Saturday, December 6, 2025
spot_img
HomeHukumDPR Digoyang Seruan Bubarkan Diri, Pakar Hukum Ini Ingatkan Bahaya Darurat Militer

DPR Digoyang Seruan Bubarkan Diri, Pakar Hukum Ini Ingatkan Bahaya Darurat Militer

Ilustrasi. (Gambar: Cakrawarta)

SURABAYA, CAKRAWARTA.com – Gelombang demonstrasi besar-besaran yang menolak kenaikan tunjangan DPR terus mengguncang Indonesia. Dari Jakarta hingga pelosok daerah, suara rakyat lantang menuntut penghapusan tunjangan wakil rakyat di tengah krisis ekonomi. Bahkan, muncul seruan ekstrem yakni Bubarkan DPR!”

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR),  Mohammad Syaiful Aris menilai ledakan emosi publik ini merupakan kritik keras sekaligus sinyal agar DPR segera berbenah.

“DPR sering menjadi juara lembaga paling tidak dipercaya menurut survei, karena perilaku anggotanya yang kerap terseret kasus korupsi dan kinerjanya yang tak jelas. Tuntutan rakyat ini wajar, sebagai desakan agar DPR berubah lebih baik,” ujarnya di Surabaya, Selasa (9/9/2025) dini hari.

Meski demikian, Aris menegaskan bahwa seruan pembubaran DPR mustahil diwujudkan. Pasal 7C UUD NRI 1945 secara tegas melindungi DPR dari kemungkinan dibubarkan Presiden.

“DPR memiliki tiga fungsi vital yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan. Semua itu tidak dimiliki lembaga lain. Bahkan, Pasal 2 ayat 1 menempatkan DPR sebagai bagian dari MPR. Jadi, secara konstitusi, pembubaran DPR mustahil dilakukan,” jelasnya.

Lebih jauh, Aris mengingatkan potensi eskalasi jika gelombang massa terus memanas. Presiden, sesuai Pasal 12 UUD NRI 1945, punya kewenangan memberlakukan darurat militer apabila kerusuhan dinilai mengancam negara.

Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Mohammad Syaiful Aris. (foto: Cakrawarta)

“Pemberontakan, kerusuhan, hingga bencana bisa menjadi dasar keadaan bahaya. Jika darurat militer ditetapkan, hak-hak rakyat akan dibatasi. Bahkan, potensi penyimpangan hukum dan pelanggaran HAM bisa terjadi. Dampaknya, kehidupan sosial dan ekonomi rakyat sangat terguncang,” paparnya.

Di tengah gejolak ini, Aris menekankan pentingnya langkah korektif. Menurutnya, pemerintah harus berani melakukan reformasi partai politik dan aparat penegak hukum sebagai langkah awal memperbaiki demokrasi.

“Negara harus dijalankan sesuai amanah konstitusi. Pejabat publik harus memberi teladan nyata, bukan sekadar janji. Perubahan besar hanya bisa dimulai dengan reformasi politik dan hukum yang serius,” tegasnya.

Gelombang demo kali ini bukan hanya tentang tunjangan DPR, tetapi juga potret krisis kepercayaan rakyat terhadap lembaga politik. Pertanyaan yang kini menggantung antara apakah DPR mampu menjawab kritik dengan perbaikan nyata, atau justru menunggu badai yang lebih besar. Hanya waktu yang bisa menjawabnya. (*)

Editor: Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular