Tuesday, March 19, 2024
HomeGagasanDibalik Kritikan Pejabat PBB atas Perubahan Hukuman Mati Pembunuh Jamal Kashogie

Dibalik Kritikan Pejabat PBB atas Perubahan Hukuman Mati Pembunuh Jamal Kashogie

(foto: istimewa)

Pengadilan Arab Saudi pada Senin, 7 Sepetember 2020, menjatuhkan vonis tujuh sampai 20 tahun penjara kepada delapan orang atas pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi.

Jamal Khashoggi bernama lengkap Jamal Ahmad Khashoggi. Ia lahir pada 13 Oktober 1958 di Madinah, Arab Saudi dan meninggal dunia pada 2 Oktober 2018 (usia 59) di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki.

Jamal Khashoggi adalah wartawan Arab Saudi, kolumnis Washington Post, penulis, dan mantan manajer umum dan pemimpin redaksi Al-Arab News Channel.

Di dunia internasional, Jamal Khadhoggi dikenal atas kontribusinya untuk Al Watan sehingga bisa menjadi ruang bagi kalangan progresif di Saudi.

Ia mengungsi dari Arab Saudi pada tanggal 18 September 2017. Sejak itu, ia rutin menulis artikel yang mengkritik negaranya. Khashoggi adalah kritikus utama Putra Mahkota dan pemimpin de facto Arab Saudi, Mohammad bin Salman.

Khashoggi ditahan di konsultat Saudi di Istanbul pada tanggal 2 Oktober 2018.

Sejumlah pejabat Turki percaya bahwa Khashoggi disiksa secara brutal selama beberapa hari dan dibunuh di dalam konsulat oleh tim “pembunuh” beranggotakan 15 orang yang diterbangkan dari Arab Saudi.

Penyiksaannya direkam, lalu jenazahnya dipotong dan diam-diam dikeluarkan dari konsulat.

Pada 19 Oktober 2018, pemerintah Saudi mengakui bahwa Khashoggi telah tewas di dalam konsulatnya. Mereka mengklaim bahwa pertikaian dengan Khashoggi menghasilkan “perkelahian yang menyebabkan kematiannya”.

Tentang lapor media pemerintah Arab Saudi, Senin, 7 September 2020, sebagaimana telah dikemukakan, bahwa pengadilan Arab Saudi telah menjatuhkan vonis tujuh sampai 20 tahun penjara kepada delapan orang atas pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi, masih ada juga muncul beberapa pertanyaan.

Pertama, apakah vonis hukuman yang dijatuhkan itu tidak sesuai dengan hukuman buat si pembunuh, di mana mereka juga seharusnya dijatuhi hukuman mati?

Kedua, benarkah pihak keluarga telah memaafkan para pelaku dan mengesampingkan hukuman mati?

Salah Kashoggi

Salah Kashoggi adalah putera wartawan Arab Saudi, Jamal Khashoggi. Wajahnya terpampang di berbagai media Arab Saudi ketika diundang pihak Kerajaan Arab Saudi di Istana Yamama, Selasa, 23 Oktober 2018. Raja Salman yang didampingi Putra Mahkota Pangeran Mohammad bin Salman sengaja mengundang putra Kashoggi untuk mengucapkan rasa duka.

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengutus Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, 17 Oktober 2018 ke Arab Saudi untuk mengetahui mengapa Jamal Kashoggi dibunuh. Kedekatan hubungan AS-Arab Saudi selama ini membuat negara itu patut menerima informasi pertama tentang pembunuhan wartawan Arab Saudi itu sewaktu ingin mengurus pernikahan barunya di Konsulat Arab Saudi, Turki.

Sejak saat itulah, Jamal Kashoggi tidak terlihat lagi, hilang begitu saja di Konsulat Arab Saudi, Turki. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan pun pernah mengatakan akan berusaha mengungkap siapa sebenarnya dalang di balik pembunuhan wartawan Arab Saudi yang sering mengkritik pemerintahan negaranya di “The Washington Post.” Tetapi hingga sekarang pun tidak ada informasi dari pemerintah Turki.

Belum lama ini, di Twitter, Kantor Berita “Associated Press,” menampilkan foto putra Raja Salman, Pangeran Muhammad bin Salman. Menariknya ditulisan wartawan “Associated Press” ini, ada beberapa tokoh lagi di samping Pangeran Muhammad bin Salman, yaitu Uday dan Qussay Hussein, putera mantan Presiden Irak, Saddam Hussein. Juga ada foto Bashar al-Assad, Presiden Suriah sekarang. Putra mantan Pemimpin Libya, Moammar Khadhafi, yaitu Al-Islam Khadafi. Termasuk putra Presiden Mesir Hosni Mubarak, yaitu Gamal dan Alaa.

Ini menunjukkan sebuah bentuk pemerintahan monarkhi absolut di Timur Tengah. Pada umumnya negara-negara di Timur Tengah menganut sistem ini. Hal ini lebih berlatar belakang sejarah yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah pergulatan politik yang sangat keras.

Kawasan Timur Tengah ini dikenal sebagai kawasan yang sangat goyah. Banyak faktor yang tidak pasti muncul seketika. Begitu pula permusuhan antar negara tetangga berdasarkan historis, di samping masalah-masalah lain yang menyebabkan terjadinya pertikaian berlarut-larut.

Negara-negara Timur Tengah memiliki kekhasan tersendiri. Hal ini karena setelah Perang Dunia I selesai, penjajah Inggris dan Prancis berusaha mencabik-cabik persatuan dunia Arab. Penjajahan sengaja menggancurkan semangat nasionalisme lokal dan menggantikan dengan nasionalisme kabilah-kabilah, yaitu persaudaraan sesama Arab yang dititikberatkan kepada pertalian suku.

Usaha ini berhasil dengan dipecah-pecahnya dunia Arab menjadi kerajaan, republik, kesultanan maupun emir-emir, sehingga untuk mencapai persatuan kembali terasa sulit, karena mereka menganggap kabilah yang satu lebih unggul dari kabilah yang lain.

Juga yang lebih mencolok setelah Perang Dunia II, wilayah Arab Palestina yang semula utuh dipecah secara tidak adil. Wilayah Arab Palestina itu dibagi tiga. Anehnya, semula itu wilayah Arab Palestina, sekarang penduduk Yahudi yang menguasai wilayah Palestina.

Semula Jerusalem menjadi harapan sebagai ibu kota Palestina, sekarang diakui AS sebagai ibukota penduduk Yahudi tersebut.

Israel telah merdeka tahun 1948, tetapi warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, belum merdeka secara “de facto,” dan “de jure. ” Adanya Duta Besar Palestina di Indonesia, itu baru secara “de facto,” belum secara “de jure.”

 

DASMAN DJAMALUDDIN

Sejarawan dan Wartawan Senior

RELATED ARTICLES

Most Popular