Wednesday, April 17, 2024
HomeBerita AllInilah Transkip Percakapan Diduga Setya Novanto 'Catut" Nama Jokowi

Inilah Transkip Percakapan Diduga Setya Novanto 'Catut" Nama Jokowi

Aktivis Petisi 28, Haris Rusly.
Aktivis Petisi 28, Haris Rusly.

JAKARTA – Setelah pengakuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said bahwa nama politisi DPR RI yang dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI benar adalah Ketua DPR, Setya Novanto (SN). Beredar transkip percakapan antara SN dengan pimpinan PT Freeport Indonesia.

Dalam transkip percakapan tersebut bahkan disebutkan ada pemberian fasilitas tempat-tempat mewah dan pesawat jet pribadi untuk melancarkan deal antara kedua belah pihak. Berikut isi transkrip tersebut:

SN: Waktu pak Luhut di Solo…Pak Luhut lagi disibukkan habis Jumat itu. Kalau bisa tuntas, minggu depan sudah bisa diharapkan. Itu yang sekarang sudah bekerja.

MS: Coba ditinjau lagi fiesibilitiesnya pak. Kalau ngga salah Freeport itu off taker.

R: Saran saya jangan off taker dulu, kalau off taker itu akan…..

MS: Keterkaitan off taker itu darimana pak?

R:….. (suara tidak jelas)

MS: Bapak juga nanti baru bisa bangun setelah kita kasih purchasing garanty lho pak. Purchasing garanty-nya dari kita lho pak.

R: PLTA-nya

MS: Artinya patungan? Artinya investasi patungan 49-51 persen. Investasi patungan off taker kita juga? double dong pak? modalnya dari kita, off takernya dari kita juga.

R: Kalau off taker itu…..

Oke deh Kalau Freeport ngga usah ikut

MS: Ini yang Pak R pernah sampaikan ke Dharmawangsa itu?

R:….(tidak jelas)

MS: Oh kalau komitmen, Freeport selalu komitmen. Untuk smelter desember kita akan taruh 700 ribu dollar. Tanpa kepastian lho pak. Karena kalau kita ngga tahu, kita ngga komit. Sorry 700 juta dollar.

SN: Presiden Jokowi itu dia sudah setuju di sana di Gresik tapi pada pada ujung-ujungnya di Papua. Waktu saya ngadep itu, saya langsung tahu ceritanya ini waktu rapat itu terjadi sama Darmo…Presiden itu ada yang mohon maaf ya, ada yang dipikirkan ke depan, ada tiga….(kurang jelas)

Tapi kalau itu pengalaman-pengalaman kita, pengalaman-pengalaman presiden itu, rata-rata 99 persen gol semua.

Ada keputusan-keputusan lain yang digarap, bermain kita

Makanya itu, Reza tahu Darmo, dimainkan habis-habisan, selain belok

MS: delobies…

Repot kalau meleset komitmen…30 persen. 9,36 yang pegang BUMN

SN: Kalau ngga salah, Pak Luhut itu bicara dengan Jimbok. Pak Luhut itu sudah ada yang mau diomong.

R: Gua udah ngomong dengan Pak Luhut, ambilah 11, kasihlah Pak JK 9, harus adil kalau ngga ribut.

SN: Jadi kalau pembicaraan Pak Luhut dan Jim di Santiago, 4 tahun yang lampau itu, dari 30 persen itu 10 persen dibayar pakai deviden. Ini menjadi perdebatan sehingga mengganggu konstalasi. Ini begitu masalah cawe-cawe itu presiden ngga suka, Pak Luhut dikerjain kan begitu kan…Nah sekarang kita tahu kondisinya…Saya yakin juga karena presiden kasih kode begitu berkali-kali segala urusan yang kita titipkan ke presiden selalu kita bertiga, saya, pak Luhut, dan Presiden setuju sudah.

Saya ketemu presiden cocok. Artinya dilindungi keberhasilan semua ya. Tapi belum tentu kita dikuasai menteri-menteri Pak yang begini-begini.

R: Freeport jalan, bapak itu happy, kita ikut happy. Kumpul-kumpul/kita golf, kita beli private jet yang bagus dan representatif

MS: Tapi saya yakin Pak Freeport pasti jalan.

SN: Jadi kita harus banyak akal. Kita harus jeli, kuncinya ada pada Pak Luhut dan saya.

MS: Terima kasih waktunya pak

R: Jadi follow up gimana? Nanti saya bicara Pak Luhut jadi kapan. Terus Oke lalu kita ketemu. Iya kan?

SN: Kalau mau cari Pak Luhut harus cepet, kasih tanggung jawab enggak. Gimana sukses, kita cari akal.

Sementara itu, aktivis Petisi 28, Haris Rusly menyatakan bila kenyataan dalam transkip ini benar-benar terjadi sangat disayangkan karena pejabat kita hidup berfoya-foya sementara rakyat menderita.

“Ngeri, kelakuan politisi dan pejabat negara kita, yang hidup foya-foya dengan ‘jual’ negara dan rakyat di atas penderitaan rakyat,” ujar Haris di Jakarta, Selasa (17/11).

Menurut Haris, kasus ini tak bisa diselesaikan di ranah etik semata melainkan harus dibawa ke ranah hukum pidana.

“Semua bergantung pada Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan,” pungkasnya.

(bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular