Friday, April 19, 2024
HomeGagasanJakarta dan Surakarta "Lockdown", Indonesia Kapan?

Jakarta dan Surakarta “Lockdown”, Indonesia Kapan?

 

Satu persatu pasien covid-19 meninggal. Tidak saja di Italia, Iran dan Korea Selatan, tapi juga di Arab Saudi dan Indonesia. Bahkan Arab Saudi melarang warganya untuk datang ke Indonesia. Menteri Kesehatan Singapura menghimbau: “hati-hati datang ke Indonesia”

Januari, China lockdown. Di bulan Pebruari, Jepang lockdown. Bulan Maret, Italia, Irlandia, Denmark, Norwegia, Mongolia, Filipina dan Spanyol lockdown. Dan mungkin akan disusul oleh negara lain dari 109 negara yang positif covid-19.

Di Indonesia? Lima dari 96 yang positif covid-19 meninggal. Berarti 5,2 persen. Indonesia menempati rangking kedua tingkat kematian (death rate) karena corona setelah Italia 7,1 persen. Disusul Iran 4,5 persen dan Cina 3,9 persen. Tentu jika data 96 positif covid-19 per hari Sabtu (14/3/2020) kemarin itu benar adanya.

Day to day angka positif covid-19 di Indonesia mengalami lonjakan drastis. Dari 2, lalu 19, naik jadi 34. Sehari kemudian (Jumat, 13/3/2020) menjadi 69. Dan hari Sabtu (14/3/2020) berikutnya jadi 96. Hari ini dan besok naik berapa lagi? Mungkin hari demi hari kedepan, tak ada hari tanpa kenaikan angka terinfeksi virus corona.

Untuk kasus di Jakarta, hampir setiap kecamatan positif Covid-19. Maklum, Jakarta padat penduduk. Kota dimana manusia dari berbagai daerah dan negara bertemu. Kota yang sibuk dengan event dan kerumunan. Kondisi ini membuat Jakarta paling potensial menjadi tempat penyebaran covid-19.

Pertama, melihat tren penyebaran covid-19 di berbagai negara yang begitu masif. Kedua, mengamati cepatnya kenaikan jumlah warga Jakarta dan sekitarnya yang terinveksi covid-19. Ketiga, semakin luasnya zona cluster penyebaran covid-21 di Jakarta. Keempat, Jakarta adalah kota terpadat penduduknya dengan tingkat aktifitas dan keramaian yang potensial bagi penyebaran covid-19. Kelima, tingkat prosentase kematian yang cukup tinggi. Lima faktor inilah yang barangkali mendorong Anies Baswedan, Gubernur DKI berinisiatif untuk mengambil langkah cepat. Anies menutup semua tempat wisata, meniadakan CFD, dan meliburkan semua sekolah di DKI. Kepada warga DKI, Anies menghimbau agar tidak keluar rumah kecuali untuk kepentingan yang sangat urgent.

Apakah ini lockdown? Mirip! Tentu kata “lockdown” tak akan keluar dari mulut Anies. Sebaiknya itu keluar dari pemerintah pusat. Dalam hal ini adalah presiden. Setelah semua keputusan dan langkah ini diambil, di minggu kedua akan dievaluasi, kata Anies.

Atas langkah ini, Anies tetap saja di-bully. Ikhtiar optimal untuk menyelamatkan nyawa warga DKI, juga pada akhirnya nyawa seluruh warga Indonesia, tentu tak bernurani jika dikait-kaitkan dengan urusan politik. Ini soal nyawa bro! Mestinya, jangan terlalu latah untuk dibawa ke gelanggang politik. Sesekali mesti melihat dengan kaca mata moral. Jakarta darurat. Indonesia darurat. Jauh lebih bijak untuk satukan energi selamatkan bangsa ini dari covid-19.

