Friday, December 12, 2025
spot_img
HomePolitikaNasionalDesak Pemerintah Bentuk Badan Khusus Soal Bencana Sumatera, Eks Kepala BMKG: Kerusakan...

Desak Pemerintah Bentuk Badan Khusus Soal Bencana Sumatera, Eks Kepala BMKG: Kerusakan Sudah Terlalu Luas!

Guru Besar Geologi Lingkungan dan Kebencanaan UGM sekaligus mantan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati. (foto: istimewa)

YOGYAKARTA, CAKRAWARTA.com – Guru Besar Geologi Lingkungan dan Kebencanaan Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus mantan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mendesak pemerintah membentuk badan khusus lintas sektor untuk menangani rangkaian banjir bandang dan longsor di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh. Ia menilai skala kerusakan kali ini sudah terlalu luas dan kompleks untuk diatasi dengan mekanisme penanggulangan bencana reguler.

“Dengan kerusakan sebesar ini, mekanisme rutin tidak lagi memadai. Kita memerlukan lembaga yang mampu bekerja terpadu dan cepat,” tegas Dwikorita dalam pernyataannya di Yogyakarta, Jumat (12/12/2025).

Dwikorita menjelaskan bahwa banjir bandang dan longsor yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir merupakan bukti nyata bagaimana kerentanan geologi Indonesia kini diperparah oleh kerusakan lingkungan dan pemanasan global. Kombinasi faktor tersebut menimbulkan bencana geo-hidrometeorologi berantai yang daya rusaknya jauh melampaui kejadian-kejadian sebelumnya.

“Indonesia memang berada pada zona tektonik aktif yang rentan multi-bencana. Namun pemanasan global dan kerusakan lingkungan telah membuat hujan ekstrem muncul lebih sering, dengan periode ulang yang lebih pendek,” ujarnya.

Ia merujuk laporan iklim terbaru yang menyebut tahun 2024 sebagai tahun terpanas dalam sejarah pencatatan modern, dengan anomali suhu global mencapai +1,55°C di atas periode pra-industri. Dekade 2015-2024 pun menjadi periode terpanas yang pernah dialami bumi.

Kondisi global itu tercermin di Indonesia. Data BMKG menunjukkan lonjakan kejadian cuaca ekstrem dari 2.483 kejadian pada 2020 menjadi 6.128 kejadian pada 2024. Kawasan barat Indonesia, termasuk Sumatra, memperlihatkan tren peningkatan curah hujan tahunan yang semakin kuat.

“Hujan ekstrem yang dulunya jarang, kini berulang. Ini yang membuat banjir bandang datang dengan daya rusak yang lebih besar,” kata Dwikorita.

Karakter Bencana Tidak Lagi Tunggal

Menurutnya, bencana di Sumatra kali ini tidak dapat dipandang sebagai banjir atau longsor biasa. Dinamika geologi dan hidrometeorologi saling memicu, ditambah perubahan tata guna lahan yang menghilangkan daya serap alamiah.

“Satu kejadian kini bisa memunculkan rangkaian bencana susulan. Selama musim hujan, risiko banjir bandang lanjutan masih sangat tinggi,” jelasnya.

Ia mengingatkan bahwa upaya rehabilitasi dan rekonstruksi dapat kembali terhenti jika hujan ekstrem hadir mendadak, memaksa daerah terdampak berulang kali masuk fase tanggap darurat.

Dwikorita menilai dampak multidimensi mulai dari kerusakan infrastruktur, gangguan layanan publik, hingga hilangnya mata pencaharian, tidak bisa ditangani dengan sistem penanggulangan bencana yang dirancang pada 2007. Situasi kini jauh lebih kompleks, terutama di era perubahan iklim yang memperbesar ketidakpastian cuaca ekstrem.

“Bencana kali ini adalah multi-bencana dengan penyebab dan dampak yang saling memperkuat,” ujarnya.

Karena itu, ia menilai pemerintah perlu membentuk badan khusus lintas sektor yang memiliki kewenangan cepat dan terintegrasi. Ia mencontohkan keberhasilan Indonesia membentuk BRR NAD-Nias pasca tsunami 2004, lembaga yang bekerja khusus mempercepat rekonstruksi dengan mandat yang kuat.

Dwikorita merekomendasikan agar pemerintah segera menginisiasi kajian komprehensif bersama kementerian teknis, BNPB, pemerintah daerah, akademisi, dan komunitas kebencanaan. Kajian tersebut harus mencakup faktor perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan proyeksi bahaya hidrometeorologi untuk merancang pemulihan yang benar-benar efektif.

“Pemulihan harus disiapkan untuk menghadapi kejadian ekstrem yang berpotensi berulang,” tegasnya.

Ia menutup pernyataannya dengan penegasan bahwa pembentukan badan khusus bukan hanya keputusan administratif, melainkan langkah strategis agar negara hadir sepenuhnya dalam membangun kembali Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh di tengah ancaman bencana iklim yang kian meningkat.Semoga. (*)

Editor: Tommy dan Abdel Rafi

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru

Most Popular