Jakarta, – Lembaga Center For Budget Analisis (CBA) melalui Direktur Eksekutifnya, Uchok Sky Khadafi meminta kepada Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal (Dittipidkor Bareskrim) Polri, untuk tidak membongkar korupsi pemasangan atau penerangan jalan utama tenaga surya (PJUTS) hanya pada tahun 2020 saja.
Menurut Uchok, pada proyek tahun 2017, 2018, dan 2019 terdapat dugaan kasus korupsi PJUTS di Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) yang seharusnya juga dibuka atau disidik oleh Bareskrim Polri.
“Karena nilai kontrak proyek untuk 3 tahun yang sudah berjalan tersebut sangat besar sekali. Nilai totalnya sekitar Rp 1,1 Triliun,” ujar Uchok dalam keterangannya pada media ini, Rabu (10/7/2024) pagi.
Uchok membeberkan detail nilai kontrak Proyek PJUTS untuk 3 tahun anggaran berjalan tersebut.
“Untuk tahun 2017 nilainya sekitar Rp 277 Miliar untuk 9 proyek. Lalu pada tahun 2018, nilai kontraknya sekitar Rp 568 Miliar untuk 15 proyek, dan untuk tahun 2019 nilai kontraknya sekitar Rp 277 miliar untuk 8 proyek,” papar Uchok detail.
Jika untuk nilai kontrak proyek PJUTS pada tahun 2020 yang sebesar Rp 108 Miliar ditemukan potensi kerugan negara oleh Bareskrim Polri sampai sebesar Rp 64 Miliar, maka menurut Uchok, upaya untuk menyidik proyek PJUIT tahun 2017, 2018, dan 2019 dengan nilai kontrak sekitar Rp 1,1 Triliun, ada kemungkinan potensi kerugian negara juga semakin besar yang dapat ditemukan.
“Yang lebih janggal bin aneh, pekerjaan Proyek PJUIT 2017, 2018, dan 2019 hanya dikerjakan oleh 5 perusahaan dimana 3 perusahaan hanya dapat satu proyek saja. Sedangkan dua perusahaan lainnya sepertinya menguasai banyak proyek,” kata Uchok memberi petunjuk.
Adapun dua perusahaan yang diduga menguasai banyak proyek oleh CBA tersebut adalah PT Wijaya Karya Industri Energi dimana Uchok menyebutkan mendapat jatah 13 proyek dan perusahaan yang kedua adalah PT Adyawinsa Electrical And Power yang mendapat bagian 16 proyek dari Direktorat Jenderal EBTKE.
Karena itulah, mempertegas sekali lagi, pihak CBA, lanjut Uchok meminta kepada Bareskrim Polri untuk membuka kasus proyek PJUIT 2017, 2018, dan 2019 dengan nilai kontrak sekitar Rp 1,1 Triliun tersebut.
“Panggil dong para Komisaris dan Direktur PT Wijaya Karya Industri Energi dan PT Adyawinsa Electrical And Power ke Bareskrim untuk dimintai keterangannya,” tegas Uchok.
“Dan sebaiknya, Tim atau Satgas Bareskrim Polri jangan hanya geledah kantor EBTKE saja. Akan lebih baik untuk mengunjungi atau mengecek langsung ada atau tidaknya proyek PJUIT 2017, 2018, dan 2019 di Papua, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara Timur dan daerah lainnya,” tandas Uchok mengakhiri keterangan.
(bm/rafel)