
LANZHIOU, CAKRAWARTA.com – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menemukan fakta menarik dalam kunjungan muhibahnya ke Tiongkok. Islam di Negeri Tirai Bambu, ternyata, memiliki banyak kemiripan dengan Islam di Indonesia, baik dalam cara penyebaran, tradisi keagamaan, maupun semangat moderasinya.
“Itu menjadi topik utama perbincangan kami dalam napak tilas penyebaran Islam di Tiongkok. Kami melihat ada kesamaan pandangan dan praktik pengembangan moderasi beragama antara NU dan Islamic Association of Gansu Province, China,” ujar Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim, Prof. Dr. H. Suparto Wijoyo, dalam keterangan tertulisnya dari Tiongkok, Selasa (28/10/2025).
Delegasi PWNU Jatim yang kini berada di Tiongkok sejak 27 Oktober 2025 terdiri dari KH A. Matin Djawahir (Wakil Rais Syuriah), KH Kikin Abdul Hakim (Ketua Tanfidziyah), Prof. Suparto Wijoyo (Wakil Ketua, Pascasarjana Unair), dan Prof. Maskuri Bakri (Wakil Ketua, Unisma Malang).
Mereka disambut hangat oleh jajaran Islamic Association of Gansu Province, di antaranya Hajjah Ma Aisyah, Imam Besar Masjid Xi Guan H. Umar Mukhtar, serta perwakilan dari Kementerian Kerukunan Beragama Tiongkok, Li.
Jejak Islam di Jalur Sutra
Dalam perbincangan di Masjid Xi Guan, Imam Umar Mukhtar menjelaskan bahwa Islam masuk ke Tiongkok melalui Jalur Sutra legendaris, jalur perdagangan yang mempertemukan para pedagang Timur dan Barat sejak berabad-abad lalu.
“Dulu, di kota Lanzhou, unta-unta kafilah pedagang berbaris di sepanjang jalur sutra membawa barang dagangan dan juga nilai-nilai Islam yang damai,” tutur Prof. Suparto mengutip penjelasan Imam Umar Mukhtar.
Dari diskusi itu, rombongan PWNU Jatim menemukan fakta menarik: Islam di Tiongkok mayoritas berpaham Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan mazhab Hanafi, serupa dengan corak Islam moderat yang dianut mayoritas umat Islam di Indonesia.
Buah Delima dan Pesan Kerukunan
Menurut Imam Umar Mukhtar, kehidupan beragama di Tiongkok ibarat buah delima besar, di dalamnya ada banyak bulir kecil yang beragam, namun tetap menjadi satu kesatuan utuh.
“Umat beragama di Tiongkok adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan, baik Muslim maupun non-Muslim,” kata Prof. Suparto.
Keserupaan dengan Indonesia juga tampak dalam kehidupan sosial. Setiap komunitas Muslim di Tiongkok memiliki asosiasi sendiri dan bebas menjalankan ibadah. Di kota Lanzhou saja, terdapat 136 masjid dengan sekitar 200 ribu umat Islam.
PWNU Jatim juga menyoroti sistem pendidikan Islam di Tiongkok. Menurut KH Kikin Abdul Hakim, pendidikan agama di sana sangat terstruktur, mulai dari tingkat anak-anak hingga dewasa, tersebar di 10 ibu kota provinsi.
“Modelnya mirip seperti pesantren di Indonesia. Mereka mendidik generasi muda Islam agar paham agama sekaligus mencintai negerinya,” ujar Kikin.
Nilai cinta tanah air sebagai bagian dari iman juga menjadi pegangan bagi umat Islam Tionghoa. Prinsip itu sejalan dengan semangat kebangsaan yang dihidupi warga Nahdliyin di Indonesia.
“Semangat itu terasa sama — moderasi, toleransi, dan cinta tanah air yang tumbuh dari keyakinan religius,” ungkap Prof. Suparto.
Prof. Suparto berharap kunjungan muhibah kali ini bisa mempererat hubungan antara dua organisasi Islam besar di dua negara: PWNU Jawa Timur dan Islamic Association of Gansu Province.
“Kami ingin belajar dan saling berbagi. Indah rasanya ketika persatuan dan kesatuan dalam negara tumbuh dari kerukunan antar umat beragama,” ujarnya penuh harap.(*)
Editor: Abdel Rafi