Langkah Anies disusul oleh walikota Surakarta, Walikota Bekasi dan Walikota Depok. Walikota Surakarta menetapkan KLB. Sekolah diliburkan (sementara dengan sistem Online), pentas seni distop, tempat wisata dan GOR ditutup, CFD dihentikan, kunjungan kerja ditunda, dan segala event-event tak urgent dibatalkan.

Walikota Bekasi dan Depok juga melakukan hal yang hampir sama. Liburkan sekolah dan hentikan semua event yang berpotensi menularkan virus corona. Langkah Anies dan beberapa walikota di atas besar kemungkinan akan diikuti oleh kepala-kepala daerah yang lain. Ini bukan saatnya memilih, tapi ini soal tanggung jawab.

Di luar kepala daerah tersebut, pimpinan Universitas Indonesia (UI) juga meliburkan kuliah selama dua pekan. Untuk sementara waktu para mahasiswa mengikuti kuliah secara online yang sistemnya sedang disiapkan oleh pihak kampus. Langkah UI ini juga diikuti 14 perguruan tinggi lainnya, baik di Jawa maupun luar Jawa.

Enam sekolah swasta di Jakarta telah lebih dulu minta ijin kepada Dinas Pendidikan DKI untuk meliburkan siswa-siswinya. Disusul oleh sekolah Muhammadiyah di seluruh Jogjakarta. Semuanya libur.

Langkah Anies dan sejumlah kepala daerah, kampus dan sekolah-sekolah swasta tersebut, besar kemungkinan akan diikuti oleh institusi, dinas, lembaga, dan ormas yang lain. Darurat!

Jakarta, Surakarta, Bekasi dan Depok sudah lockdown. UI dan 14 perguruan tinggi juga ikut lockdown. Sekolah Muhammadiyah di Jogja ikutan lockdown. Kapan Indonesia? Jika tak segera ambil keputusan, maka anak bangsa yang terpapar covid-19 diprediksi akan semakin banyak dan tak terkendali.

Covid-19 tak memilih sasaran. Miskin-kaya, rakyat-pejabat, apapun agama dan ideologinya, dimanapun tinggalnya, covid-19 tak pandang bulu. Dan hari ini, menteri perhubungan Budi Karya Samudi positif Covid-19. Mungkin juga sejumlah orang yang bertemu dengannya belakangan ini. Kendati ia sempat seloroh: “kita kebal corona karena makan nasi kucing”.

Rakyat menunggu sikap, langkah dan tindakan yang akan diputuskan presiden, selaku kepala negara. Meski kita mengerti bahwa ada pertimbangan sosial, ekonomi, dan mungkin politik yang perlu dihitung presiden sebelum membuat keputusan lockdown. Tapi persoalannya, ini bukan masalah pilihan, tapi sebuah tanggung jawab yang butuh langkah cepat untuk menyelamatkan nyawa warga negara. Dalam konteks ini, pertimbangan sosial, ekonomi dan politik tidak boleh menjadi penghambat.

Dalam setiap pertimbangan, nyawa selalu harus lebih tinggi posisi tawarnya dari pada kepentingan sosial, ekonomi dan politik. Kalau pun seandainya ada risiko politik bagi Presiden karena keputusan lockdown, ini akan membuat presiden tetap terhormat. Ia akan dikenal sebagai penyelamat (nyawa) anak bangsa.

Sebaliknya, jika terlalu banyak korban akibat pemerintah pusat terlambat mengambil keputusan dan langkah, ini justru akan membuat semua telunjuk rakyat mengarah kepada presiden sebagai orang yang dianggap paling bertanggung jawab atas banyaknya nyawa melayang. Saat semua itu terjadi, gelombang suara rakyat akan sama: kecewa dan marah. Gak peduli mereka pendukung atau oposisi. Dan ini gak boleh terjadi!

Jakarta, 15 Maret 2020

 

Dr. TONY ROSYID

Pengamat Politik Senior

RELATED ARTICLES

Most Popular