
LANGSA, CAKRAWARTA.com – Memasuki hari ketiga respons kemanusiaan di Aceh Tamiang, tim dokter Universitas Airlangga (UNAIR) terus bekerja tanpa jeda di tengah meningkatnya kebutuhan layanan kesehatan pascabencana banjir dan longsor. Sejak tiba, tim ini membagi tenaga di dua titik krusial yaitu Posko Kesehatan Klinik Abah di Kuala Simpang dan instalasi bedah RSUD Cut Meutia, Langsa.
Pada Minggu (7/12/2025), tekanan kerja meningkat setelah tim gabungan dari UNAIR, Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Ortopedi dan Traumatologi Indonesia (PABOI), serta Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN) melakukan tiga operasi ortopedi darurat dalam satu hari.
Para pasien mengalami patah tulang paha dan patah tulang betis akibat tertimpa material longsor atau terbawa arus banjir. Cedera tersebut termasuk kategori kritis dan harus segera ditangani untuk mencegah komplikasi seperti gangrene, infeksi tulang, hingga risiko kecacatan permanen.
Di tengah fasilitas yang terbatas dan arus pasien yang terus berdatangan, tim medis tetap bekerja presisi. Setiap keputusan di ruang operasi diambil cepat, waktu menjadi lawan utama.
Posko UNAIR Dipenuhi Pasien Sejak Pagi
Sementara itu di Kuala Simpang, Posko Kesehatan UNAIR menjadi salah satu titik pelayanan yang paling ramai didatangi warga. Sejak pagi hingga sore, lebih dari 200 pasien memperoleh layanan medis. Kondisi lingkungan yang lembap dan sanitasi yang belum pulih memicu lonjakan penyakit saluran pernapasan dan pencernaan.
“Penyakit terbanyak yang kami temukan adalah batuk, pilek, sesak napas, dan diare,” ujar dr. Zulfikar dari Fakultas Kedokteran UNAIR.
Bukan hanya keluhan umum, puluhan warga datang dengan luka sobek dan gores dalam yang memerlukan pembersihan, penjahitan, dan penanganan lanjutan. Luka-luka itu banyak disebabkan pecahan kaca, logam, atau paku yang terbawa banjir maupun muncul saat warga mulai membersihkan rumah.
Tim medis UNAIR memberikan perawatan luka secara ketat untuk mencegah infeksi, risiko yang sangat tinggi dalam kondisi pascabencana ketika sumber air bersih masih terbatas.(*)
Kontributor: PKIP
Editor: Abdel Rafi



