Saturday, April 27, 2024
HomeSosial BudayaFenomena War Takjil Lintas Agama Selama Ramadhan, Sosiolog: Ajang Memperat Persaudaraan!

Fenomena War Takjil Lintas Agama Selama Ramadhan, Sosiolog: Ajang Memperat Persaudaraan!

Penjual Jajanan Takjil Jelang Puasa di salah satu sudut jalanan kota. (foto: bustomi/cakrawarta)

Surabaya, – Ada fenomena unik yang menghiasi momentum bulan puasa Ramadhan 1445 tahun ini, yaitu munculnya para pemburu takjil yang tidak hanya datang dari masyarakat muslim saja. Masyarakat yang tidak memeluk agama Islam juga ikut serta. Bahkan tren ini tengah menjadi perbincangan di sosial media. Ada warganet yang mengeluhkan begitu cepatnya takjil di pasaran ludes terjual. Tapi ada juga warganet yang dengan apiknya menyusun strategi supaya berhasil mendapat takjil incaran. Maka muncullah istilah War Takjil dari warganet untuk menyebut fenomena tersebut.

Menanggapi fenomena terbesut, pakar sosiologi, Bagong Suyanto mengatakan bahwa hal tersebut bisa mempererat tali persaudaraan antar umat beragama.

“Kalau masyarakat muslim beli takjil kebanyakan untuk konsumsi pribadi. Kalau masyarakat non muslim beli takjil selain untuk konsumsi pribadi, ada juga yang dibagikan kepada masyarakat yang menjalankan puasa,” katanya pada media ini, Jumat (22/3/2024).

Tak hanya itu saja, Bagong mengatakan bahwa fenomena ini menjadi bentuk kerukunan antar umat beragama. Hal ini membuktikan bahwa meski Indonesia memiliki masyarakat yang beragam, tapi tali persatuan masih terikat dengan erat.

Pakar Sosiologi FISIP Unair, Prof. Dr. Drs. Bagong Suyanto, M.Si. (foto: dokumen Unair)

“Saya melihat fenomena ini sebagai bentuk tindakan yang rukun antar umat beragama,” ungkap pria yang merupakan Guru Besar Sosiologi FISIP Universitas Airlangga itu.

Bagong pun menjelaskan bahwa fenomena ini merupakan tren yang baik, dimana menurutnya, fenomena ini mengandung pesan moral untuk saling menghormati meski memeluk agama yang berbeda.

“Saya rasa ini tren yang baik, supaya memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa meski berbeda agama tetap harus saling menghormati satu sama lain,” ujarnya.

Bagong pun berharap bahwa tren yang memberikan dampak positif seperti ini bisa terus berlanjut. Apalagi kondisi masyarakat Indonesia yang beragam sehingga sikap yang toleran perlu terbangun dengan baik.

“Di masyarakat multipluralis seperti Indonesia harus dibangun sikap yang toleran,” pungkas pria yang juga Dekan FISIP Unair itu.

(pkip/mar/bti)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular