah nasionalisme dalam bentuk retorika, simbol, atau selebrasi kosong. “Ia tidak tertarik memberikan pidato penuh semangat tentang kebesaran bangsa, tak pernah menepuk dada dan menyebut dirinya nasionalis. Itu semua bukan nasionalisme sejati. Itu hanya sandiwara politik,” ujarnya.
Nasionalisme ala Kwik, lanjut Winters, adalah tentang manusia. Bukan tentang bendera, warna, atau lagu kebangsaan, melainkan tentang rakyat Indonesia sendiri, mereka yang dilihat, dikenali, dan dibela Kwik sepanjang hidupnya.
Winters mengenal Kwik sejak 1989, saat ia melakukan riset doktoral di Jakarta. Keduanya kerap berdiskusi panjang tentang politik dan ekonomi Indonesia. “Ia membimbing saya dengan ketajaman intelektualnya. Ia juga tak segan mengoreksi kesalahan saya dengan cara yang lugas dan tanpa basa-basi,” kenangnya.
Meski dikenal sebagai sosok yang ramah dan dermawan, Winters menyebut Kwik bukanlah pribadi yang sabar. “Ia tak sabar menunggu perbaikan ekonomi yang lambat bagi rakyat, dan tak punya kesabaran terhadap para pejabat korup yang ditemuinya di mana-mana,” ujar Winters. “Meski sempat menduduki jabatan tinggi di dua pemerintahan, ia lebih mirip petarung jalanan dari dunia akademik ketimbang birokrat.”
Ketegasannya dalam menyuarakan kebenaran seringkali membuatnya sulit diterima oleh para elite politik dan pemerintahan. Namun justru itulah, menurut Winters, yang membuat sosok Kwik begitu dihormati dan dikagumi.
Winters menambahkan, ia merasa beruntung bisa bersahabat dengan Kwik dan sering berbagi panggung dalam forum-forum ilmiah. “Setiap kali Kwik bicara, audiens selalu penuh dan antusias. Kami sering bertemu untuk makan siang, ngopi, atau sekadar berdiskusi tentang arah politik dan ekonomi Indonesia.”
Di akhir pernyataannya, Winters menyampaikan pesan khusus bagi generasi muda Indonesia. Ia berharap mereka menjadikan Kwik sebagai panutan dalam berbangsa.
“Ketahuilah bahwa kalian punya figur nasionalis sejati yang bisa dijadikan teladan. Ia berjuang bukan untuk kemenangan instan, tapi karena itu hal yang benar. Kwik memang telah tiada, tapi semangat dan nilai-nilainya akan terus hidup dalam hati dan pikiran kalian.” (*)
Editor: Tommy dan Abdel Rafi



