
JAKARTA, CAKRAWARTA.com – Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) mendesak perusahaan swasta maupun BUMN segera mengalihkan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) ke wilayah terdampak banjir bandang dan longsor di Pulau Sumatera. Seruan ini muncul setelah kebutuhan dasar warga dinilai masih jauh dari terpenuhi, sementara upaya pemulihan dari pemerintah berjalan lambat.
“Korban banjir masih sangat membutuhkan bantuan, baik natura maupun finansial. Karena itu, CSR perusahaan harus diprioritaskan ke lokasi bencana,” tegas Ketua FKBI, Tulus Abadi, dalam pernyataannya, Senin (8/12/2025). Ia menyebut penggalangan dana publik memang sudah masif, tetapi tidak cukup untuk mempercepat pemulihan.
Menurut Tulus, Undang-Undang Perseroan Terbatas sudah mewajibkan perusahaan mengalokasikan sebagian laba bersih sebagai program CSR. Di tengah situasi bencana kemanusiaan, kewajiban tersebut seharusnya diarahkan untuk kebutuhan yang sifatnya mendesak dan relevan.

FKBI mencatat sejumlah penyimpangan yang kerap terjadi dalam kegiatan CSR, khususnya saat bencana. Tulus mengingatkan bahwa program sosial tidak boleh dijadikan kedok pemasaran produk.
“CSR harus murni. Tidak boleh ada promosi terselubung maupun terang-terangan. Apalagi jika perusahaan memproduksi barang dengan dampak eksternalitas tinggi seperti rokok atau minuman manis dalam kemasan,” ujarnya.
Ia menilai pemasangan logo perusahaan atau pembagian bantuan yang menonjolkan merek merupakan praktik yang tidak etis. “Beriklan di area bencana, apalagi berkedok CSR, adalah bentuk eksploitasi. Korban bencana bukan billboard berjalan,” kata Tulus.
FKBI juga menekankan pentingnya penggunaan dana CSR untuk kebutuhan produktif dan berkelanjutan, bukan hanya bantuan sesaat. Tulus menyebut ribuan warga kehilangan mata pencaharian mulai dari nelayan, petani, hingga pelaku UMKM, yang membutuhkan dukungan untuk kembali bangkit.
“CSR seharusnya tidak berhenti pada distribusi paket bantuan. Ia harus menyasar pemulihan ekonomi warga agar mereka dapat keluar dari dampak jangka panjang bencana,” ujarnya.
Hingga kini, belum ada respons resmi dari pemerintah maupun asosiasi pelaku usaha terkait desakan FKBI tersebut. Namun Tulus menegaskan bahwa situasi darurat di Sumatera menuntut dunia usaha menunjukkan komitmen sosial secara nyata dan etis.
“Bencana bukan ruang untuk branding. Ini ruang kemanusiaan,” tutupnya.(*)
Editor: Tommy dan Abdel Rafi



