JAKARTA – Mengawali tahun 2016, Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) menggelar sebuah perhelatan akbar berupa seri kuliah Sains Islam dengan tema “Islamic Science up to 1500 CE”.
Tidak tanggung-tanggung, kali ini INSISTS menghadirkan pakar Islamic Science asal Belanda, yakni Prof. Dr. Paul Lettinck.
Kuliah khusus itu akan bertempat di Ruang Budi Budi Harsono, Lantai 1 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok. Kuliah akan berlangsung sebanyak empat kali (12-13 dan 19-20 Januari 2016).
Paul Lettinck adalah mantan Guru Besar sejarah dan filsafat sains Islam di ISTAC Kuala Lumpur, yang meraih Ph.D dalam bidang Fisika Nuklir dan Ph.D kedua dalam bidang Semitik dari Vrije Universiteit Amsterdam, Belanda. Lettinck dikenal kepakarannya dalam kajian filsafat dan sains klasik dalam kitab-kitab karya para ulama dan ilmuwan muslim. Ia menguasai berbagai bahasa, termasuk bahasa Arab, Yunani, dan Latin.
Seri kuliah yang terbuka untuk umum ini bertujuan membuka wawasan mahasiswa, dosen, peneliti maupun publik yang berminat mengenal dari dekat fakta-fakta seputar sains Islam. Disamping Lettinck, akan turut mengisi seri kuliah ini empat cendekiawan dari INSISTS Jakarta dan PIMPIN Bandung.
“Diharapkan para peserta akan memperoleh pencerahan mengenai definisi, eksistensi dan kontribusi saintis Muslim, dan mendapatkan pemahaman tentang aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis sains Islam,” ujar Dr. Syamsuddin Arif, direktur eksekutif INSISTS yang baru terpilih.
Menurut Arif, acara tersebut merupakan peristiwa langka yang sangat penting bagi perencanaan dan pengembangan sains yang manusiawi; bukan yang destruktif terhadap kehidupan. Program tersebut dinilai sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional yaitu untuk membentuk manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.
“Kita buktikan, bahwa Sains Islam itu bukan mitos. Berdasarkan kajian sejarah dan filsafat sains, Sains Islam itu sesuatu yang nyata dan mendesak untuk dikembangkan di sekolah, pesantren, dan perguruan tinggi Islam,” imbuh tokoh yang menguasai 9 bahasa peradaban dunia itu.
Menghadirkan Paul Lettinck yang bukan muslim menurut Arif bertujuan untuk memperkuat dan mendorong minat para sarjana sains di Indonesia, agar lebih tertarik untuk menguasai dan mengembangkan kajian-kajian sains Islam.
“Paul Lettinck ini mampu membaca kitab-kitab klasik sains Islam karya para saintis Muslim. Jika orang non-Muslim saja tertarik dan bersungguh-sungguh dalam mengkaji sains Islam, maka sungguh ironis, jika ilmuwan muslim sendiri justru mengabaikannya,” pungkasnya.
(bti)