Saturday, June 14, 2025
spot_img
HomeEkonomikaEks Menteri ESDM: Pengangkutan LNG Hadapi Tantangan Serius

Eks Menteri ESDM: Pengangkutan LNG Hadapi Tantangan Serius

Ilustrasi. (gambar: tim Cakrawarta)

JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar, menyebut pengangkutan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) kini menghadapi berbagai tantangan global, mulai dari keterbatasan armada kapal hingga kenaikan biaya logistik.

Menurut Arcandra, peran gas alam dalam sistem energi dunia semakin penting karena memiliki emisi karbon yang relatif rendah dan dapat berfungsi sebagai cadangan energi terbarukan. Namun, distribusinya ke berbagai negara masih terkendala infrastruktur dan geopolitik.

“Membangun jaringan pipa adalah opsi yang efisien, tapi tidak selalu memungkinkan karena faktor jarak dan politik antarnegara. Alternatifnya adalah mengubah gas menjadi LNG dan mengangkutnya dengan kapal khusus (LNG carrier),” kata Arcandra dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (26/5/2025).

Permintaan terhadap kapal LNG meningkat drastis, sementara kapasitas galangan kapal dunia sangat terbatas. Korea Selatan dan China menjadi dua negara utama pembuat kapal LNG, namun slot produksi keduanya sudah penuh hingga setidaknya tahun 2030.

“Sampai kuartal II 2025, Korea Selatan menerima 105 pesanan kapal LNGC, dan China 49 pesanan. Kapasitas keduanya tidak bisa lagi menampung permintaan baru,” ujarnya.

Sementara itu, galangan kapal di Amerika Serikat dan Eropa dinilai kurang efisien dan berbiaya tinggi, sehingga tidak menjadi pilihan utama. Harga kapal LNG pun melonjak dari sekitar 225 juta dollar AS pada 2022 menjadi sekitar 260 juta dollar AS saat ini.

Selain kapasitas produksi, tantangan lain muncul dari jalur pelayaran. Arcandra menjelaskan, saat ini rute-rute utama seperti Terusan Panama dan Terusan Suez menjadi kurang efektif akibat faktor keamanan dan cuaca ekstrem.

“Di Panama, kekeringan mengurangi kapasitas terusan dan menambah waktu tunggu kapal. Sementara di Suez, konflik di Timur Tengah menimbulkan risiko keamanan,” jelasnya.

Akibatnya, banyak operator kapal LNG memilih rute alternatif yang lebih panjang melalui Tanjung Harapan (Cape of Good Hope) di Afrika Selatan. Meski lebih mahal dan memakan waktu lebih lama, jalur ini dianggap lebih aman dan stabil.

“Selisih biaya pengangkutan LNG dari Teluk Meksiko ke Jepang bisa mencapai 3,9 juta dollar AS per kapal jika menggunakan rute Afrika Selatan dibanding Panama. Waktu tempuhnya juga bisa bertambah hingga 30 hari,” ungkap Arcandra.

Di sisi lain, kebijakan Uni Eropa yang menerapkan batas emisi karbon ketat turut menambah beban biaya pengangkutan LNG ke kawasan tersebut. Kapal-kapal yang tidak memenuhi standar emisi akan dikenai penalti.

“Karena itu, negara-negara kini berlomba menata ulang rantai pasok gas alam mereka agar lebih efisien dan tahan terhadap gangguan global,” ujar Arcandra mengakhiri keterangannya.(*)

Editor: Tommy dan Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular