
SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Bencana banjir dan longsor yang melanda Kabupaten Aceh Tamiang meninggalkan banyak wilayah terisolasi dan minim layanan kesehatan. Menembus berbagai keterbatasan itu, Universitas Airlangga (UNAIR) memberangkatkan Tim Medis Bencana beranggotakan sembilan tenaga kesehatan lintas fakultas untuk memberikan pelayanan langsung di lapangan.
Tim terdiri dari dokter umum, peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS), perawat gawat darurat, bidan, dan epidemiolog. Mereka berasal dari Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Keperawatan (FKP), Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), serta Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA). Seluruhnya dipilih karena kesiapan teknis dan kemampuan bekerja dalam kondisi darurat.
Perjalanan tim dimulai dari Surabaya menuju Batam dan Medan melalui jalur udara. Dari Medan, mereka melanjutkan perjalanan darat sekitar lima jam menuju Aceh Tamiang, wilayah yang sebagian aksesnya masih terputus akibat bencana.
Pembentukan tim ini merupakan respons langsung terhadap laporan minimnya layanan kesehatan pascabencana, terutama bagi kelompok rentan yang belum tersentuh bantuan.
“Tim ini akan memberikan pelayanan medis dan non-medis, khususnya di daerah yang belum mendapatkan bantuan apa pun. Kami ingin memastikan anak-anak, ibu hamil, dan lansia memperoleh layanan kesehatan dasar,” ujar Siti Shofiya Novita Sari, dosen FKM UNAIR.
Ia menegaskan, misi ini bukan sekadar pengiriman tenaga kesehatan, melainkan upaya menyeluruh untuk memulihkan ketahanan kesehatan masyarakat setelah bencana.
Membawa 200 Kg Obat dan Peralatan Medis
Dalam misi kemanusiaan ini, UNAIR mengirim lebih dari 200 kilogram obat-obatan dan logistik kesehatan. Mulai dari perlengkapan pemeriksaan fisik, reagen laboratorium sederhana, obat-obatan untuk keluhan akut, hingga materi edukasi kesehatan dan dukungan psikososial dasar.
“Tim juga akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Aceh Tamiang untuk pelaporan pola penyakit pascabencana. Ini penting dalam mitigasi dan pemantauan kesehatan masyarakat ke depan,” jelas Siti Shofiya.
Sejalan dengan semangat “menembus bencana”, tim menerapkan model mobile health service, pelayanan bergerak yang berpindah dari satu titik ke titik lain. Pendekatan ini dipilih untuk menjangkau warga di desa-desa yang aksesnya sulit dan sering luput dari distribusi bantuan.
“Fokus kami bukan mendirikan pos lalu menunggu warga datang. Kami yang harus datang ke mereka, terutama yang tinggal di wilayah terisolasi,” ujar salah satu perwakilan tim sebelum keberangkatan.
Dengan sistem layanan mobile ini, tim dapat menjangkau lebih banyak warga dalam waktu yang lebih efisien.
Tim dijadwalkan bertugas selama 14 hari, mulai hari ini, Senin (8/12/2025) hingga Senin (22/12/2025) mendatang. Selama masa tugas, mereka tidak hanya memberikan layanan medis primer, tetapi juga edukasi kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, hingga dukungan pemulihan psikososial.
Keberangkatan Tim Bencana UNAIR ini kembali menegaskan komitmen kampus dalam memperjuangkan kesetaraan akses kesehatan serta mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) 3 yaitu Good Health and Well-being, terutama di tengah kondisi darurat kemanusiaan.(*)
Kontributor: PKIP
Editor: Abdel Rafi



